Jill Taylor

1552 Kata
Mobil Jill terlihat kumuh dan berbau tak sedap. Kendaraan itu sepertinya belum begitu tua, tetapi penampilan di dalamnya yang berantakan menjelaskan bahwa sang empunya tak begitu memedulikan. Benar-benar tak terurus. Ditambah lagi dengan bau-bau asing yang tercium oleh Fitri, membuat isi perut menggulung. Fitri melirik, ke bagian belakang mobil, botol minuman yang sebagian sudah kosong dan sebagian lagi masih berisi penuh terlihat berjajar di sana. Fitri memang belum pernah melihat minuman itu sebelumnya, tetapi ia menyadari bahwa itu adalah minuman beralkohol. Fitri benar-benar tak nyaman dengan semua yang dilihatnya, terlebih saat menyadari Jill mengendarai mobil sambil mengisap rokok yang baru ia sulut. Gadis berambut pirang itu terlihat begitu menikmati setiap isapan. Perlahan gulungan nikotin di tangan Jill semakin memendek. Gadis bule itu membuang puntung ke dalam asbak berbentuk tabung yang terletak menggantung di antara tempat duduknya dan tempat duduk Fitri. Fitri terkejut dan terkesiap ketika Jill melakukan hal tersebut, tersadarlah ia dari mana sumber bau lembab abu rokok yang ternyata menggantung dekat dengan tempatnya duduk. Belum ada satu pun di antara mereka yang memulai pembicaraan. Tiba-tiba, rasa cemas dan curiga menghampiri perasaan Fitri. Pikirannya mulai menggambarkan praduga yang sangat menakutkan. Ia berusaha mencoba mengeja suara. “Apakah kamu utusan dari Universitas Waseda yang disuruh untuk menjemputku?” Pertanyaan yang seharusnya diungkapkannya semenjak di bandara itu akhirnya terucap. “Hei, seharusnya kamu menanyakannya sejak tadi sebelum masuk ke dalam mobilku,” ujar gadis bermata biru itu dengan nada ketus. “Maaf. Hal ini baru saja terpikirkan.” Fitri merasa dirinya sangat konyol saat itu. “Kamu ceroboh sekali, ya,” sindir gadis bule itu sinis. “Maaf.” Fitri merasa tak enak hati. Bagaimana tidak? Orang yang baru ia kenal saja sudah menilai dirinya ceroboh, dan hal itu sangat tepat. Beruntung akhirnya Jill mulai memperlihatkan sikap ramah dan menceritakan bahwa dirinya adalah orang yang akan menjadi teman sekamar Fitri. Jill memang ditugaskan oleh pihak Universitas Waseda untuk menjemput gadis dari Indonesia yang tak lain adalah gadis berjilbab biru yang kini ada di sebelahnya itu. Jill adalah seorang gadis berkebangsaan Inggris yang merupakan mahasiswi semester tiga program S1 di Universitas Waseda dengan jurusan seni rupa. Jill yang awalnya bersikap kaku, perlahan mulai bersahabat. Ia menceritakan banyak hal tentang Universitas Waseda, membuat Fitri semakin penasaran dan tak sabar untuk segera menginjakkan kaki di kampus yang didirikan pada tahun 1882 oleh seorang samurai terpelajar yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang tersebut—Okuma Shigenobu. Tiba-tiba, Jill berhenti menyetir. Ia memegang kepala dan meringis kesakitan. “Aduh … kepalaku pusing sekali. Apakah kamu bisa menyetir?” tanya Jill dengan suara gemetar. Fitri mengangguk pelan. Tiba-tiba, entah kenapa bayangan Afash kembali mengganggu pikiran. Ia teringat saat Afash mengajarinya menyetir. Pemuda itu dengan begitu sabar melatih Fitri sehingga ia bisa mengendarai mobil dengan baik, meskipun Fitri sendiri tak punya mobil. “Bisakah kamu menggantikanku menyetir? Aku akan memandu arahnya,” pinta Jill. “Oke. Akan aku coba.” Fitri membantu Jill untuk pindah ke tempat duduknya. Ia mulai menyetir mobil ke arah yang dipandu oleh Jill. "Apakah kamu sakit, Jill?” “Aku hanya sedikit pusing, mungkin karena sedang hamil,” jawab Jill masih dengan suara gemetar. Kulit putih Jill yang sudah terlihat pucat semakin bertambah pucat. “Ha-Hamil?” Fitri sangat kaget mendengar jawaban Jill, matanya terbelalak dan kedua alisnya terangkat. “Iya. Sudah dua minggu. Dan pacarku meminta untuk aborsi,” jawab Jill santai. “Pa-pacar?! A-aborsi!?” Begitu miris perasaan Fitri mengetahui apa yang barusan didengarnya. “Berhenti di sini sebentar, Fitri.” Sebuah klinik bersalin ditunjuk oleh Jill. “Apa yang akan kamu lakukan di sini, Jill?” “Aku akan melakukan aborsi sekarang.” “Tidakkah kamu kasihan pada bayi tidak berdosa itu?” “Aku sudah sering melakukannya dan ini adalah yang ke empat kali.” Jill tetap santai. Semakin kaget Fitri mendengarnya. Ia berusaha meminta agar Jill membatalkan niat tersebut. “Jill, bisakah kamu untuk tidak melakukan aborsi? Dia tidak bersalah. Dan hal ini juga sangat membahayakan nyawamu. Ayo, kita pulang sekarang,” pinta Fitri dengan suara setengah menangis. “Hei! Kamu tahu apa? Ini urusanku. Jangan ikut campur!” Jill terlihat sangat marah dan membanting pintu mobil dengan keras. Ia berjalan sempoyongan menuju pintu masuk klinik. Merasa tak tega, Fitri keluar untuk membantu. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud ikut campur. Ayo aku antar ke dalam.” Fitri menemani Jill sampai menuju ruangan dokter. Di dalam hati ia terus berdoa agar Jill membatalkan niatnya. Lima menit kemudian Jill keluar dari ruangan dokter. “Dokter bilang kondisiku tidak stabil, jadi aku tidak bisa melakukan aborsi sekarang.” Raut Jill terlihat sangat kesal. Di dalam hati Fitri bersyukur. Paling tidak Jill belum menggugurkan kandungannya, sehingga ia masih punya kesempatan untuk mencoba berbicara lagi pada gadis bermata biru itu agar membatalkan niat tersebut. “Oh. Kalau begitu, ayo kita pulang sekarang. Aku lelah sekali.” “Baiklah. Biar aku yang bawa mobil. Aku sudah tidak pusing lagi.” Jill menanggapi. “Okay.” Fitri mengangguk dan menyerahkan kunci mobil Jill. Mobil berwarna silver itu kembali melaju. Sepanjang perjalanan menuju asrama, mata Fitri terus memandang ke luar jendela, menikmati suasana di Kota Shinjuku, kota metropolitan yang mungkin tak akan pernah sepi dari ingar bingar suara kendaraan dan orang-orang yang berlalu-lalang di sepanjang trotoar. Setidaknya begitulah yang ditangkap oleh netra Fitri saat itu. Entah sudah berapa banyak gedung-gedung pencakar langit, department store, bioskop, hotel, dan bar yang ditemukannya semenjak keluar dari Bandara Haneda. “Apa kota ini isinya cuma gedung?” tanya Fitri pelan, tanpa sadar ia berbicara dengan berbahasa Indonesia yang tentu saja membuat Jill mengernyit bingung. “Kamu bicara apa? I don’t understand.” “Oh tidak. Aku hanya sedang mengungkapkan ketakjubanku,” jawab Fitri sambil mengeja senyum. Sementara Jill hanya membalas senyumannya sambil mengangkat bahu, kemudian kembali fokus ke jalanan. Di tengah keriuhan suasana metropolitan itu, pandangan Fitri terperangkap oleh keindahan sebuah taman di tengah kota yang penuh dengan bunga sakura yang sedang bermekaran. Taman tersebut bagaikan oasis yang menyuguhkan kesejukan dan ketenangan di tengah lebatnya gedung-gedung pencakar langit di Shinjuku. “How beautiful that park, Jill.” Fitri menunjuk taman yang ia maksud. “Shinjuku Gyoen. Do you like it?” tanya Jill “Iya, sangat suka, Jill. Baru saja berpikir bahwa di kota ini aku hanya akan bertemu gedung-gedung tinggi dan kegaduhan suara-suara kendaraan, tapi ternyata prasangkaku tidak benar, karena sekarang aku menemukan taman ini. Aku merasa seakan-akan kamu sedang membawaku keluar dari Shinjuku.” Fitri terlihat bersemangat. “Shinjuku Gyoen atau Taman Nasional Shinjuku merupakan taman terbesar dan paling terkenal di Tokyo. Shinjuku Gyoen sangat terkenal dengan bunga sakura. Taman ini buka dari jam sembilan sampai setengah lima sore,” ujar Jill sambil melirik jam di tangannya. “Sudah jam sebelas. Aku akan pergi makan siang dengan pacarku. Jadi, lain kali saja, ya, aku menemanimu hanami di taman ini.” “Benarkah? Wah, aku senang sekali. Oh ya, bolehkah aku memotretnya dari sini?” tanya Fitri lagi. “Silakan saja.” Fitri mengambil kameranya dan mulai memotret keindahan taman tersebut dari dalam mobil. *** Jill dan Fitri sampai di asrama, tempat tinggal para mahasiswa Universitas Waseda, terutama mahasiswa yang berasal dari negara asing. Asrama yang sangat besar, terlihat seperti hotel. Jill menceritakan sekilas tentang asrama tersebut sambil mengisi dua gelas kecil dengan minuman dari botol yang sama dengan botol yang dilihat Fitri berserakkan di dalam mobil Jill. Ia memberikan segelas untuk Fitri. “Sorry, Jill. Aku tidak minum alkohol.” Fitri mendorong kembali gelas itu pada Jill. “Kalau begitu kamu minum yang ini saja.” Jill melemparkan sebuah teh kotak yang baru saja ia ambil dari dalam kulkas. Fitri menangkap minuman kotak itu dan segera menyeruputnya. Kemudian ia mulai memasukkan barang bawaan ke dalam tempat-tempat yang sudah tersedia di sana. Tiba-tiba, ponsel Jill berdering. Sebuah kontak yang diberi nama “My Special Japanese” tertera di layar gawainya. Dengan berbahasa Inggris, gadis bule itu menjawab telepon. Terdengar ia tengah membicarakan tentang makan siang dan rencananya untuk melakukan aborsi. Sengaja atau tidak Fitri telah menguping pembicaraan Jill. Kekhawatiran tentang Jill yang ingin aborsi membuat ia waswas sendiri. Sementara orang yang dicemaskannya itu terlihat baik-baik saja. Jill menutup telepon dan mengambil kanvas dan peralatan lukis. “Jill, bukannya mau pergi makan siang?” Fitri membuka suara. “Iya, sebentar lagi.” Jill terus melanjutkan aktivitasnya. Fitri bergeming sejenak seperti memikirkan satu hal yang berat. Perlahan dicobanya menggerakkan bibir untuk bertanya. “Jill, ma-maaf … a-apa kamu yakin akan melakukan aborsi?” Fitri bertanya dengan hati-hati. Ia takut Jill kembali tersinggung karena dirinya yang ikut campur. “Tentu saja,” jawab Jill santai. “A-aku tidak bermaksud ikut campur, tetapi aku harus mengingatkanmu. Dia juga berhak hidup, Jill. Kamu ibunya dan sudah seharusnya mencintai, bukan membunuhnya,” ungkap Fitri terbata-bata. Sesuai dugaan Fitri, Jill pun marah padanya. “Who the hell are you!?Kamu orang baru jangan sok mengajariku tentang cinta! Tahu apa kamu dengan cinta?” Jill sangat emosi dan langsung menghentikan kegiatan melukisnya. Gadis bule itu meraih tas dan kunci mobil, kemudian keluar dari kamar dengan membanting pintu sangat keras. *** Fitri bingung akan melakukan apa. Rasa bersalah pada Jill membuatnya tak tenang. Ia ingin meminta maaf pada Jill saat gadis bule itu kembali ke asrama. Ia melirik jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun, Jill tak kunjung kembali. Matanya sudah mulai mengantuk, sehingga Fitri memutuskan untuk segera tidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN