Iam Sorry

2128 Kata
Selepas kejadian kalung, Vhyung dan aku jadi jarang berinteraksi satu sama lain, dia selalu pergi bekerja lebih awal dan pulang larut. Bagiku itu tidak masalah, karena disisiku dia telah menempatkan kartu kredit sebagai feedback yang kuterima darinya dari pernikahan kami. Sejatinya dia tidak perlu terlalu ketakutan, atau menyembunyikan sesuatu. Toh, dia tak memiliki kewajiban untuk memberitahuku soal seluk beluk kehidupan pribadinya. Aku mengerti dia sedang menjaga perasaan seseorang. Aku tidak terlalu ambil pusing soal itu. Begitupula sore itu, dia pulang lebih awal dari biasanya. Aku tidak menyapa maupun mengabaikannya. Aku hanya memperlakukan dia seperti yang dia inginkan. Dalam beberapa belas menit kemudian aku lihat dia telah berganti pakaian menjadi lebih santai. Ah.. kurasa dia akan berkencan. Dia melihatku sekilas, tapi tidak bicara sedikitpun padaku. Serius, apa dia sedang memiliki dendam pribadi padaku ? untuk beberapa alasan terkadang aku tidak bisa memahami cara pikirnya yang tidak biasa. “Jangan terlalu kentara..” *** Malam itu aku hanya menghabiskan waktu didepan televisi dengan cemilan dan drama korea. Sesekali ekspresi wajahku mengikuti tayangan yang kutonton. Hingga kudengar ada suara deru mesin yang mendekat. Kupikir itu mobil milik Vhyung. Karenanya aku tidak perlu repot menyambutnya. Lagipula aku bukan istrinya sungguhan. Namun baru saja akan rileks kembali dengan suguhan acara televisi aku menyadari ada yang berbeda dari biasanya. “Menantu...” itu suara lelaki dewasa, lekas aku beranjak dan merapikan diriku yang sebenarnya jauh dari kata rapi. Aku sangat kurang persiapan. Entah mengapa aku merasa panik tanpa alasan, seperti seorang menantu sungguhan yang akan menghadapi mertuanya. Sialan. “Ah.. ayah, adik ipar...” kataku pada akhirnya sembari membuka pintu. Raut wajah ayah mertuaku terlihat sangat bahagia berbanding lurus dengan adik iparku yang hanya menyapukan pandangannya dari atas kebawah seperti sebuah mesin scanning. Ini sedikit canggung. Sejak awal adik Vhyung memang kurang sreg denganku. Karena aku yang urakan dan dinilai pemalas. Tapi aku tak bisa menyangkalnya karena itu memang fakta. Pada akhirnya aku hanya bisa menyambut adik iparku dengan senyum seadanya. “Vhyung mana ?” suara dingin itu keluar dari mulut adik iparku. Matanya tak henti melirik sana sini memastikan keberadaan Kakaknya yang memang sedang tidak ada dirumah. Mengabaikan aku yang menyambutnya dengan susah payah. “Dia belum kembali.” “Tapi kau hanya bermalas-malasan disini ?” itu jelas bukan nada suara yang menyenangkan. Sesungguhnya aku tersinggung meskipun itu benar. Aku memang tidak pernah menyentuh alat pembersih rumah dan bahkan menyentuh dapur karena Vhyung menyuruhku untuk tidak memegang apapun. Bukan tanpa alasan. Terakhir aku mencoba memasak, bukan Cuma makanannya yang gosong tapi teplonnya bahkan ikut terbakar. Karena alasan keamanan dia membuat larangan bagiku untuk menyentuh benda-benda didapur. “Sayang, apa yang kau katakan ? kau tidak boleh seperti itu pada kakak iparmu.” Ayah mertuaku buka suara, pria baik hati itu membelaku membuatku bersyukur memiliki dirinya sebagai mertua. Aku tersenyum cerah setelah menerima pembelaan, kemudian mempersilahkan keduanya masuk kedalam. Dan lagi-lagi ketika aku menuntun mereka menuju ruang tamu, aku mendengar adik iparku mendecakan lidah. Serius. Kenapa wanita itu menyebalkan sekali sih ? “Silahkan duduk ayah, adik ipar.. apa ada yang ingin saya suguhkan ?” kataku berlagak layaknya seorang pramusaji, aku sedikit berpengalaman karena dulu aku sempat bekerja sebagai pramusaji paruh waktu dibeberapa tempat untuk mendapatkan uang. Adik iparku mendelik sebagai jawaban. “Aku tidak ingin kau memberiku makanan beracun sebagai suguhan.” Ugh.. sepertinya memang benar jika adiknya Vhyung menaruh dendam kesumat padaku. “Jika ayah ? apa yang ayah inginkan ?” aku beralih pada ayah mertuaku. Pria malaikat itu hanya menyunggingkan senyum dan menggeleng. “Sajikan saja apa yang kamu punya menantuku. Aku akan menerima apapun darimu.” Aku mengangguk lalu pergi kedapur mengambil beberapa cemilan yang tersisa untuk aku sajikan pada mereka berdua. Namun selagi disibukan dengan makanan diam-diam aku mengumpat karena keabsenan Vhyung dari rumah. Kenapa dia harus pergi disaat keluarganya berkunjung ? ini mengesalkan. Apalagi adiknya yang kentara sekali tidak menyukai aku. “Memang ya, akur dengan yang satu yang satunya galak bagai macan.” Aku berkomat kamit selagi mengaduk gula dalam teh yang rencananya akan menjadi minuman pendamping.  Apa kutelpon saja ya ? tiba-tiba aku terpikir pada Vhyung. Menyuruhnya pulang mungkin bisa menyelamatkanku dari keadaan sempit. Vhyung sangat takut  pada ayahnya. Aku tidak mengerti dimana letak hal yang membuatnya takut padahal pria itu sangat bersahabat dan baik padaku. Aku mengotak-atik ponselku kemudian mulai menghubunginya. Butuh waktu yang lama sampai aku menerima dia menerima telpon dariku. “Halo..” katanya sedikit parau. Oh apa ini ? apa aku menghubungi disaat yang tepat ? dalam angan aku mulai berpikir liar. Ini membuatku berdebar karena imajinasiku yang bukan-bukan. Suaranya mengandung sekali sebuah gairah. Seperti seorang pria yang sedang berada diujung tanduk menahan birahinya. “Oy.. kau dimana ? cepat pulang !” kataku cepat dan sedikit bernada cukup tinggi. Bukan marah, hanya saja aku jadi gugup menelponnya begini. Apalagi suaranya yang barusan cukup ya, bagaimana ya. Seksi kurasa. “Kenapa kau— ah..!!” sialan. Desahan apa itu ? aku menutup wajahku dengan tangan. Ini seperti aku sedang berperan sebagai tokoh dalam beberapa adegan dewasa yang biasa ada. Dan kini aku mulai berpikir jika suamiku sedang digerayangi seseorang disana. Oh tidak ini gila. Bisa-bisanya otak fujoshiku meliar begini. “Oy kau tidak apa-apa ?” aku berkata dengan sedikit gugup. Antara khawatir dan penasaran sebenarnya. Bagaimana jika mereka bermain liar sebagai b***k dan tuan ? itu tidak bagus untuk kami. Orang mungkin berpikir jika aku adalah perempuan maniak jika begitu. “Tidak apa-apa.. sudahlah kenapa pula kau menelponku. Jika bukan S.O.S jangan hubungi aku !” dia menjawab setengah kesal. Kurasa dia mendapat tatapan cemburu dari pasangannya. Tapi terserahlah bagiku situasiku sekarang lebih darurat. “Aku tidak peduli sebenarnya kau sedang apa sekarang, tapi ayahmu sejak tadi merongrong aku. Dia bertanya terus kau dimana dan dia menyuruhku untuk menelponmu agar cepat pulang.” Maaf Vhyung aku berbohong demi kebaikan kita berdua. Aku sedikit merasa bersalah sebenarnya. Tapi kalau tidak membawa nama ayah mertua aku yakin dia tidak ingin pulang dan hubungan kami akan canggung selamanya. “A-ayah ?” lihat dia tergagap. Sepertinya berhasil. Aku terkikik saat dia bilang membutuhkanku karena ayahnya saat kami bertemu sebelum menikah dulu. Sebegitu takutnya dia ? “Ya. Oh ya, katakan pada kekasihmu aku minta maaf mengganggu kencan kalian diatas ranjang. Tapi ini mendesak oke ? bye bye.” Aku memutuskan sambunganku dengan segera sebelum mendapat ocehan dari pria itu. Biar dia bicara dengan mulutnya didepanku. Itu lebih baik. Dan untuk kata-kata yang kusampaikan aku benar-benar tulus mengatakannya. “Maaf menunggu lama.” Aku kembali kehadapan mereka dengan nampan berisi secangkir teh dan kudapan berupa cookies yang dibuat Vhyung saat akhir pekan lalu. Dan seperti yang aku perkirakan, ibu mertuaku tidak suka dengan apa yang aku beri. Berbanding terbalik dengan ayah yang nampak berbinar. “Tidak apa-apa menantu. Justru kami yang minta maaf karena kedatangan kami yang tiba-tiba.” Kata ayah ramah. “Saya senang dikunjungi seperti ini. Sebuah kehormatan besar bisa menyambut ibu dan ayah. Tapi karena tidak memberi kabar, saya jadi tidak bisa menyambut dengan cara yang benar.” Kataku. “Apa setiap hari Kak Vhyung seperti ini ?” “Maaf ?” aku melirik kearah adik iparku yang nampaknya tak suka dengan situasi Kakaknya. “Dia pulang larut ?” dia mendecak ketika aku malah menjawabnya dengan tanya. “Iya ibu. Dia bilang sedang berada dalam project karenanya beberapa hari ini dia terlambat pulang.” Lebih tepatnya project cinta. Tapi mana bisa aku berkata begitu kan ? sudah tugasku menyembunyikan hubungan Vhyung dengan pacarnya. “Bagaimana bisa dia mengabaikan istri cantik sepertimu disaat seharusnya kalian menikmati manisnya pernikahan.” Aku bersyukur ayah mertuaku memotong ujaran si kecil bermulut pedas dengan kata-katanya. Lagi-lagi aku terselamatkan. “Saya tidak keberatan ayah. Lagipula kami memahami satu sama lain.” “Kalau kau memaksanya itu sama saja kau istri yang tidak tahu diri.” Hello kenapa pula dengan perempuan ini ? sedari tadi dia tak henti menyindirku, menghinaku, dalam d**a amarahku seperti panci berisi didihan air yang siap kusiramkan padanya. Jika saja aku tidak berada didepan ayah, sudah kusemprot dia dengan ocehanku yang kupastikan lebih menyakitkan dari apapun didunia ini. “Padahal dia tampan, kaya, bisa-bisanya dia menikahi perempuan miskin kampungan yang tidak tahu etika begini. Sangat disayangkan.” Aku hampir saja menganga karena ucapannya barusan. Oh.. luar biasa, ini ajakan perang yang terbuka. Aku tertawa dengan cara yang terpaksa kemudian menepuk pahaku sendiri. Ini lucu, lucu sekali perempuan tidak tahu apa-apa ini. “Lucu sekali adik ipar, lelucon mu sangat bagus.” Kataku, sedangkan ayah mertuaku rupanya cukup peka jika aku sedang menahan diri. “Maafkan putriku ya menantu. Dia memang kurang sopan.” Katanya, sedangkan aku menggeleng sebagai jawaban. “Oh tidak apa-apa ayah. Saya sering mendengar ada beberapa cara yang ditunjukan untuk mendekati seseorang. Saya justru senang karena adik ipar sepertinya sedikit pemalu. Karenanya dia menarik perhatian saya dengan cara seperti ini.” “Ya ampun menantuku. Kamu sangat rendah hati.” “Sinting !” adik iparku lantas berlalu meninggalkan ruang tamu. Aku yang melihat kepergiaanya lantas mengambil kesempatan emas itu untuk memberinya peringatan. Aku meminta izin ayah untuk mengejarnya. Aku mengikutinya yang lantas masuk ke kamar Vhyung. Perempuan itu kemudian memukul-mukul guling sebagai bentuk pelepasan amarah. Apa ini ? kurasa keluarganya memiliki kelainan masing-masing. Apa adiknya Vhyung melihatku sebagai saingan cintanya ? ini diluar dugaan. “Oy.. adik kecil. Apa yang kau lakukan ?” “Jangan bicara padaku.” “Kau pikir aku cukup murah hati padamu ? mana bisa aku diam saja dan hanya mendengar seorang bocah sepertimu bicara soal etika ?” aku mendekat padanya. Lalu memberinya tatapan yang sangat tajam. “Dengar mulutmu itu perlu diajari bicara lagi. Apa perlu aku yang melakukannya untukmu ?” “Kau wanita mengerikan !” “Aku tidak mengerikan. Seperti yang kukatakan setiap orang punya caranya sendiri untuk mendekati oranglain. Dan caraku mendekatimu adalah seperti ini. Jika kau tidak suka, hindari aku semampumu dan jangan usik aku oke ?” “Sudah kuduga kau ini wanita iblis ! kau tidak pantas untuk kakak !” “Kau yang tidak tahu apa-apa soal urusan orang dewasa lebih baik diam. Paham ?” Ah sial sepertinya aku kelewatan lagi. *** “Ayah..” Vhyung menampakan dirinya dengan tampilan yang mencengangkan untuk pria itu. Urat kemarahan langsung muncul didahinya. “Darimana kau ?” Vhyung terhenyak mendengar ujaran sang ayah yang bernada keras. Terlihat sekali pria itu tidak menyukainya. Dia menatap putranya yang pulang dalam keadaan kurang baik. “Aku..” “Apa kau menemui laki-laki itu lagi ?” tanya nya lagi seakan sudah memperkirakan apa yang sudah terjadi pada putranya. “a—ku..” “Dimana otakmu ? kau ingin mempermalukan kita lagi ?” “Ayah..” aku yang selesai dari acara memperingatkan bocah kecil lantas kemudian tampil dalam panggung sebagai penengah. Wajah mertuaku terlihat sangat menyeramkan sekarang. Nada bicaranya juga terdengar sangat berbeda padaku dan pada Vhyung. Kini aku mengerti mengapa Vhyung sangat takut pada ayahnya. Kurasa dia memiliki luka mendalam terhadap pria itu. “Vhyung lelah dia baru pulang bekerja.” Aku menatap tampilan Vhyung yang sepertinya pulang dengan terburu-buru. Dia bahkan tidak benar mengancingkan bajunya. Dan celananya, jelas aku ingat itu bukan miliknya karena terlihat lebih besar dan berbeda dari yang dia pakai tadi sore. Aku menghela napas. Sudah kukatakan padanya untuk tidak membuatnya kentara. “Menantuku. Apa kau tidak marah suamimu pulang dalam keadaan seperti ini ? dia sudah membuatku malu sebagai ayahnya !” aku menggeleng. Tentu saja, aku tidak marah karena hubungan kami bukan untuk saling mencintai. Sebaliknya aku merasa kasihan pada Vhyung yang berharap bisa bebas justru malah makin terbebani. “Saya tidak marah pada Vhyung ayah. Dia sudah bekerja untuk saya, untuk apa saya marah padanya ?” pria itu nampak frustasi terhadap jawabanku. Berbeda dengan Vhyung yang masih membatu. Perlahan aku mendekatinya dan menuntunnya untuk pergi ke kamarnya. “Saya akan bicara dengan Vhyung.” Kataku, lalu setengah menyeretnya untuk pergi. Apa seharusnya aku tidak menelponnya saja ya tadi ? aku jadi merasa bersalah karena sepertinya ayah mertuaku sangat marah. “Kubilang jangan membuatnya kentara.” Kataku setelah hanya kami berdua dikamar. Vhyung menunduk. Untuk beberapa alasan aku merasa bersalah melibatkan ayah mertua kedalam permasalahan kecil kami. Tapi aku hanya ingin dia bisa kembali bersikap normal padaku. Dia terus menghindariku. Dan jelas itu bukan hubungan yang sehat untuk dijalani. “Aku panik.” Katanya lemah. Aku tahu aku ikut andil dalam peristiwa ini. “Maaf aku membuatnya jadi buruk untukmu.” Ini tulus, sebuah ketulusan dariku yang tadinya hanya jail ingin menggertaknya saja. Tak kupikirkan ternyata akibatnya bisa sefatal ini. Dia jujur soal takut pada ayahnya. “Ayah benar-benar marah. Dia membenciku..” katanya lebih frustasi. Aku sesungguhnya tidak pandai memberi motivasi, tapi entah mengapa tanganku justru terulur pada bahunya. Padahal aku sendiri tak tahu fungsinya untuk apa. “Bukan. Kurasa dia hanya khawatir pada putranya.” “Dia tidak bisa menerima perbedaanku.” Katanya lagi. “Tapi aku menerimamu.” “Dia selalu menentang apapun yang kusukai.” “Tapi aku akan mendukung apapun yang kau sukai.” Aku menjawabnya dengan cara berkebalikan. Tapi diluar usahaku untuk menghiburnya aku memang mengatakan sebuah kejujuran. Aku tidak mendustainya untuk membuat dia berhenti memikirkan hal-hal seperti ini. “Bahkan— hikss.. hikss..” lah ? aku mengerjapkan mata saat tiba-tiba kudapati Vhyung menangis sesegukan. Serius dia menangis ? “Oy.. kenapa menangis ? ah elah.. aku tidak punya tisu. Nih lap pakai celemekku saja.” Kataku bingung lalu mengulurkan celemek yang kugunakan sedari tadi sebagai alat untuk mengusap air matanya. “Perempuan bodoh !” dia menepisnya lalu mengusap air matanya dengan tangannya sendiri. Aku tertawa. Kenapa laki-laki perasa sekali ? apa jiwa kami tertukar ? “Aku akan mengurus ayah mertua. Kau tenangkan diri saja disini.” “Noir..” “Ya ?” “Terimakasih sudah membelaku.” “No problem. Itu kan memang tugasku.” Lebih tepatnya aku yang harus menyelesaikannya karena akulah orang yang menulis skenario untuk kejadian ini. “Ah.. Noir, kau kejam sekali pada anak orang..” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN