Tiga jam pun berlalu dan dokter pun belum keluar sama sekali.
Erick merasa semakin cemas dan sifatnya yang memang kasar dan juga tidak sabaran telah membuatnya kembali dikuasai oleh api emosi.
Dia pun berteriak bahkan menendang pintu kamar, tempat Syifa dirawat.
"Sialan! Kenapa lama sekali! Apakah mereka ingin membunuhnya?!" Teriak Erick dan dia tidak bisa ditahan oleh Felix ataupun para pengawalnya.
Brakkk ….
Suara kaki Erick menendang pintu hingga rusak, telah membuat pintu itu berhasil dia buka.
Erick langsung berjalan masuk dan dia melihat sebuah kekacauan yang membuatnya semakin hilang kendali.
"Apa yang terjadi disini?" Teriak Erick, ketika dia melihat dokter beserta perawat yang lainnya terjatuh diatas lantai dan mereka pingsan semuanya.
Erick langsung merasa panik dan dia mencari Syifa disetiap sudut ruangan itu. Namun, Erick tidak menemukannya sama sekali.
Hingga akhirnya, Erick hanya bisa berteriak sambil mengacak-acak rambutnya.
"Sial! Siapa yang berani membawanya pergi!" Teriak Erick dan dia melihat jika jendela kamar itu terbuka lebar dan Erick langsung melihat kearah sana.
Dia melihat jika, sudah tidak ada jejak apapun disana.
"Sialan! Berani-beraninya dia membawa kabur Syifa!" Umpat Erick sambil memukul kusen jendela itu.
Felix dan pengawal lainnya saling menatap satu sama lainnya. Mereka tidak berani bicara apapun, karena mereka sangat takut ketika melihat bos nya sedang marah seperti itu.
Erick menutup matanya sejenak dan dia membuka matanya kembali. Lalu, di pun menoleh dan melihat kearah Felix dan lainnya.
"Kenapa kalian masih berdiri saja disana? Cepat cari dia dan jika terjadi sesuatu dengannya. Kalian akan tahu akibatnya!" Teriak Erick sambil mengarahkan telunjuknya kearah pintu.
Felix dan yang lainnya langsung menganggukkan kepalanya dan pergi meninggalkan Erick sendirian di dalam kamar itu.
Erick terus berteriak dan terus mengacak-acak rambutnya. Karena dia merasa sangat kesal dan juga sangat marah.
Di tempat lain.
Pria yang membawa Syifa tidak lain adalah Ferdinand.
Dia mengetahui dari salah satu anak buahnya yang sudah terlambat untuk mendapatkan Syifa, karena anak buah Erick lebih cepat menemukannya daripada dirinya.
Ferdinand menatap wajah Syifa yang sudah pucat pasi dan bibirnya sudah terlihat mulai membiru. Serta deru nafasnya mulai terasa sangat lemah. Membuat Ferdinand semakin panik dan dia, dia juga tidak mau kehilangan Syifa begitu saja.
"Syifa! Kamu tidak boleh mati! Kamu harus hidup dan kamu … kamu harus menjadi milikku!" Teriak Ferdinand dengan paniknya. Dia pun menyuruh sopir yang mengemudikan mobilnya untuk segera membawa dia menuju rumah sakit yang lain.
Mobil pun melaju dengan kencang dan selama perjalanan, Ferdinand tidak habis-habisnya berdoa kepada Tuhan agar Syifa bisa sadar kembali.
"Syifa, kamu harus bangun! Kalau kamu tidak bangun, aku akan membunuh Erick. Ya! Aku akan membunuh dia dan kamu, kamu akan kehilangan dirinya!" Teriak Ferdinand dengan nada mengancam. Namun, ucapan dia tidak ada pengaruh sama sekali, karena Syifa tidak bergerak sama sekali, bahkan tubuhnya mulai terasa dingin.
Ferdinand semakin panik dan dia berteriak agar sopir yang membawanya, untuk menambahkan kecepatannya.
"Tambah kecepatannya! Saya tidak mau kalau harus kehilangan dirinya!" Teriak Ferdinand, dia semakin sulit mengendalikan dirinya. Hatinya sakit dan juga terasa sangat hancur, jika Syifa benar-benar meninggal.
"Syifa, aku mohon! Kamu harus bangun! Aku … aku, aku berjanji tidak akan membuat kamu menderita, aku berjanji!" Ucap Ferdinand. Dia memeluk erat tubuh Syifa dan enggan untuk melepaskannya.
Tidak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah sakit yang lain dan Ferdinand segera berlari sambil membawa tubuh Syifa dan menyuruh dokter yang ada disana untuk menyembuhkannya.
"Dokter! Tolong sembuhkan dia, saya mohon! Berapa pun uang yang harus saya keluarkan, saya akan memberikannya. Asalkan dia bisa hidup kembali!" Teriak Ferdinand dan dia terus merasa panik dan dokter hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu dia masuk ke ruangan untuk memeriksa Syifa.
Di luar. Ferdinand langsung terduduk lemas dan dia mengacak-acak rambutnya.
"Kenapa kamu lebih memilih dia? Apa bagusnya dia Syifa? Dia hanya pria dingin dan juga sangat kejam! Tapi kamu … kamu rela mati demi dia!" Umpat Ferdinand. Dia merasa sangat kesal karena Syifa rela melarikan diri dan meninggalkan pesta pernikahan yang sudah dia siapkan untuk Syifa dan Syifa lebih memilih menderita di daerah terpencil yang membuatnya bisa bersembunyi dari Ferdinand dan juga Erick.
"Aarrrghhh … kamu tidak bisa pergi meninggalkan aku lagi Syifa! Tidak! Aku tidak mau, kalau kamu pergi meninggalkan aku lagi!" Teriak Ferdinand dan dia kembali mengacak-acak rambutnya.
Tidak lama kemudian, dokter pun keluar dengan ekspresi wajah yang sangat muram.
Dia pun berdiri didepan Ferdinand dan berkata, "Wanita yang anda bawa, kemungkinan hidupnya sangat kecil dan dia memiliki penyakit yang sangat serius. Dia memiliki kanker stadium dua didalam rahimnya dan dia sepertinya sering mengkonsumsi obat untuk mengurangi pertumbuhan sel kanker itu. Sepertinya dia, dia tidak memiliki semangat untuk hidup lagi," ucap dokter itu. Dia menundukkan kepalanya dan dia juga tidak bisa berbuat apapun.
Mendengar itu, Ferdinand pun bangun dari posisi duduknya dan dia langsung meraih kedua bahu dokter itu.
"Apa! Dia tidak memiliki semangat untuk hidup? Dokter, bagaimana caranya agar dia bisa bangun lagi dan penyakitnya. Kenapa dia memiliki penyakit itu?" Tanya Ferdinand. Dia masih sangat ingat, jika Syifa dalam keadaan sehat dan dia tidak memiliki penyakit apapun. Kecuali, ketika dia memaksa Syifa untuk mengeluarkan bayinya dari dalam rahimnya.
Dokter itu pun menghela nafas panjang dan menjawab, "Dia memiliki luka di rahimnya dan karena daya tahan tubuhnya juga, telah memicu pertumbuhan tumor disana. Sepertinya dia tidak mau dioperasi dan rela mempertahankan penyakit itu didalam tubuhnya serta dia juga, sepertinya lebih memilih untuk meminum obat daripada untuk melakukan operasi itu, karena …," dokter itu menghentikan ucapannya, karena dia merasa tidak tega mengatakannya.
Ferdinand langsung merasa sangat penasaran dan bertanya, "Karena apa dokter? Ayo cepat katakan?" .
Dokter itu menghela nafas panjang lagi dan dia pun menjawab, "Karena sepertinya, dia masih ingin hamil. Karena jika dia melakukan operasi itu, maka rahimnya mungkin harus diangkat dan dia, dia tidak bisa mengandung lagi," ucap dokter itu. Dia juga merasa sangat terkejut, karena dia baru melihat, ada wanita yang rela membahayakan nyawanya demi ingin bisa hamil lagi.
Mendengar itu, Ferdinand langsung merasa sangat terkejut dan dia, kini mengerti dengan perasaan Syifa.
"Hah … dia benar-benar sudah gila. Dia rela mempertahankan rahimnya demi ingin memiliki bayi bersama Erick! Hahahaha … dia benar-benar sudah gila!" Ucap Ferdinand, dia tertawa seperti orang gila dan dia merasa sudah kalah.
"Gila! Dia benar-benar gila! Apakah karena perasaan cintanya terhadap Erick sangat dalam. Sehingga dia rela mengorbankan ini semua? Apakah dia pantas menerima pengorbanan kamu Syifa?!"ucap Ferdinand. Dia sudah tidak bisa berkata apapun lagi, karena Syifa sepertinya sudah tidak bisa dia raih lagi.
Dokter pun menepuk bahunya dan berkata, "Tapi, anda bisa membuatnya memiliki semangat untuk hidup. Mungkin dengan anda membujuk dan berkata dengan kata-kata yang bisa membantunya. Mungkin, dia bisa terselamatkan," ucap dokter itu.
Mendengar itu, Ferdinand langsung tersadar dan dia memang masih ingin melihat Syifa untuk sembuh.
"Benarkah dokter? Jika saya bisa memberi dia sebuah semangat dan dia bisa memiliki semangat untuk bertahan demi kehidupannya. Maka, dia bisa bangun lagi?" Tanya Ferdinand. Dia langsung mengusap kasar Wajahnya dan terlihat, akan ada sebuah harapan walaupun peluangnya memang sangatlah kecil.
"Benar! Lebih baik anda masuk dan bicaralah dengannya," ucap dokter itu dan dia mengantar Ferdinand untuk masuk ke kamar perawatan yang hanya ada Syifa didalamnya.
Ferdinand pun masuk dan di melihat wanita yang dia cintai, sedang terbaring lemah dan matanya masih saja tertutup dengan rapatnya.
Ferdinand pun masuk dan berjalan mendekatinya.
Perlahan-lahan langkah Ferdinand mengantarkan dirinya untuk segera mendekati Syifa dan tidak lama kemudian, Ferdinand pun berdiri tepat disamping ranjang, di mana Syifa sedang berbaring tenang, namun raut wajahnya terlihat sedang merasakan kesakitan yang tidak dapat dijelaskan oleh kata-kata.
-bersambung-
Dhini_218
Only on: Dreame n Innovel