SHINJUKU GYOEN

1579 Kata
Di antara kerumunan mahasiswa lain yang juga memeriksa nama mereka—di kertas yang ditempel—di papan pengumuman, Fitri menemukan namanya di daftar kelas A. Ia juga menemukan nama Sato Ayumi, gadis dari Osaka yang berkenalan dengannya kemarin, di urutan paling bawah di daftar itu. Dari radius sepuluh meter, Fitri melihat Ayumi berjalan ke arahnya. Gadis itu tak melihat pada Fitri, sehingga dirinya mencoba memanggil. “Sato-san!” Ia melambaikan tangan. Mengetahui bahwa dirinya dipanggil Fitri, gadis Jepang itu bergerak mendekat. “Fitri-san, ternyata kamu sudah di sini. Apakah kamu sudah melihat pengumumannya?” “Aku sudah melihat, dan kita berada di kelas yang sama.” Fitri tersenyum semringah. “Wah. Sugoi! Aku senang sekali!” Gadis itu terlalu bersemangat dan tanpa sadar ia menjerit, membuat mahasiswa lain memandangnya dengan tatapan aneh. Ayumi menjadi kikuk. “Ayo, Sato-san, kita cari kelas.” Fitri meraih tangan Ayumi. Gadis Jepang yang masih terlihat kikuk itu hanya manut dengan ajakan Fitri. *** Mereka menemukan kelas tak jauh dari tempat ditempelnya kertas pengumuman. “Hari ini kita belajar Pragmatics dengan Honda Tatsuya-sensei,” ujar Fitri saat memeriksa kertas yang baru diambilnya dari dalam tas. “Semoga dosennya tampan.” Ayumi menanggapi sambil tersenyum-senyum. Ayumi mulai terlihat sifat aslinya—genit. “Kenapa harus tampan?” Fitri menggeleng-geleng sambil berusaha menahan tawa, melihat tingkah teman barunya itu. Baru saja Ayumi berharap dosen yang akan mengajar mereka berwajah tampan, seorang pria yang diperkirakan berumur setengah abad, berkepala plontos, dan berkumis tebal masuk ke kelas mereka. Pria berkacamata besar dan berwajah sangar itu memperkenalkan diri sebagai Honda Tatsuya yang tak lain adalah dosen yang akan mengajar di kelas itu. Ayumi terbelalak, harapannya tak jadi kenyataan. Ia melirik Fitri. Dua gadis itu saling tatap dan sama-sama tertawa, menertawakan kekonyolan ekspektasi Ayumi. Tanpa disadari mereka sudah menjadi akrab. “Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker or writer and interpreted by a listener or reader.” Honda Tatsuya membuka materinya dengan menjelaskan tentang pengertian Pragmatik. Sato Ayumi. Gadis itu tersenyum-senyum sendiri. Matanya terarah pada sang dosen yang sedang serius membawakan materinya—yang sama sekali tak lucu. Lagi pula Honda Tatsuya terlihat bukan seorang tipikal dosen yang humoris. Lantas kenapa Sato Ayumi tersenyum-senyum? Fitri yang duduk di sebelahnya dibuat bingung dengan tingkah gadis bermata sipit dan berlesung pipit itu. Dilihat dari cara ia tersenyum, sepertinya Sato Ayumi sedang jatuh cinta. Fitri memperhatikan Honda Tatsuya dengan saksama. Masa iya Sato-san naksir sama Honda-sensei? Ah ... mana mungkin? Tapi dia, kok, terlihat berbunga-bunga melihat Honda-sensei? “Excuse me, Sato-san, kenapa senyum-senyum?” Fitri melambaikan tangan di wajah gadis Jepang itu. “Ya ampun. Tidak ada apa-apa, kok, Fitri-san. Sumimasen.” Sato Ayumi terlihat salah tingkah. Ia menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum malu-malu. “Mmm ... sepertinya kamu sedang bahagia sekali.” Fitri ikut tersenyum-senyum. Kemudian kembali fokus pada penjelasan dosennya. “Fitri-san, nanti bisa temani aku ke perpustakaan?” Ayumi bertanya dengan berbisik-bisik. Fitri kembali menoleh pada Ayumi dan tersenyum. “Tentu saja aku bisa.” *** Kuliah sesi pertama usai. Seperti rencananya, Ayumi meminta Fitri untuk ikut bersama dirinya ke perpustakaan. Sesampai di perpustakaan. Bukannya segera mencari buku, Ayumi malah terlihat celangak-celinguk ke seluruh ruangan. Ia terlihat kebingungan, seperti tengah mencari seseorang. Di saat matanya berhasil menangkap kehadiran seseorang yang dicari, Ayumi mencolek Fitri yang sedang asyik memilih buku yang akan dibacanya. “Fitri-san, menurutmu librarian yang itu tampan tidak?” Ayumi berbisik sambil menunjuk seorang pemuda—yang duduk di kursi untuk penjaga perpustakaan—yang sedang fokus menatap komputer di depannya. “Mmm ... tampan. Memangnya kenapa? Kamu suka?” Fitri penasaran. “Tadi pagi, saat baru sampai di gerbang aku berpapasan dengan laki-laki ini. Aku sangat terpesona dengan ketampanannya. Aku mengetahui bahwa dia adalah librarian di sini karena membaca di id card-nya.” Ayumi menerawang dan tersenyum-senyum. “Oh, jadi karena ini kamu mengajakku ke perpustakaan?” Fitri tesenyum simpul. “Iya. Dia benar-benar membuatku jatuh cinta.” Ayumi masih terlihat menerawang. “Baru berapa jam proses perkuliahan berjalan, kamu sudah jatuh cinta saja.” Fitri berdecak dan geleng-geleng kepala. “Aduh! Ya ampun! Bukankah kita masih ada kelas dengan Honda-sensei? Ayo kita masuk. Nanti saja kita membacanya.” Fitri meletakkan buku yang baru saja diambilnya ke rak dan buru-buru bergerak menuju pintu keluar. “Aduh, maafkan aku, Fitri-san. Aku lupa bahwa pergantian jam pertama ke jam kedua hari ini hanya selisih sepuluh menit. Maafkan aku.” Ayumi berlari mengekori Fitri. Saat mereka sampai di depan kelas, Honda Tatsuya sedang melanjutkan menjelaskan materinya. Pria paruh baya itu menghentikan kalimat saat melihat dua mahasiswinya berdiri di ambang pintu dengan raut cemas. Ia melirik jam di tangannya dan kembali menatap dua gadis itu dengan tatapan dingin. “Where were you?” “Maafkan keterlambatan kami, Honda-sensei,” ujar Fitri sambil membungkuk, sementara Ayumi mengikuti apa yang dilakukan Fitri. “Okay, just come in. Aku benci keterlambatan, tapi untuk kali ini kumaafkan. Jadi jangan pernah diulangi.” Tatsuya Honda mempersilakan Fitri dan Ayumi untuk kembali masuk ke kelasnya. Fitri dan Ayumi benar-benar malu, apalagi saat teman-teman kelas memandangi mereka seakan-akan mereka tertangkap basah telah melakukan tindakan kriminal. “Fitri-san, i am really sorry.” Ayumi berbisik. “Don’t mention it, Ayumi. Daijobu,” ujar Fitri tersenyum dan tak sengaja matanya menangkap tatapan gadis yang duduk di kursi di belakang mereka, yang masih memandang aneh pada Fitri dan Ayumi, terlebih pada Fitri—mungkin karena dirinya yang mengenakan jilbab. Hari pertama kuliah yang sangat berkesan bagi Fitri, cukup membuatnya sangat malu. Terlambat masuk pada mata kuliah yang dibawakan oleh seorang dosen yang terlihat sangat disiplin—begitulah kesan pertama yang dilihat Fitri—hanya gara-gara menemani seorang teman yang ingin melihat laki-laki idaman. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Sudah saatnya mereka meninggalkan kelas dan kembali ke tempat masing-masing. Fitri dan Ayumi berjalan beriringan meninggalkan kelas mereka sambil melanjutkan cengkerama mereka yang terputus. “Kamu tinggal di mana, Fitri-san?” “Asrama. Kamu?” “Hah! Jadi kita tinggal di tempat yang sama? Kenapa tidak bilang dari kemarin?!” Lagi-lagi gadis bermata sipit yang hobi menjerit itu kembali melengkingkan suara, membuat beberapa orang yang lewat saling mengangkat bahu satu sama lain. “Benarkah? Kamu kamar berapa?” Fitri melirik gadis yang berjalan di sebelahnya itu. “Kamar nomor lima belas. Kamu?” “Nomor tiga puluh tiga,” sahut Fitri. “Kalau begitu kapan-kapan kita pulang sama-sama, yuk,” ajak Ayumi. “Kenapa tidak sekarang saja?” “Hari ini aku ada perlu ke Shibuya. Kamu mau ikut?” Ayumi menawarkan. “Oh, tidak. Terima kasih. Oh ya, aku mau ke kelas Jill dulu, ya, Sato-san.” “Oke. Sampai ketemu lagi, ya, Fitri-san.” Ayumi meninggalkan Fitri sambil melambai. Kemudian gadis itu bergerak menjauh dari Fitri, sementara Fitri menuju kelas Jill. Baru saja Fitri sampai di depan kelas Jill, lagu berjudul This One—yang dinyanyikan penyanyi Jepang, Utada Hikaru—berputar dari ponselnya. Panggilan masuk dari nomor ponsel Jill. “Halo, Jill.” Fitri menjawab panggilan masuk tersebut. Namun, panggilan itu terputus. “Ada apa, ya?” gumam Fitri sambil celangak-celinguk mencari keberadaan gadis bule itu. Namun, kemudian layar ponselnya kembali berkelip-kelip menandakan ada sebuah pesan masuk. Jill yang mengirimkan pesan tersebut. “Fitri. I have a presentation. You don’t need to wait for me. Just go home. OK” Jill tak bisa pulang bersamanya hari ini karena harus menampilkan presentasi. Teman bulenya itu meminta Fitri untuk pulang sendiri ke asrama. Namun, Fitri teringat tentang taman yang ia lihat beberapa hari yang lalu, saat hendak menuju asrama dari bandara, dan berencana untuk pergi ke tempat yang membuatnya terpesona itu. “I wanna go to Shinjuku Gyoen, Jill” Setelah memberi tahu Jill tentang rencananya, Fitri segera menyimpan ponsel. Seperti yang ia katakan pada Jill bahwa dirinya berencana akan pergi ke Shinjuku Gyoen. Sebenarnya Fitri tak tahu akses menuju taman tersebut. “Semoga cukup untuk bayar taksi,” gumamnya setelah memeriksa uang yang tersisa di dompet seraya menyetop taksi yang kebetulan lewat. Ia sangat menyadari bahwa sebagai mahasiswa, naik taksi bukanlah pilihan yang tepat—pada umumnya mahasiswa lebih memilih jalan kaki atau bersepeda—dengan alasan menghemat uang. Namun, karena ia sangat ingin pergi ke Shinjuku Gyoen—taman yang telah memikat pandangan—gadis itu memilih naik taksi tanpa terlalu lama berpikir. Taksi yang ditumpanginya berhenti tepat di depan gerbang Shinjuku Gyoen. Sopir taksi itu menunjuk taman tersebut, memastikan apakah tempat itu adalah tujuannya. Fitri mengangguk senang. Hasrat untuk mengunjungi taman indah yang cukup luas dan terletak di tengah kota di area Shinjuku dan Shibuya itu akhirnya terpenuhi meskipun tak ditemani oleh Jill. Langkah Fitri terhenti saat kamera kecil di tangannya menangkap sebuah tempat duduk. Ia melabuhkan lelah di sana dan mengeluarkan ponsel beserta headset. Entah kenapa bayangan Afash kembali berkelabat di ingatannya. Pemuda itu menatap Fitri dengan senyuman penuh arti, meminta agar gadis itu memasang headset dan memejamkan mata. Saigou no kissu wa tabako no flavour ga shita Nigakute setsunai kaori Ashita no imagoro ni wa Anata wa doko ni ....? Lagu jepang berjudul First Love yang juga dinyanyikan oleh Utada Hikaru terdengar begitu merdu di telinga Fitri. Lagu itu selalu diputar Afash saat mereka masih sering pergi berdua. Afash adalah orang pertama yang memperdengarkan lagu itu padanya—sebelum Afash melamar Nabila. Bayangan pemuda itu semakin leluasa menjamah pikirannya. ********** sensei : guru/Pendidik Daijobu : Tidak Masalah
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN