"Aku Kangen ... bisa enggak ingatanmu tentang aku balik lagi ?"
********
Lala mengajak Devan untuk bertemu kakaknya, yang juga turut andil dalam proyek mereka.
Saat melihat siapa kakak Lala, Devan baru sadar, mengapa ia merasa tidak asing dengan wajah Lala, wanita yang baru dikenalnya tersebut.
"Jihan," sapa Devan pada Wanita yang diperkenalkan Lala sebagai kakaknya. Jihan, pernah mengejar cintanya dan juga rekan baiknya dalam menggali informasi penting untuk organisasi dan juga perusahaannya. Walau Devan harus rela digerayangi Jihan, tapi tidak sampai melakukan hubungan terlarang.
"Devan sayang ... aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi, setelah sekian lama tidak berjumpa. Kamu jauh lebih tampan dari terakhir kita berjumpa," ucap Jihan sambil memeluk Devan tanpa rasa risih. Sedangkan Devan membalas pelukan Jihan, hanya sekedar basa-basi saja. Tampak Lala yang tidak suka melihat kedekatan Devan dan Jihan. Bagaimana tidak, karena Lala sangat tahu bagaimana lihainya sang kakak Perempuan dalam merayu pria.
"Aku baik, senang bisa bertemu denganmu lagi," jawab Devan sebagai basa-basi.
Devan tersenyum pelan, andai Rini tahu Jihan memeluknya, bisa-bisa Jihan bakalan jadi rempeyek. Tapi Rini sedang lupa ingatan, mungkin melihat dirinya dan Jihan pun akan biasa saja. Senyum Devan menghilang berganti raut datar kembali.
Mereka ngobrol dan berakhir dengan makan bersama. Jihan baru saja bercerai dari suami ketiganya. Saat ini, ia sudah mempunyai seorang putri.
Obrolan nostalgia itu berakhir, karena Devan berpamitan pulang. Rasanya sangat janggal, ponselnya tidak berbunyi pesan masuk dari Arini. Biasanya Arini akan mengirim pesan bertanya dimana dirinya, atau bertanya mau dimasakin apa, atau sekedar menggoda. Sekarang terasa sangat hampa.
"Sayang ... aku kangen," gumam Devan saat fokus menyetir untuk ke markas menemui Theo, karena ada beberapa hal yang harus dikerjakan.
Devan kembali ke rumah saat tengah malam. Anak-anak sudah tidur setelah dibujuk oleh Arini.
Tampak Arini tengah makan di dapur sambil menyalakan semua lampu. Tiba-tiba saja ia merasa sangat lapar, sehingga memutuskan membuat Mie goreng sebagai lauk untuk nasinya. Karbo lawan karbo, biarlah, batin Arini yang sudah kelaparan.
"Kamu ngapain malam-malam ?" suara Devan memecah konsentrasi Arini yang tengah menikmati Mie layaknya mukbang.
"Aish ... bapak ini ngagetin saja ! saya lagi nyuci, Pak. Sudah tahu lagi makan pakai ditanya lagi apa ?" Ketus Arini sambil menyuapkan mie ke mulutnya.
Devan menarik kursi lalu duduk di depan Arini. Ia mengambil garpu yang tidak digunakan Arini. Mengambil sedikit Mie buatan Arini.
Arini yang merasa terganggu segera menarik piringnya. Tapi sekelebat ingatan muncul di otaknya, ia seperti pernah mengalami, tapi dimana ? jika mengingat terlalu keras, kepala terasa sakit.
"Kenapa main ambil, sih ... bapak kan bisa buat sendiri !" Arini menatap kesal ke arah Devan, mencoba mengalihkan ingatannya.
Devan tersenyum melihat wajah marah Arini. Rasanya seperti Dejavu, kembali ke waktu dulu. Duduk berdua di dapur dan berebut makanan.
"Kamu enggak ingat ya, kalau pernah seperti ini ?" tanya Devan pada Arini yang memang sedari tadi merasa pernah berada di tempat dan keadaan seperti ini. Tapi ia lupa dimana ?
"Enggak ingat, lagian buat apa ingat sama bapak." Arini berbicara demikian tapi hatinya senang melihat Devan. Entah mengapa ia sendiri tidak tahu.
Devan tersenyum sambil menarik piring dari tangan Arini.
"Malam ini temani aku bobok ya ?" ucapan Devan membuat Arini menyemburkan makanan yang ada di mulutnya tepat mengenai wajah Devan.
"Ish ... Pak Devan kenapa m***m sekali ? asal ngomong enggak pakai mikir," ucap Arini sambil berdiri mengambil tisu dan memberikan pada Devan tanpa mau meminta maaf.
"Padahal dia yang ratu m***m," gumam Devan sambil membersihkan wajahnya.
"Pak Devan bilang apa ?" tanya Arini yang masih bisa mendengar gumaman Devan.
"Enggak ada, hanya ngobrol sama nyamuk yang lewat," jawab Devan sambil tersenyum.
"Apa aku buat pingsan saja ya, biar tidak memeluk bantal malam ini ?" batin Devan membujuk. Tapi Devan tentu saja tidak ingin menyakiti Arini dengan ulahnya. Dia harus bekerja lebih keras untuk membuat Arini jatuh cinta lagi padanya, untuk yang kedua kali, dan selamanya.
"Pak Devan kesambet ya ? dari tadi senyum-senyum sendiri ?" Arini sudah berdiri tepat di depan wajah Devan sambil mengulurkan tangan memegang kening Devan.
Devan menikmati sentuhan Arini tanpa melakukan apapun. Padahal dalam hati, ia ingin sekali menarik Arini dan menciumnya hingga pagi. Tapi melakukan itu saat ini, malah akan membuat Arini mengamuk, dan berakhir membencinya. Istrinya ini ratu nekat kalau sudah kesal.
"Hmmm .... Ini, Mie nya kita bagi dua," ucap Arini akhirnya lalu membagi Mie miliknya dan memberikan sedikit pada Devan.
Mereka berdua makan dalam diam.
"Ibu ....." Suara Ray memecah keheningan. Bocah tampan itu masuk ke dapur sambil mengusap-usap matanya. Ia tadi terbangun dan merasa haus. Biasanya di atas nakas selalu ada air putih. Tapi, berhubung Ingatan Ibunya lagi jalan-jalan, maka kebiasaan menaruh air putih di atas nakas menjadi hilang juga.
Ray melihat dapur yang terang benderang sehingga masuk kesana dan malah melihat Papi dan juga Ibunya yang tengah makan dalam diam.
"Ray kenapa sayang ?" tanya Devan sambil membuka tangannya agar Ray masuk ke dalam pelukannya.
"Ray haus," ucap Ray sambil mengadukan kebiasaan Ibunya yang suka menaruh air di atas nakas sebelum mereka tidur.
"Ibu masih sakit, doakan biar cepat sembuh ya," bisik Devan di telinga putranya yang mengangguk. Beruntung kedua putranya tidak cengeng, dan menganggu Arini dengan kerewelan mereka. Devan tahu, ada rasa sedih di hati kedua putra kembarnya, tapi mereka paham saat diberi penjelasan. Walau Ray sempat menangis di awal.
Arini mengambilkan air untuk Ray, lalu mengantar bocah itu untuk kembali tidur. Hatinya ingin cuek, tapi entah mengapa, tiap melihat wajah sedih Ray dan juga Ryu, hatinya menjadi tidak tega. Ada ikatan kuat antara dirinya dan dia anak kembar itu, tapi Arini sendiri tidak tahu apa itu.
Devan membersihkan bekas makan mereka lalu kembali ke kamar. Membersihkan tubuhnya, berganti baju lalu berjalan ke kamar anak-anak. Ia akan tidur di kamar anak-anaknya sebagai pelipur lara hatinya karena tidak bisa memeluk Arini.
Kedua netra Devan berbinar melihat Arini yang tertidur di ranjang milik Ray. Sepertinya Arini menanti hingga Ray tertidur dan ia sendiri juga akhirnya tertidur.
Devan menggendong Ray, memindahkannya ke kasur milik Ryu. Putranya itu menggeliat sebentar, lalu tidur lagi. Setelah menyelimuti putra kembarnya, Devan kemudian merebahkan tubuhnya di samping Arini. Biarlah besok pagi ia mendapat tendangan halilintar, yang penting saat ini adalah bisa tidur sambil memeluk Arini.
"Sayang .... aku kangen," bisik Devan lalu perlahan mulai tidur mengikuti Arini.
********
Mas Devan ... cari perkara. hihi
kiss jauh dari author