5. Ayo Pacaran, Pak!

1352 Kata
Satu minggu berlalu juga. Namun, Lupita tak sempat bahkan tak ada niatan sama sekali untuk mencari kekasih. Alhasil ia selalu menghindari Angel. Datang dan langsung permisi ketika kelas usai. Untung saja hari ini jadwalnya mengajar di TK. Tak perlu memikirkan dan memusingkan perihal taruhan konyol yang diciptakan oleh Angel. Lupita pun mengakhiri pembelajarannya. Mengingat jam telah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima menit. Akan tetapi nyatanya anak-anak ini masih sangat asyik bermain melukis di kertas dengan menggunakan tinta alami dari sebuah tanaman. Alatnya mereka menggunakan batang pohon pisang. Hingga bentuknya sangat indah dan asli natural cetakan batang pohon pisang. "Sudah selesai ya Anak-Anak manis! Ayo-ayo kemasi buku-bukunya.." seru Lupita sembari bertepuk tangan mencoba mengakhiri pembelajaran sembari bermain yang sangat asyik kali ini. Semua murid-muridpun segera menuju bangkunya masing-masing. Kemudian mengemasi barang-barang dengan sesekali cekikikan karena tak mengingat waktu pulang. Lupitapun hanya geleng-geleng saja dibuatnya. Seketika matanya tertuju pada sosok Brian yang begitu santai tanpa ekspresi mengemasi barang-barangnya juga. Hanya helaan napas yang dapat Lupita berikan untuk muridnya yang satu itu. Seusai bernyanyi sayonara dan berdo'a, merekapun satu-persatu keluar ruangan dengan gembira. Tak sabar pulang ke rumah dan mencicipi masakan orangtuanya. "Hati-hati ya Anak-Anak manis," kata Lupita sesekali sembari menunggu beberapa murid lagi yang akan mencium tangannya. Terakhir adalah sosok Brian yang begitu santai dsn berlalu. Lupita tentu saja tak membiarkannya begitu saja. "Brian! Bareng Bu Pita ya ke depannya.." Lupita segera mengambil tasnya. Untung saja tadi ia sudah sempat membereskan semua peralatan mengajarnya. Brian tentu saja berpura-pura tak mendengar ucapan Lupita. Padahal tadi Lupita berbicara tepat di depannya. Brian memang tak ingin berurusan dengan siapapun kecuali keluarganya. Bahkan tantenya sendiri pun kadang tak dianggap keluarga. Susah sekali memang mencoba mendekatkan diri pada Brian. "Brian.. kok Bu Pita ditinggal sih?" tanya Lupita ketika langkahnya telah sama di samping murid spesialnya itu. "....." "Brian, tadi gimana melukis dengan batang pohon pisangnya? Seru ya?" Lupita masih mencoba untuk memecah keheningan di sepanjang perjalanan kecil menuju gerbang. Namun hingga mereka hampir sampai di gerbang, Brian tak kunjung juga mengeluarkan sepatah kata pun. Ketika Lupita hendak mengajak Brian berbicara lagi. Seseorang lebih dahulu menarik tangan Lupita. "Pita!" "Halo Bu Guru cantik! Ardessya Lupita!" Angel memamerkan senyum manisnya tanpa dosa. Lupita sendiri justru bergidik ngeri. Mata Lupita melirik mobil Angel yang berada di ujung jalan. Sebenarnya sangat membahagiakan tatkala melihat Angel mau repot-repot menjemputnya ke TK. Akan tetapi kali ini situasinya berbeda. Angel adalah seseorang yang benar-benar ingin Lupita hindari. Sialnya justru gadis itu yang malah mendekat padanya. "H-hai Angel cantik! Wahhh..sampai repot-repot jemput ke TK. Jadi nggak enak. Tapi maaf ya..aku sudah pesan ojek online. Bye..." "Eiitsss-eitsss tunggu!" Lupita merutuki dirinya sendiri yang kalah cepat beranjak. Angel nyatanya berhasil mencekal tangannya begitu erat. Angel tersenyum penuh kemenangan, "sudah deh Pit main kucing-kucingannya! Capek. Yuk masuk mobil dulu! Kita bicarakan empat mata resmi mengalahkan sidang paripurna negeri." Gadis itu tak mau lagi mendengarkan jawaban Lupita yang sudah pasti nanti berisikan tolakan dan berbagai alasan. Akan tetapi Lupita masih tak tinggal diam dan menyerah. Kepalanya yang tak sengaja menoleh ke belakang, seketika mendapati Brian yang telah digendong oleh ayahnya. Ide gila dan terkutuk pun muncul. "Berhenti Ngel! Lepasin.. pacarku ketinggalan!" "Hah!?" Angel menoleh dan menatap Lupita dengan tatapan tak percaya. Apa benar yang barusan sahabatnya itu katakan? Pacar.. pacar dari Hongkong! Tanpa babibu Lupita berhasil melepaskan cekalan tangan Angel yang begitu erat itu. Ia berjalan pasti menuju ayah dan putranya yang hendak memasuki mobil. "Pak?" Tak ada basa-basi permisi dan punten. Lupita langsung mencekal tangan ayah Brian yang hendak memasuki kursi pengemudi. "....." Lelaki berwajah dingin itu menaikkan salah satu alisnya. Kemudian matanya menatap tajam tangan Lupita yang memegang tangannya. "Ee-e maaf.." "Ya? Ada apa Bu Pita?" tanya lelaki itu sembari melepaskan tangan Lupita dari tangannya. Otak Lupita mungkin telah tertinggal. Hingga ia meyakinkan dirinya untuk berbuat hal senekad ini. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kemudian menatap ayah Brian dengan keyakinan yang entah di dapat dari samudera hindia ataukah pasifik itu. "Ayo pacaran, Pak.." lirih Lupita berucap. Ini semua ia lakukan agar Angel yang masih menunggu di ujung sana tak mendengar ucapannya. Dengan memejamkan matanya. Lupita berharap ide gilanya ini akan dimaafkan oleh wali muridnya yang satu ini. Hmm.. tak ada cara lain dan orang lain lagi. Hanya Pak Dhika-lah yang memungkinkan. Karena dirinya merupakan duda diantara wali murid kelasnya. "Kamu serius?" "Hah!?" Lupita seketika membuka kedua bola matanya. Tak menyangka dengan pertanyaan yang baru saja terlontar dari bibir Dhika. Yang benar saja.. "Saya tanya, kamu serius dengan ucapanmu barusan?" "Eee-ee anu..sebenarnya-" "Hanya ada dua jawaban. Iya atau tidak? Bukan anu atau sebenarnya." Dhika dengan santainya hanya memberikan dua opsi. Lelaki itu menyenderkan badannya di mobil, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana. See.. mengapa justru Lupita yang seakan terkena prank!? Lupita berpikir sejenak. Sebenarnya ini dialog apa!? Seorang wanita yang tiba-tiba mengajak seorang lelaki berpacaran tanpa ungkapan cinta. Ataukah..seorang lelaki yang memberikan dua opsi yang sungguh diluar dugaan si wanita.. Setelah menggeleng-gelengkan kepalanya guna menyadarkan dirinya. Lupita menyampirkan poninya ke pinggir. Dengan satu tarikan napas ia menjawab, "Iya." Menggigit bibirnya, Lupita harap-harap cemas menanti ucapan apalagi yang akan dilontarkan oleh ayah Brian itu. Soal Brian, Lupita berharap murid spesialnya itu sama sekali tak mendengar dialognya dengan sang ayah. 'Duduk manis di dalam ya, Jagoan..' kata Lupita dalam hati. Sembari matanya menatap kaca hitam mobil mewah milik Dhika ini. "Baiklah. Ayo.." "Hah!? A-ayo..ayo apa Pak?" "Ayo berpacaran." Deg! Bagaikan terbuai dalam mimpi sembari berdiri. Lupita ternganga. Matanya beralih menatap Angel yang tengah bosan menunggunya di sana. Sahabatnya itu menyenderkan dirinya di mobil dan menyilangkan kedua tangannya. Sembari matanya menatap tajam ke arah Lupita. "Naik." "N-naik apa?" "Naik mobil saya. Saya antar pulang." Tanpa membukakan pintu mobil seperti pasangan kekasih pada umumnya. Lupita justru dibiarkan begitu saja. Sedangkan Dhika lebih dulu memasuki mobilnya. Tak mau membuat Dhika menunggu lama. Akhirnya Lupita memberi isyarat pada Angel agar membuka ponselnya. Lupita pun naik ke mobil Dhika, tentu saja duduk di kursi belakang. Jari-jarinya bergerak mengetik sebuah pesan untuk Angel. Lupita : Sorry ya Ngel. Pacarku nggak ngebolehin aku pulang sama kamu. Lain kali aku kenalin ke kamu. Aku udah punya pacar kok.. Beberapa menit kemudian, balasan dari Angel muncul di layar ponsel Lupita. Angel : Oke. Aku ikut senang. Semoga langgeng ya.. kalau ada apa-apa curhat sama aku 24 jam dibuka gratis just for you. Jangan khawatir dan panik Pit! Pacaran emang rasanya panas-dingin. Apalagi sama duda! Tanpa sadar Lupita terkekeh pelan membaca kalimat terakhir yang dikirim oleh Angel. Gadis itu rupanya telah pintar menyimpulkan apa yang dilihatnya. Lupita : Biarpun duda dan sudah mempunyai satu anak. Tapi dia masih muda 'kan? Masih ganteng juga. Dan, satu lagi..dia sudah mapan. Lupita : Yaudah Bye... Angel : Bye. Have a nice day! Usai berkirim pesan singkat dengan Angel. Lupita pun menatap ke depan dan melirik Brian yang tampak tak mempedulikan kehadirannya di mobil ini. "Brian, lagi gambar apa? Bagus gambarnya.." Lupita mencoba memecah keheningan di mobil ini. Matanya melihat Brian dengan tangan kecilnya tengah asyik dalam dunia menggambarnya. "....." Lagi-lagi tak ada jawaban apapun yang keluar dari bibir Brian. Tentu saja hal tersebut membuat Lupita menghela napasnya yang tanpa sadar terdengar hingga telinga Dhika. Dhika seketika menoleh ke kaca mobilnya. Di sana ia mendapati pemandangan wajah kusut Lupita yang baru saja diabaikan oleh putranya. Dengan menahan tawanya yang tak elite jika meledak di tengah-tengah kekesalan seseorang. Deheman Dhika terdengar. Lelaki itu berkata, "Brian?" "Ya Ayah?" sahut Brian tanpa menunggu lama. Meskipun anak kecil itu tak menoleh pada sang ayah karena asyik menggambar. Lupita tentu saja semakin terperangah dibuatnya. Ternyata hanya Dhika-lah yang mampu berkomunikasi dengan Brian. "Tadi Bu Pita tanya. Brian seharusnya menjawab.." tutur Dhika begitu halus. Pandangan Dhika pun tetap fokus ke jalanan. Mendengar nada bicara Dhika pada Brian yang begitu halus. Lupita tanpa sadar menyimpan kekaguman tersendiri untuk ayah satu anak itu. Brian tiba-tiba menoleh ke belakang. Hal tersebut membuat Lupita terkejut. "Menggambar mobil dan jalan raya, Bu Pita." Sembari mengulas senyum tipisnya, Brian menunjukkan gambar karya tangan kecilnya. Kekesalan Lupita seketika lenyap. "Wahh..bagus sekali gambaran Brian. Bu Pita beri bintang lima," ujar Lupita berusaha menyenangkan hati Brian. "Terima kasih," ucap Brian yang sudah kembali menghadap depan dan melanjutkan menggambarnya. Sedangkan, Dhika diam-diam tersenyum melihat interaksi murid dan gurunya itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN