obat untuk mati secepatnya

1120 Kata
Melihat itu, Ferdinand langsung merasa sangat panik. "Dokter! Cepat panggilkan Dokter sekarang juga!" Teriak Ferdinand dengan suara sangat keras. "Cepat! Jika sesuatu terjadi padanya. Kalian semua akan tahu akibatnya!" Ancam Ferdinand kepada semua orang yang ada dihadapannya saat ini. Pengawal yang membantunya untuk menculik Syifa dari tangan Erick pun langsung berlari cepat untuk memanggil dokter. Namun, baru saja dia membuka pintu. Dokter pun datang dan segera memeriksa keadaan Syifa. "Permisi, saya mau memeriksa pasien dulu!" Ucap dokter itu yang langsung menaruh stetoskop ke dadanya Syifa serta setelah itu, dia merasakan ada yang aneh dengan kondisi tubuh Syifa. Sehingga, dokter pun memeriksanya berulang kali Melihat itu, Ferdinand langsung menatap tajam kearah dokter itu, lalu bertanya kepadanya. "Bagaimana dokter? Kenapa dia bisa begini?" Tanya Ferdinand dengan nada serius. Dokter itu pun melihat kearahnya dengan dahi yang mulai berkeringat. "Tidak bagus! Dia sepertinya memiliki penyakit yang cukup berbahaya. Kita harus melakukan pemeriksaan yang lebih dalam lagi," ucap Dokter itu. Dia pun melihat kearah perawat yang berada di sampingnya. "Buatlah pemeriksaan menyeluruh, agar saya bisa mengetahui kondisi tubuh wanita ini," perintah dokter itu. Perawat itu, menganggukkan kepalanya lalu menjawabnya. "Baiklah, dokter. Saya akan melakukannya." Setelah itu, perawat itu pergi dan mengambil alat-alat untuk melanjutkan pemeriksaan itu. Mulai dari tes darah dan lainnya. Akan mereka lakukan. Mendengar itu, Ferdinand melihat kearah wajah Syifa yang terlihat sangat pucat dan menatapnya dengan tatapan sedih. "Syifa, apa yang terjadi dengan kamu selama enam tahun ini? Apakah kamu mengalami banyak kesulitan di luar sana?" Ucap Ferdinand yang merasa sangat bersalah, karena dia sudah pernah menyakitinya. Tapi yang dia lakukan karena dia sangat mencintai Syifa dan juga, dia sangat membenci Erick yang statusnya adalah kakak tirinya itu. Saat Ferdinand menggenggam tangan Syifa. Tiba-tiba ponselnya pun berbunyi. Membuat Ferdinand langsung merasa sangat terkejut. Drrrtt … drrrtttt …. Ponsel itu terus bergetar dan suara panggilannya itu sangat khas terdengar di telinganya. "Ada apa ini? Kenapa dia menelepon aku disaat seperti ini!" Ucap Ferdinand. Dia pun melepaskan tangannya, lalu berjalan pergi untuk menjauhi Syifa. Karena dia tidak mau, kalau Syifa mengetahui rahasia terbesar yang dia sembunyikan selama ini. Setelah cukup jauh. Ferdinand pun menekan tombol 'ok' lalu menjawabnya. "Halo, ada apa?" Jawab Ferdinand dengan nada kesal. Dari seberang telepon. Terdengar suara pengasuh yangberumur empat puluh tahun pun menjawabnya, "Halo, pak Ferdi. Ada berita buruk! Bos kecil … dia menghilang dari kamarnya. Kami sudah mencarinya, tapi dia … dia tidak ketemu sama sekali!" Jawab pengasuh itu, dia adalah seorang wanita tua yang mengasuh bos kecil itu sejak bayi. Mendengar itu, Ferdinand langsung marah dan berteriak. "Sial! Kenapa dia bisa menghilang! Apa yang kamu kerjakan selama ini!" Teriak Ferdinand. Dia merasa sangat marah, lalu dia melanjutkan ucapannya lagi, "Tunggu saya! Saya akan kembali sekarang juga!" ucap Ferdinand dan langsung mengakhiri panggilannya itu. Tut … Tut … Tut …. Panggilan itu pun berakhir. Dia pun berjalan mendekati tempat tidur Syifa dan melihat wajah Syifa yang masih terlihat pucat serta matanya masih tertutup sangat rapat. "Syifa, aku pergi dulu! Nanti aku kembali lagi. Kamu harus bangun, karena aku …." Ferdinand tidak bisa melanjutkan ucapannya karena dia tidak bisa mengatakannya lagi. "Sudahlah! Aku pergi dulu!" Ucap Ferdinand, dia mengecup punggung tangan Syifa, lalu meninggalkan kamar rawat itu. Sebelum Ferdinand pergi. Dia memberi perintah kepada anak buahnya, untuk menjaga kamar itu. "Jaga dia, saya tidak mau kalau dia menghilang lagi!" Perintah Ferdinand. Setelah itu, dia pun pergi menuju rumahnya untuk mencari anak kecil yang disebut dengan 'bos kecil' itu. Setelah Ferdinand pergi. Syifa pun membuka matanya, dia sebenarnya sudah bangun sejak mendengar suara dering ponsel milik Ferdinand. Tapi, dia tidak mau kalau Ferdinand mengetahui jika dirinya sudah bangun, karena Syifa tidak mau memiliki urusan apapun lagi dengan dirinya. Setelah membuka matanya, Syifa pun melihat kearah dokter dan juga perawat yang saat ini, sedang memeriksa dirinya. "Dokter, anda tidak perlu memeriksa saya lagi," ucap Syifa sambil bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk. Dokter beserta perawat itu pun langsung merasa terkejut dengan pasien yang tiba-tiba bangun itu. "Kenapa nona? Memangnya anda sudah tahu kondisi tubuh anda ini?" Tanya dokter itu kepada Syifa. Syifa pun tersenyum dan menjawabnya, "Iya! Saya sudah sangat tahu dengan kondisi tubuh saya. Jadi, anda tidak perlu repot-repot untuk memeriksa tubuh saya," jawab Syifa. Dia pun melihat kearah tangannya yang sudah tertanam jarum infus itu. Syifa masih tersenyum lalu mencabut jarum itu. Dokter dan perawat itu langsung merasa terkejut saat melihat itu semua. "Nona, apa yang sedang kamu lakukan?" Itu … itu … itu sangat berbahaya!" Ucap dokter itu dengan nada marah. Syifa masih mempertahankan senyumannya dan tidak membalas amarahnya dokter itu. "Untuk apa ini? Semuanya juga tidak berguna sama sekali. Aku hanya membutuhkan obat untuk kanker. Dengan itu, aku bisa bertahan!" Jawab Syifa dengan santainya. "Hah! Kapan kah aku bisa mati? Aku sudah muak dengan ini semua!" Ucap Syifa, dia tersenyum sendiri. Karena dia tidak sanggup kalau harus hidup bertemu dengan Erick serta terlibat lagi dengan Ferdinand. Belum lagi, keluarga ibunya yang membawa penderitaan itu ke dalam hidupnya. "Hhhmm … dokter! Bagaimana caranya supaya aku bisa cepat mati, tapi tidak ada rasa sakit sama sekali? Apakah anda memiliki obat semacam itu?" Tanya Syifa sambil melihat kearah dokter serta perawat itu secara bergantian. Mendengar itu, dokter dan perawat itu saling menatap satunya sama lainnya. Dia baru kali ini, mendengar satu pasien yang meminta obat bukan untuk sembuh tapi dia ingin mati secepatnya. "Nona, anda jangan bercanda. Anda ini …." Dokter itu belum menyelesaikan ucapannya karena Syifa langsung menyelanya. "Saya sangat serius dokter. Saya sudah bosan hidup dan kalau pun hidup, saya juga hanya akan menimbulkan banyak masalah jadi aku … memutuskan untuk mati!" Ucap Syifa dengan senyuman dingin serta dari sorot matanya terpancar jika dia sangatlah putus asa. Dokter dan perawat itu langsung menepuk dahinya secara bersamaan. "Nona, tolong jangan mengatakan hal semacam itu. Cobaan hidup memanglah sangat berat. Tapi … jika kita bersyukur, maka kita pasti bisa menghargai hidup yang sudah Tuhan berikan untuk kita. Jadi, nona anda jangan bicara seperti itu," ucap dokter itu. Dia pun kembali mengulurkan tangannya untuk memeriksa tubuh Syifa. Tapi Syifa langsung menepisnya. "Tidak perlu memeriksa saya lagi, kalau dokter tidak memiliki obat seperti itu. Saya ingin pergi dari tempat ini, sekarang juga!" Ucap Syifa. Dia pun mencoba untuk turun dari atas tempat tidur itu. Namun, baru satu kaki dia turunkan. Tiba-tiba saja, pintu kamar itu di dorong dengan keras dan hancur saat itu juga. BRAAKKK …. Suara pintu pun terbuka dan pintu itu langsung terbelah menjadi dua. Syifa, dokter beserta perawat yang ada disampingnya pun melihat kearah pintu itu. Ketiganya menatap tanpa berkedip sedikitpun, karena mereka sangat penasaran dengan orang yang berani melakukan kekacauan seperti itu di dalam rumah sakit itu. Dan …. Yang muncul adalah …. -bersambung- Dhini_218 Only on: Dreame n Innovel
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN