Bab 6. Teman, Aku dan Kamu?

1036 Kata
Jayden tersenyum ringan lalu mengecup bibir istrinya singkat membuat Stela seketika membulatkan bola matanya seraya mengusap bibirnya sendiri merasa kesal. "Ikh! Kamu apaan sih, Mas. Main cium-cium aja, gak sopan tau," ketus Stela. "Tadi kamu ngatain aku gak sopan, sebenarnya kamu yang gak punya etika!" "Apanya yang salah? Masa nyium istri sendiri dibilang gak punya etika? Astaga, Stela Manjalita," decak Jayden tersenyum sinis. "O iya aku lupa, laki-laki kayak kamu mana punya etika. Kamu aja gak tau cara memperlakukan istri." "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa karena malam pertama kita?" Stela tersenyum simpul. "Udah gak usah di bahas, aku gak mau mengingat malam yang paling menyakitkan di dalam hidupku itu. Sekarang jawab pertanyaan aku, tadi kamu ngomong apa? Kamu bilang--" "Udah gak usah di bahas, Mas udah terlambat ke kantor," sela Jayden bahkan sebelum Stela sempat menyelesaikan apa yang hendak ia sampaikan. Pria itu berjalan melintasi istrinya begitu saja meninggalkan kamar dengan perasaan campur aduk. Rasa aneh di hatinya benar-benar membuatnya merasa tidak nyaman, berada di dekat Stela membuat jantungnya terasa berdetak kencang, padahal dari semalam pun mereka sudah berada di kamar yang sama meskipun tertidur di tempat yang berbeda. Ya ... Stela lebih memilih tidur di sofa, sepertinya kejadian malam pertama itu masih menyisakan rasa trauma dan Jayden menyesali hal itu. Stela diam mematung dengan perasaan kesal. Dia pun duduk di tepi ranjang tidak ingin keluar secara bersamaan dengan suaminya. Setelah menunggu selama 10 menit barulah dia berjalan keluar dari dalam kamar dengan perasaan kesal. Wanita itu bahkan kembali mengusap bibirnya secara berkali-kali seakan merasa jijik. Dia berjalan menuruni satu-persatu anak tangga dengan wajah masam. "Dasar gak sopan, main cium-cium orang sembarangan. Sebel banget sih," decak Stela berbicara sendiri. "Kamu kenapa, Stela?" tanya Akbar berdiri di ujung tangga. Stela sontak menghentikan langkah kakinya tepat di tengah-tengah tangga menjulang penghubung antara lantai satu dan lantai dua. "Aduh? Kenapa pagi-pagi udah ketemu sama dia sih?" batin Stela seraya menghela napas panjang kemudian melanjutkan langkahnya. "Kamu baik-baik saja? Apa Abangku nyakiti kamu?" Akbar kembali bertanya seraya menatap lekat wajah Stela. "Nggak ko, aku gak apa-apa," jawab Stela datar hendak melintasi Akbar. Akan tetapi, wanita itu terpaksa menghentikan langkahnya saat telapak tangannya tiba-tiba saja diraih kemudian ditarik kasar oleh Akbar. "Saya lagi bicara sama kamu, Stela," ujar Akbar merasa kesal. Stela melepaskan genggaman tangan pria itu. "Lepasin aku, Akbar. Kalau Mas Jayden sampe lihat kita kayak gini, gimana?" Akbar tersenyum simpul. "Ya gak apa-apa, siapa tahu dia bakalan ninggalin kamu dan kamu bisa nikah sama saya." "Dasar ngaco!" decak Stela seraya menggelengkan kepala lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. "Tunggu saya, Stel," pinta Akbar mengikuti wanita itu dari arah belakang. "Saya cuma bercanda, Stela. Astaga! Gitu aja ko marah." Stela tidak menanggapi ucapan Akbar dan semakin mempercepat langkah kakinya. "Oke, saya minta maaf karena udah mengatakan hal yang seharusnya tidak saya katakan," sahut Akbar, tapi masih diabaikan. "Kita berteman aja, gimana?" Stela sontak menghentikan langkah kakinya lalu memutar badan. "Berteman? Aku sama kamu?" Akbar menganggukkan kepala seraya berdiri tepat di depan Stela. "Nggak ada yang namanya teman antara laki-laki dan perempuan. Ingat, aku Kakak ipar kamu dan kamu adik iparku. Jadi, kamu harus bisa ngejaga batasan di antara kita. Kalau tidak, aku bakalan aduin kelakukan kamu sama Mas Jayden," ancam Stela penuh penekanan. "Aduin aja, dia udah tau ko kalau kamu adalah cinta pertama saya," jawab Akbar santai. "Apa? Mas Jayden tau kalau--" Stela terpaksa menahan ucapannya saat melihat Jayden tengah berjalan menuruni anak tangga menuju lantai yang sama dengan mereka. Wanita itu segera berbalik lalu kembali melanjutkan langkah kakinya. Ia tidak ingin terjadi perselisihan di antara kakak beradik karena dirinya. Stela hanya ingin tinggal dengan nyaman di rumah itu dan menjalani kewajibannya sebagai seorang istri meskipun apa yang dia lakukan tidak benar-benar dari hati. Namun, masih ada satu pertanyaan yang mengganjal hatinya, apa benar Jayden mengetahui bahwa Akbar menaruh hati padanya bahkan masih bersikeras mengejar dirinya sampai saat ini? Stela akan menanyakan hal itu nanti. "Selamat pagi, Nyonya Besar," sapa asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan sarapan untuk sang majikan. "Selamat pagi, Bi. Boleh aku tanya sesuatu, Bi?" tanya Stela berdiri tepat di samping meja makan. "Boleh, Nyonya. Anda mau bertanya apa?" "Eu ... Mas Jayden kalau pagi itu biasa ngopi dulu atau langsung sarapan ya?" "Tuan Jayden gak ngopi, Nyonya." "Kalau ngerokok?" "Eu ... ngerokok juga kayaknya nggak deh, selama saya bekerja di sini, saya gak pernah ngeliat Tuan ngerokok, tapi kalau di luar saya gak tau." Stela mengangguk-angguk kepalanya tanda mengerti. Ada rasa lega yang kini terselip di lubuk hatinya yang paling dalam. Suaminya tidak merokok bahkan tidak meminum minuman yang mengandung kafein, itu artinya Jayden menjalani hidup sehat dan mengetahui bahwa menghisap tembakau tidak baik untuk kesehatan. "Syukurlah aku lega ngedenger Mas Jayden gak ngerokok. Jarang sekali ada laki-laki kayak gitu di dunia ini," batin Stela tersenyum ringan. "Kamu lagi apa, sayang? Belum sarapan?" tanya Jayden berjalan memasuki ruang makan bersama Akbar. Stela sontak menoleh dan menatap mereka berdua. Kakak beradik itu benar-benar terlihat tampan meskipun keduanya tidak memiliki warna kulit yang sama. Berbeda dengan Akbar yang memiliki kulit putih, kulit wajah Jayden agak sedikit kecoklatan lengkap dengan alisnya yang tebal. Meskipun begitu, pria bernama lengkap Jayden Cole itu memiliki karisma yang luar biasa dibandingkan dengan Akbar adiknya. "Aku nungguin kamu, Mas. Kita sarapan bareng ya," jawab Stela. Jayden berjalan mendekat kemudian melayangkan kecupan singkat di kening istrinya dengan sengaja hanya untuk membuat Akbar kepanasan. "Kamu apaan si, Mas." decak Stela, lagi-lagi Jayden melakukan sesuatu tanpa seizin darinya. Sedangkan Akbar seketika berbalik lalu berjalan meninggalkan ruang makan dengan perasaan kesal, rasa panas pun terasa membakar hatinya hingga membuat rasa lapar yang semula ia rasakan seketika menghilang. "b******k!" umpatnya seraya merogoh saku jas hitam yang ia kenakan lalu merah ponsel canggih miliknya dari dalam sana. Akbar menghentikan langkah kakinya tepat di tengah-tengah ruangan di mana lampu hias megah bergantung tepat di atas kepalanya. Pria itu menatap layar ponsel kemudian menghubungi seseorang. "Halo, Ilham," sapa Akbar seraya meletakan benda pipih itu ditelinga nya. "Iya halo, Bos," samar-samar terdengar suara seseorang di dalam sambungan telpon. "Gimana, kamu udah dapat informasi yang saya inginkan? Kamu tau siapa-siapa saja direksi di perusahaan yang berpihak sama Abang saya? Kalau bisa, buatkan saya janji dengan mereka siang ini juga." Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN