Bab 6. Tunangan Luka

1281 Kata
Jovanka seolah membeku mendengar ucapan kejam Luka. Ia memberanikan diri sedikit lebih dekat pada pria itu karena ia merasa tak tega dengan pengusiran ini. “Tuan, bagaimana jika memberikan sedikit waktu pada mereka?” Jovanka menatap Luka penuh harap, ia memang mudah tersentuh. "Ya. Nona ini benar, Tuan." Si penyewa kembali bicara dengan kedua tangan tertangkup di depan dadanya. Terlihat sekali bahwa ia rela memohon pada Luka agar tetap dibiarkan bekerja di sini. "Beri kami sedikit waktu saja, Tuan." Luka mendengkus. Ia bahkan tidak menatap Jovanka. “Tidak! Aku akan menyewakan tempat ini untuk sesuatu yang lebih menjanjikan omsetnya. Kalian tidak berkembang sama sekali di sini dan hanya membuat kerugian. Siapa yang ingin makan makanan seperti ini di tempat ini? Akui saja, kalian memang tidak layak untuk menjadi bagian dari Mall Pelangi!” Rahang bawah Jovanka spontan melorot saat mendengar penuturan Luka. Sumpah! Itu kata-kata paling menyakitkan yang ia dengar hari ini. "Luka benar-benar gila," pikirnya. "Pantas saja banyak yang tak suka padanya. Sudah aneh, tak tersentuh dan dia juga kejam seperti ini! Dasar sialan!" “Kami akan berusaha lebih baik lagi, Tuan. Kami janji,” kata si pria itu. “Ini impian kami untuk bisa berjualan di tempat sebagus ini.” Luka menggeleng. “Terkadang kalian harus merelakan mimpi yang sama sekali tidak bisa kalian capai itu. Kalian tidak pantas berada di sini lagi!” “Dasar kejam!” Jovanka menoleh saat mendengar teriakan anak perempuan pemilik gerai. Anak itu begitu cepat merangsek untuk mencapai tubuh Luka dan mencoba memukulnya. "Kenapa Anda harus mengusir kami seperti ini? Dasar pria aneh!" Jovanka berusaha menahan tubuh si anak perempuan, tetapi karena anak itu cukup kuat ia justru ambruk bersamanya. Ia meringis menahan pedih di lututnya dan merasa ngeri karena para pengawal Luka bergerak cepat untuk menahan keluarga itu agar tidak melakukan serangan fisik. "Lepaskan! Aku mau menghajar pria kejam itu!" teriak si anak perempuan yang pinggangnya ditahan erat oleh Jovanka. Tawa Luka seketika terdengar hingga Jovanka meremang. Jovanka menoleh pada Luka yang berjalan mendekat ke arah mereka berdua. "Kau mau menghajarku, gadis kecil? Kau ingin menyentuhku?" tanyanya pada si anak yang gemetar di pelukan Jovanka. "Kau pasti sudah dengar rumor tentangku. Siapa pun yang bersentuhan denganku akan sial. Kau mungkin akan mati jika menyentuh saya. Kau benar-benar mau bersentuhan denganku?" Luka berhasil membuat anak perempuan itu bergidik dan langsung melepaskan diri dari pelukan Jovanka. Ia berdiri gemetar di belakang tubuh ayah ibunya. Sementara Jovanka tidak mengalihkan tatapan dari wajah Luka yang tanpa ekspresi itu. Ia sendiri cukup gentar mendengar ucapan Luka. Bagaimana tidak? Ia sudah menyentuh bahkan melakukan napas buatan padanya. Oh apakah benar ia akan sial dan mati? “Nona Jovanka, buka berkas kiriman Devon,” ujar Luka memecah lamunan Jovanka. “Ya? Maaf?” Jovanka tampak gelagapan sambil berdiri sementara Luka menunjuk ke tabletnya yang tergeletak di lantai. Jovanka bahkan tak sadar kapan tabletnya berada di sana. Mungkin tablet itu terjatuh gara-gara ia buru-buru menahan tubuh di anak perempuan tadi. Dengan cepat Jovanka memeriksa email kiriman Devon dan mulai membaca cepat. Ia menatap Luka dan pemilik gerai bergantian. “Bacakan!” perintah Luka. "Sekarang!" Jovanka terkesiap, ia tidak menyangka Luka sudah menyiapkan sesuatu bersama Devon. Ia berdehem untuk mencairkan kekagetannya sendiri lalu menatap keluarga yang masih gemetaran itu. “Mulai hari ini, kami Heamin Grup membatalkan kerja sama dengan Anda. Tapi, kami akan memberikan kompetensi berupa penghapusan kewajiban membayar tanggungan pajak dan uang sewa yang tertunggak selama beberapa bulan. Dan mulai minggu depan, Anda bisa pindah Lokari Street. Di sana lebih cocok untuk berjualan makanan tradisional seperti ini,” kata Jovanka menerangkan. “Lokari Street?” gumam pria di depan Jovanka. “Tapi itu ....” “Itu pusat jajanan terbesar di kota ini,” tukas Luka datar. “Kami bahkan tidak mampu membayar sewa di sini,” ucap si pria gemetar. “Jangan khawatir,” timpal Jovanka. “Tuan Luka sudah menjamin Anda dan menyiapkan sebuah gerai di sana. Anda hanya harus pindah ke sana mulai minggu depan.” “Benarkah?” Si pria menatap istri dan anaknya bergantian. “Saya akan mengirimkan berkasnya nanti,” kata Jovanka sambil menepuk lengan atas pria itu. Mereka bertiga tampak saling bertatapan dengan haru. Tentu saja ini mengagetkan. Bahkan Jovanka mengira Luka adalah pria dingin yang kejam. "Dia tidak terlalu buruk," pikir Jovanka. “Kita pergi!” Luka memberi arahan pada orang-orangnya dan tentu saja diiringi para pengawal dan Jovanka yang mengekor. Mereka bisa mendengar teriakan terima kasih yang dari keluarga yang baru saja diusir dari Mall Pelangi. Sementara Jovanka menahan bibirnya membentuk senyuman. Ia hanya menatap punggung tegak Luka dan dalam hati ia banyak menyimpan pertanyaan. "Seperti apa sosok Luka sebenarnya? Dia cukup lumayan dan penuh kejutan." Jovanka baru bertemu dua hari, tetapi rasanya pria itu punya banyak hal yang membuatnya penasaran. Di gerai kedua, Luka kembali tanpa ampun melayangkan kata-kata super dingin. Kali ini ia datang di gerai yang menjajakan tas branded. Anehnya aliran uang yang ada di gerai tersebut sangat mencurigakan. Bahkan Jovanka merasa agak curiga. Luka tidak berbicara panjang lebar di sini, ia memutuskan untuk menghentikan kontrak sewa dengan gerai tersebut karena mereka tidak memberikan banyak keuntungan bagi Heamin Grup. Mengakhiri agendanya siang itu, Luka kembali masuk ke mobil dengan Jovanka sebagai sopirnya. Jovanka menatap Luka melalui spion mobil karena merasa pria itu sangat mengesankan. “Tuan! Sudah waktunya untuk makan siang, Anda mau makan apa?” tanya Jovanka. “Kita ke Hotel Sunny. Aku harus bertemu dengan tunanganku,” jawab Luka datar. “Tunangan?” gumam Jovanka. Kedua netranya agak melebar mendengar kata tersebut keluar dari mulut Luka. "Bagaimana Luka bisa punya tunangan? Bahkan dia tidak bisa bersentuhan dengan orang lain apalagi wanita." Otak Jovanka mulai mereka-reka banyak pertanyaan. “Kenapa? Kau tidak percaya aku punya tunangan?” tanya Luka dengan nada mencela. “Tidak, bukan begitu, Tuan,” ucap Jovanka yang tak ingin Luka merasa tersinggung atau marah. “Hanya saja, haruskah saya ikut ke sana jika Anda punya pertemuan pribadi?” “Tentu saja. Itu bukan pertemuan pribadi. Itu juga bisnis,” jawab Luka. “Kau pernah mendengar nama Isabella Archibald?” "Ya, Tuan." Jovanka mengangguk. Tentu saja, ia adalah putri tunggal dari bosnya dulu. Jonathan Archibald yang sangat menyebalkan. “Dia tunanganku,” lanjut Luka. Kembali, rahang bawah Jovanka rasanya hendak jatuh. Ia sama sekali tidak bisa mempercayai hal ini. Sungguh, mereka adalah akan menjadi pasangan yang sempurna seandainya Luka adalah pria yang normal. Bella adalah wanita super cantik, ia putri CEO Rubic Grup yang menjalankan bisnis di bidang perhotelan dan pariwisata. Dan Bella kini digadang-gadang untuk menjadi pengganti ayahnya. Sedangkan Luka, belum lama menjadi CEO dan ia berparas sangat menawan. Hanya saja ia adalah pria yang aneh. Bagaimana bisa bertunangan jika ia tidak bisa bersentuhan? Apakah Bella mau bersama pria seperti Luka? Jovanka tak bisa mengerti sama sekali. Hatinya diliputi rasa penasaran dan ia tak sabar untuk segera melihat pertemuan Luka dan Bella. “Kita sudah sampai, Tuan,” kata Jovanka usai memarkir mobil Luka. “Ya, ayo kita naik,” ujar Luka. “Saya harus ikut ke atas?” tanya Jovanka kaget. “Tentu saja, gadis itu sangat agresif," ujar Luka dengan nada sengit. "Kau tidak boleh membiarkan dia menjamahku sedikit pun, mengerti?” Jovanka mengangguk saja, toh ia begitu penasaran dengan sosok Bella yang disebut. Ia hanya pernah mendengar namanya, melihat beritanya di artikel dan sekali melihatnya datang ke kantor ayahnya—tetapi hanya melihat sekilas. "Aku penasaran, bagaimana interaksi Luka dengan Bella? Apakah Luka mau bersentuhan dengan Bella sama seperti dengan dokter Rensi tadi malam? Mereka bertunangan, seharusnya Luka bersikap normal. Apakah sebenarnya ... Luka bisa bersentuhan, tapi dia hanya pura-pura? Tapi, Luka memintaku untuk menjaga tubuhnya agar tak tersentuh oleh Bella. Ah, benar-benar membuat penasaran saja!" batin Jovanka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN