Vhyung mencengkram serat-serat katun jeans yang membungkus kakinya. Wajahnya dipenuhi ketegangan. Panas terasa meremang dalam tubuhnya, padahal dia sedang tidak meriang. Beberapa pelayan menawarinya beberapa menu selagi menunggu. Lalu si pria memillih coffe latte.
Lima menit kemudian apa yang dipesannya tiba. Cangkir putih porselen diletakan tepat dengan sebuah kertas berisi nomor ponsel yang Vhyung rasa itu adalah milik si gadis pelayan. Dia melirik kearah luar jendela dimana terpasang banner berhiaskan wajah Zay, pria yang dia tunggu sejak tadi kedatangannya. Apa dia terlambat ?
Sepuluh menit. Hingga kemudian tiga puluh menit berlalu. Apa kekasihnya lupa soal janji pertemuan mereka ?
Depresi terselubung mulai naik kepuncak, ekspresi wajahnya menunjukan betapa gelisahnya dia. Dan jangan lupakan pula kontruksi dadanya yang membuat napasnya terputus-putus. Sesak bukan main.
“Lama menunggu ?” entah Vhyung harus berekspresi seperti apa sekarang ketika orang yang dia jelas tunggu kedatangannya akhirnya menunjukan batang hidungnya. Wajahnya yang keras benar-benar seperti dirinya. Zay tidak berubah meski sekarang akan ada jarak diantara mereka karena pernikahan yang Vhyung langsungkan tanpa membicarakannya lebih dulu pada kekasihnya ini. Dan baru kali ini Vhyung punya waktu kosong, karena itulah segera dia menggunakannya untuk bertemu.
“Tiga puluh menit.”
“Kau menghitungnya.”
“Kupikir kau lupa.”
“Aku hanya berpikir apa aku harus menemuimu atau tidak.”
Vhyung kini menengadah pada pria yang menjulang tinggi didepannya. Untuk beberapa saat dia terkesima, namun segera dia mengenyahkan pemikirannya.
“Parfum apa yang kau kenakan ?” dia mengendus “Aroma citrus dan daun mint. Bukan milikmu..”
“Eh ?” Vhyung dibuat ternganga. Apa mungkin dia salah mengenakan colonge dilemarinya ? dia tidak terlalu memperhatikan karena sangat terburu-buru dan terlampau antusias untuk bertemu dengan Zay. Tapi berkat kecerobohannya sepertinya Zay kini marah padanya. Ekspresi pria itu berangsur datar. Tetapi terdapat kilatan di iris matanya, mencekam.
Atmosfer mendingin.
“Apa kau melakukan sesuatu dibelakangku ?” suara baritone nya terdengar dalam. Vhyung kehilangan sejenak cara untuk berkomunikasi. Namun belum sempat Vhyung memikirkan alibi seperti apa yang harus dia ujarkan. Tangannya keburu ditarik paksa. Hingga Vhyung setengah membungkuk dihadapan pria yang lebih tinggi darinya itu.
“Ikut aku !” itu bukan sebuah kata biasa melainkan perintah. Perintah seorang pimpinan. Vhyung dengan mata bulatnya dibuat terhipnotis. Dituntun pria yang sudah menjadi kekasihnya itu meski dirinya berjalan terseok-seok melewati puluhan pasang mata yang menjadi saksi kebrutalan sang kekasih.
Keluar dari kafe, jemari yang melingkari pergelangan tangannya bertransformasi menjadi sebuah cengkraman burung elang pada mangsanya. Tarikan yang kencang.
“Sakit ! H-Hei...” bayangan gelap menukik tajam, sepasang matanya yang hitam kelam seolah mampu menembus dirinya. Ikut aku atau mati kurang lebih seperti itu analogi yang bisa Vhyung buat pada ekspresi tak santai kekasihnya. Zay sedang berada dalam titik cemburu buta, sudah lama sekali Vhyung tak menggigil ketakutan. Sudah lama sejak dirinya hampir ketahuan menjalin kisah cinta diam-diam ini oleh keluarganya. Sudah lama sekali sejak dirinya bisa lepas dari kecurigaan kelurganya soal orientasi seksualnya yang berbeda.
Pria itu mendesis lagi “Vhyung...”
Vhyung spontan mengigit bibir bawahnya. Berkata cepat “Maafkan aku Zay..”
Pria itu berhenti. Menatapnya dengan pandangan nanar “Kau lelah bersamaku ? kau tidak mencintai aku lagi ?”
Vhyung memandang pria itu secara berani tepat dimatanya.
“Bukan begitu..”
Fatal. Dia tahu jika dia baru saja melakukan sebuah kesalahan yang tidak akan bisa kekasihnya maafkan.
“Vhyung..”
Tubuhnya ditarik paksa kearah pria itu, dimana Vhyung bisa merasakan uap panas yang berbau menthol didepan wajahnya sebelum akhirnya dia dibenturkan kembali.
“Mungkin kau perlu diciprati pelumasku supaya otakmu kembali beres.”
***
Jari jemarinya yang panjang siaga dengan lembut mengelus, membelai, merayap terus hingga tiba dipersimpangan rahang tegas pria itu. Lalu dengan sekali sentakan menekannya agar pria itu mendekat. Sebelah tangannya dia gunakan untuk meremas surai pria itu hingga sedemikian keras. Sebab si pria berhasil mendaratkan bibirnya dipersimpangan leher yang sejak tadi sudah mengganggunya. Bahkan dia tak memprotes sama sekali ketika pria dibawahnya meremas keras surai kesayangannya. Yang ada dia merasa puas mendengar rintihan dari pria itu. Dia berseringai ketika melihat dengan jelas penampakan pria dibawahnya. Wajahnya sudah memerah, ditambah napasnya yang tersenggal menampilkan kesan seksi yang tak bisa disembunyikan.
Lalu kemudian mereka saling mendekat, merapat, merasakan dan mulai membaur satu sama lain untuk merasakan sensasi kulit ke kulit. Merasakan hangatnya tubuh masing-masing. Rasa panas saling menghantar, biar udara diluar sana beranjak mendingin.
Tak sabar, tangan tangan besar itu merenggut kemeja motif kekasihnya. Berebut satu sama lain untuk membongkarnya hingga bagian atas pria dibawahnya polos tak bersisa. Memeperlihatkan tubuh indah yang selama ini dipujanya bak pahatan dewa dan tanpa cela. Bahkan tak sadar dia mesti meneguk ludahnya berkali-kali.
“Zay..”
Pria itu mulai menjerit kecil kala tangan besar kekasihnya merambat pada bagian atas tubuhnya. Memilin kecil puncak dadanya. Rasa nikmat itu menjalar ke seluruh syaraf tubuhnya hingga dia dibuat melayang terlampau tinggi. Merasa pria diatasnya membutuhkan perhatian, tangan panjangnya lantas bergerak aktif meski dipaksakan karena tangannya sendiri bergetar sebab menahan kenikmatan. Dia yang duduk dipangkuan si pria kembali menggerakan jemarinya. Sungguh ini diluar prediksinya. Zay yang marah padanya, kini memanjakannya dengan cara seperti ini. ini hal baru baginya, sejauh ini mereka tak pernah bersentuhan.
Hingga akhirnya Vhyung berinisiatif untuk melahap bibir pria didepannya. Meyakinkan dirinya jika sesungguhnya dia tak bisa jauh dari kekasihnya ini. Bibir mereka kembali saling menempel. Wajah kecilnya nampak sedikit kesulitan dengan tempo Zay yang nampak terburu-buru dan berhasrat. Sungguh saat intim seperti ini amat berharga untuk keduanya. Dan mungkin ini justru akan menjadi malam pertama bagi Vhyung.
Sialnya lagi Vhyung merasa tangan Zay bergerilya didadanya memanjakannya dengan cara yang aneh tapi dia menyukainya. Semakin tambah berani karena kini tangannya mulai merambat kebawah sana. Meremas pelan diluar celanya. Vhyung mulai merasa dibuat gila sekarang.
Pria itu menjauh sementara untuk melihat ekspresi Vhyung yang telah melemas karena segala sentuhannya.
“Aku mencintaimu... Vhyung.” Bisiknya lirih, seolah kemarahannya beberapa saat lalu menghilang begitu saja.
Vhyung tak mengerti dengan dirinya sekarang. Dia berharap untuk segera keluar dari dunia ini. Tapi ketika pria disisinya menyatakan cinta, dia seolah tak bisa beranjak barang sejenak. Vhyung menyukai moment dimana pria ini memperlakukannya dengan cara yang lembut, dia juga suka ketika namanya disebut pria itu seolah namanya memang sengaja tercipta untuk dipanggil olehnya dengan cara seperti ini.
“Aku juga..” bisiknya lirih.
Zay melepas pakaian atasnya dengan terburu-buru lalu mendorong Vhyung hingga pria itu terjembab diatas ranjang. Oh.. sungguh betapa sempurna Tuhan menciptakan sosok Zay untuk dipandangnya seperti ini.
Tak puas dengan itu, Zay menurunkan wajahnya hingga tiba disudut leher Vhyung. Berlama-lama bermain disana dan berpuas diri setelah menghasilkan bercak kemerahan disana. Vhyung hanya bisa merintih ketika kekasihnya melakukan itu padanya. Tapi dia tak bisa menghentikan pria itu. Dia terlalu takut menghentikannya. Mungkin karena ini pertama kalinya dia disentuh oleh pria dengan caranya yang seperti ini.
Tapi demi apapun, Vhyung tak bisa dibuat tak terpesona pada setiap polah pria itu untuknya. Keposesifan dan overprotektifnya pria ini membuat Vhyung tak bisa begitu saja melepaskan diri.
Tak sabar, pria itu menarik paksa celana yang masih terpasang apik dipinggang Vhyung. Saking buasnya dia celana milik Vhyung harus robek. Dan setelah selesai dengan celananya, kini dinding pertahanan terakhir pria itu. Dan seolah dituntun naluri, Vhyung mengangkat sedikit tubuhnya untuk mempermudah tugas Zay melucuti dirinya. Celana terakhirnya kini berada dipergelangan kakinya. Kini pria itu mengangkat tubuhnya untuk kembali didudukan dipangkuannya. Lalu dengan jahil pria itu menggosokan tubuhnya dengan milik Vhyung, membuat kekasihnya gemetar tak karuan. Setiap rangsangan yang Zay buat untuknya membuat dia dilanda pusing hebat. Desahan kecil muncul dibibirnya, membuat Zay semkain b*******h.
Milik Vhyung mulai mengeluarkan cairan basah, Vhyung semakin mendesah hebat.
“Z-Zay...” paraunya. Wajahnya sudah memerah. Terlalu merah malah. Matanya meredup, bibirnya bergetar menahan sensasi luar biasa. Zay bisa mengerti. Sepertinya pasangannya sudah tidak tahan lagi.
“Iya sayang ?”
Pelan-pelan, Zay membaringkan Vhyung diatas ranjang. Pria itu sudah pasrah menerima apa saja. Oh ya.. sebetulnya tujuan utama mereka berada ditempat ini adalah untuk berbicara soal pernikahan yang terjadi antara Vhyung dan Noir serta alasan Vhyung melakukannya. Namun semua itu terlupakan sudah saat Zay menyerangnya begitu saja.
Zay menatap sajian bon apetite dihadapanya dengan wajah yang menyiratkan kelaparan. Pria itu sudah selesai dia telanjangi. Melihat wajah Vhyung yang memelas, pun melemah membuat sisi liar dalam Zay merongrong tak karuan untuk segera menuntaskan kegiatan mereka. Dia bersumpah sangat mencintai pria ini. Dia sangat menginginkannya.
Zay mulai menurunkan celananya. Mempersiapkan miliknya yang sudah siap dalam mode tempur. Dia menyeringai. Sedikit lagi...
Drrrttt... Drrttt...
Vhyung terkesiap menyadari ponselnya yang dia taruh diatas meja dekat sisi tempat tidur bergetar hebat. Pria itu lantas setengah melompat mengambil ponselnya. Demi apapun, Zay dibuat kesal bukan main dengan Vhyung yang terlalu peduli pada ponsel daripada acara mereka. Zay memaksanya kembali untuk berada dipelukannya.
“Tu—tunggu dulu aku perlu mengangkat teleponku dulu.”
“Biarkan saja.”
“Tidak bisa !” Zay berdecak sebal ketika Vhyung menolaknya. Pria itu dengan enggan melepas kungkungannya pada Vhyung.
“Halo..”
“Oy.. kau dimana ? cepat pulang !” suara berdenging itu membuat Zay mengerutkan alisnya. Jelas-jelas itu suara seorang wanita. Sejak kapan kekasihnya dekat dengan wanita ?
“Kenapa kau— ah..!!” merasa diabaikan Zay lantas memeluk tubuh telanjang Vhyung dari belakang lalu memberinya sebuah gigitan dilehernya.
“Oy kau tidak apa-apa ?” suara wanita itu terdengar khawatir diujung telepon.
“Tidak apa-apa.. sudahlah kenapa pula kau menelponku. Jika bukan S.O.S jangan hubungi aku !”
“Aku tidak peduli sebenarnya kau sedang apa sekarang, tapi ayahmu sejak tadi merongrong aku. Dia bertanya terus kau dimana dan dia menyuruhku untuk menelponmu agar cepat pulang.”
“A-ayah ?”
“Ya. Oh ya, katakan pada kekasihmu aku minta maaf mengganggu kencan kalian diatas ranjang. Tapi ini mendesak oke ? bye bye.” Mendadak nada terputus, kini Vhyung menoleh kearah Zay dengan tampang menyesal.
“Dari istrimu ?” Vhyung menggeleng. Tapi dia sepertinya tak ingin memberikan penjelasan apa-apa soal seseorang yang mengganggu aktivitas mereka.
“Sepertinya aku harus pulang. Ada hal yang harus kuurus.”
Zay tak berkomentar, kecuali memunguti pakaian yang berserakan dilantai untuk kembali dipakai pria itu. Kecuali celana yang sudah dia rusak. Dia bergegas mengambilnya dari lemari pakaian miliknya.
“Pulanglah..”