Pengaturan

1877 Kata
Aku membuka mulutku beberapa detik hingga kesadaranku dapat pulih seperti semula. Konyol sekali pembicaraanku dengan Vhyung semalam. Aku bahkan tak bisa memutuskan apa itu mimpi atau kenyataan. Tapi, dengan keputusan yang sudah kuambil aku tidak menyesal sama sekali. Menikah dengan sahabatku akan dapat membuatku bebas dalam hidup. Vhyung seorang designer jadi aku rasa untuk soal ekonomi aku tidak perlu khawatir. Untuk masalah cinta ? cinta akan datang dengan sendirinya. Tapi kalau harus jatuh cinta dengan Vhyung ? tidak akan pernah terjadi ! aku menolak mimpi buruk itu. Skenario terburuk dalam hidup. Aku tertawa, pantulan diriku dicermin terlihat dungu. Lebih baik aku memikirkan keuntungan apa saja yang aku dapatkan jika menikah dengan Vhyung. Kebebasan berekspresi dan bebas dari beban cari uang ? sudah pasti ! itu artinya ceklis. Kecukupan dari segi ekonomi ? tidak perlu ada keraguan. Aku yakin dia pria tajir melintir. Suami tampan ? Vhyung itu adalah pria paling tampan yang dekat denganku bahkan diantara tiga generasi saat zaman sekolah dulu. Walau.. dia menyimpang dari segi ‘kesukaan’ yang sialnya hanya aku yang tahu soal itu. Keputusan terbaik dalam hidup. Dengan ini aku bisa melupakan sepenggal masa lalu dibelakang dengan senyum cerah. Soal status sebagai seorang janda pun sudah tidak akan jadi gunjingan masyarakat. Toh, aku sudah dipersunting pria hebat dari segi luarnya. “Oy dimana ?” adalah sapaan halus yang aku terima dari si calon suami. Alasan aku berkutat lebih awal pagi ini didepan cermin adalah untuk bertemu dia. dan panjang umur Vhyung menelponku. Dia terlihat cukup bersemangat soal ide pernikahan ini. Mungkin jika kubayangkan wajahnya sudah bak orang semangat empat lima memperjuangkan kemerdekaan bangsa. “Sebentar. Aku perlu waktu untuk berdandan.” Bisa kubilang saat ini aku sedang disibukan oleh kedua tangan yang apik bermain di eyeliner dan kepala miring mengapit ponsel. “Eyy.. sudahlah, lewatkan soal itu. Mau cantik mau tidak aku tetap tidak akan suka padamu.” Suara disebrang sana terdengar bosan bukan main. Aku tak suka dengan responnya itu. “b******k ! setidaknya hargai aku sebagai wanita bodoh ! aku melakukan ini bukan untukmu tapi aku Cuma tak mau tampil jelek diluar sana.” “Lima belas menit. Jika tidak datang kontrak batal.” Persetan aku tak lagi mau peduli soal penampilanku. Aku menyambar ikat rambut dan mengikatnya asal. Tak lupa tas yang kemudian tersampir dibahuku. “Cih sialan !” derap langkah mulai kulajukan. Hanya dengan setelan kemeja dan celana jeans dipadu dengan sepatu sneaker. Aku menggerutu sepanjang jalan. Kenapa pula dia perlu terburu-buru hanya untuk sebuah pertemuan ? *** “Kau terlambat !” aku menghela napas dengan kasar ketika sambutan itu kuterima. Tapi wajahnya berubah menjadi tawa tatkala melihat aku mendekat padanya. “Gaya apa itu ? make up baru ?” “Kan gara-gara kau sialan ! ini memalukan. Bahkan aku belum sempat membuat eyeliner untuk mata sebelah kananku.” “Terimakasih aku terhibur.” “Terhibur ? biarkan aku memukul kepalamu dengan batu !” “Oke kita langsung kepembicaraan kita saja.” Dia menghela napasnya sebelum memutuskan untuk bicara panjang lebar denganku. “Aku akan membuat perjanjian, kita tidak menikah sungguhan dan hanya menikah diatas kertas. Saat kita mencapai puncak kebosanan dan lelah atau kita menemukan pasangan kita masing-masing, kita akan bercerai tanpa perlu persetujuan kedua belah pihak. Bagaimana ?” Cukup bagus, aku juga merasa tak perlu terlalu lama menjadi lintah bagi Vhyung. Meski aku begitu menyukai uang, tidak berarti aku harus menghisap seluruh uangnya seperti vampire yang kelaparan akan darah manusia kan ? “Setuju.” Aku menjawab dengan simple. Aku dan dia menghela napas lega. Ini akan segera dimulai sebagai bisnis yang saling menguntungkan. Tidak ada janji sehidup semati, atau cinta yang menjadi pondasi pernikahan pada umumnya. Semuanya berawal dari kertas dan akan berakhir pula diatas kertas. Tidak akan ada penyesalan maupun rasa sedih. Kita melakukannya atas dasar persahabatan dan saling membantu bukan semata dari orang asing. Aku berharap tidak akan ada skenario yang terburuk. Jatuh cinta ? semoga aku tidak mengalaminya. Karena jika terjadi, aku akan menjadi perempuan paling menyedihkan sedunia. Mencintai pria gay adalah siksaan. Sebab itu artinya aku akan bertepuk sebelah tangan seumur hidup. Membayangkannya saja sudah membuatku ngeri bukan main. “Omong-omong apa kita perlu berjabat tangan untuk meresmikan perjanjian diantara kita ?” Vhyung menepuk jidatnya sedang aku tertawa atas responnya. “Kuharap penyakit bodohmu tidak menular selama kita tinggal bersama nanti.” “Ya.. semoga tidak.” Aku dengan santai memukul pelan lengannya. Dia tak terganggu dengan sentuhanku. Padahal faktanya jika perempuan lain yang menyentuhnya dia akan bereaksi berlebihan. Entahlah mungkin seperti katanya, aku adalah pengecualian. Bisa dibilang eksistensiku sebagai seorang perempuan telah terhapus. Dia memandangku lebih sebagai rival daripada lawan jenis. “Apalagi yang perlu kita urus ya ?” Katanya berpikir, aku menggeleng sembari memilih untuk memandangi wajahnya. Dilihat-lihat fitur wajahnya memang mendukung sekali. Dia tampan. Pria yang memiliki segalanya kecuali dari segi seksual yang tak wajar. Untuk yang terakhir aku menyesal. Untuk apa tampan tapi kalau pejantan dihadapanku ini bahkan tak tertarik pada seluruh umat manusia berjenis kelamin perempuan didunia ? “Bukannya kau pernah menikah ? katakan sesuatu untuk memberiku petunjuk lah ! gunakan kepalamu untuk saat seperti ini. jangan Cuma mau uangku saja.” “Cih !” aku bersungut kemudian, lalu memutar kembali ingatan pahitku bersama mantan suami disaat persiapan pernikahan kami. Ada banyak hal yang kami persiapkan saat itu. Tapi dari sebagian besar hal yang bisa membantu Vhyung celakanya aku justru diingatkan pada hal-hal pahitnya saja. Membuatku malas untuk mengulang memori yang sejatinya ingin kuhapus selamanya dalam otakku. “Sebagai calon suami yang baik, kau perlu memilihkan gaun pengantin untukku, pernikahan juga perlu cincin. Dan oh ya aku ingin yang emas ya, harus bermata berlian.” Aku menjelaskan apa yang paling membuatku tertarik dari sebuah pernikahan sebagai seorang perempuan. Minus dekorasi mewah dan cantik karena bagiku itu hanyalah konten penghambur uang. Akan lebih baik itu diabaikan dahulu untuk sementara. “Kau ini benar-benar mau memerasku ya ?” Vhyung merasa terganggu dengan ucapan cincin emas bermata berlian yang aku katakan padanya. Tapi, sebagai seorang pria yang menginginkan wanita diperlukan modal. Dan apa yang harus dia korbankan itu kurasa cukup sepadan dengan status dan rahasia yang kupegang darinya. “Mau atau tidak ? kalau tidak mau ya sudah aku Cuma perlu membatalkan apa yang kita janjikan.” Vhyung terlihat kini sedang dirundung oleh sesuatu dalam dirinya. Segala usaha yang dia buat untuk menarik aku dalam bujuk rayunya mungkin sedang berada diujung tanduk. Tapi masa bodo. Dalam situasi ini dialah yang sepenuhnya menginginkan aku, makanya aku perlu sedikit menaikan harga dalam bisnis ini. Dia mengerucutkan bibirnya. “Baiklah Cuma perlu itu saja ?” Vhyung menyerah. Ancamanku berhasil, dan aku tersenyum menang karenanya. Sedikit rasa sesal kurasakan. Kenapa tidak sekalian tadi aku minta gelang dan kalung emas juga ya ? kurasa dia akan membelikannya secara Cuma-Cuma padaku sebagai mahar meski atas dasar keterpaksaan. “Kau ingin pernikahan yang seperti apa memangnya ?” aku bertanya, karena sepertinya dia tak puas hanya dengan dua saran dariku saja. Memang bukan hanya itu sebenarnya. Tapi, untuk pernikahan yang utama adalah cincinnya saja sebenarnya. Juga janji yang diucapkan kedua mempelai. Meskipun untuk yang satu itu aku dan dia telah melanggarnya karena bermain-main dengan sumpah. “Pernikahan yang membuat kita seperti pengantin sungguhan.” Pengantin sungguhan ? kurasa hanya diperlukan akting untuk soal itu. Karena itu aku lebih tertarik pada opsi menonjolkan kemesraan daripada kemewahan. “Entahlah, aku tidak ingin kau membuang uangmu hanya untuk pesta. Lebih baik kau berikan uangmu padaku seluruhnya, dan aku akan membuat kau menjadi seperti pengantin pria sungguhan.” Dengan kata-kata dariku wajahnya berubah ngeri, sepertinya Vhyung baru saja membaca pikiranku. Dan itu lebih bagus karena aku juga tak ingin repot-repot menjelaskan dengan rinci padanya. Karena jika aku mengingat tentang itu, masa laluku akan ikut muncul dan wajah si b******k akan kembali timbul padahal aku sudah sangat ingin mengenyahkan dirinya lebih apapun dari dunia ini. “Aku punya firasat buruk.” Katanya, wajahnya jelas memperlihatkan sikap waswas seolah aku akan menjadi pihak c***l yang berusaha memperlakukannya dengan cara yang tidak senonoh. “Percaya saja padaku. Aku bukan orang m***m yang akan menyentuhmu. Lagipula yang seharusnya khawatir itu aku kan ?” dia mengernyitkan dahi seolah perkataanku tak masuk akal. “Untuk apa kau khawatir ? kau tahu jelas orientasiku bukan padamu.” Katanya sembari mengibaskan tangan dengan santai. Aku tertawa pada responnya. “Bisa saja kau tergoda dan khilaf ingin mencicipi tubuhku yang seksi kan ?” “Dalam mimpimu bodoh ! membayangkan menyerangmu saja aku sudah jijik.” Katanya begidik. Entahlah ketika dia mengatakannya aku tak tersinggung, tapi jika saja dia pria ‘normal’ mungkin aku akan menghadiahinya sebuah pukulan dengan cinta sebagai tanda terimakasih atas ‘pujiannya’ padaku. *** Renji memandang undangan yang dia terima, bahkan membolak-baliknya seakan tak percaya. Noir menikah ? mantan istrinya yang mencintai uang itu akan menikah kembali padahal baru beberapa pekan sejak mereka resmi bercerai ? dia tak bisa mempercayainya. Ini terlalu mendadak. Bahkan bisa dibilang sangat mendadak. Apa Noir berselingkuh dibelakangnya sebelum perceraian terjadi sampai dia bisa menikah dengan mudah ? “Sampai sejauh mana kau mau menyakitiku heh ?” Renji tersenyum miris. Wajahnya semakin tertekuk. Entahlah.. bahkan ada satu hal yang belum dia sampaikan dengan benar hingga detik ini. sebuah permintaan maaf yang masih mengganjal di hatinya. Pernikahan mereka berakhir dengan kesalahpahaman. Apalagi yang tersisa selain rasa bersalah ? *** “Aku mendapat undangan pernikahan dari Vhyung. Apa kamu menerimanya juga ?” Riruka tersenyum miris, tatkala dia memamerkan surat undangan yang dia dapat. Meski itu adalah kabar gembira tapi kedua orang perempuan itu tak bisa bersuka cita atas kabar itu. Sama sepertinya dia juga adalah korban perasaan dari Vhyung. Ya, sosok dihadapannya adalah Hime perempuan yang memiliki nasib yang sama. Dicampakan sebelum memiliki. Bahkan berjuang. “Hime—“ Perempuan yang dahulu disebut sebagai blasteran bidadari surga itu terlihat gugup ketika memegang undangan miliknya. “Aku tidak apa-apa, aku bahagia dengan kabar ini. Noir kan sahabat Vhyung sejak dulu, jadi tidak aneh jika mereka bersama pada akhirnya.” Hime tersenyum hingga matanya menyipit layaknya bulan sabit. Tapi Riruka tahu itu bukanlah sebuah senyuman tulus, sejak menerima penolakan dari Vhyung dihari yang sama mereka bersahabat hingga kini, beruntung bagi Riruka yang move on lebih cepat. Sebab menurutnya Hime orang yang sedikit terlambat. Melihat senyum yang dipaksakan itu sudah cukup menjadi bukti kuat jika perempuan didepannya itu belum sepenuhnya melupakan kisah masa lalu yang bahkan dimulai. Miris. Riruka tahu jika Hime adalah orang yang menyukai Vhyung lebih lama dari dirinya. Tapi yang bisa dilakukan Hime hanyalah mendukung segala keputusan Vhyung tanpa ada pergerakan apapun. Hime selalu bilang padanya jika itu hanyalah jenis perasaan yang lebih pada rasa kagum daripada menyukai. Padahal Riruka tahu jika itu cinta. Dan mungkin moment ini akan menjadi moment terakhirnya untuk menghargai keputusan Vhyung. Ia harus menerima kenyataan jika dirinya tak bisa menggapai Vhyung sekeras apapun usahanya, dan satu fakta Hime hanyalah kerikil yang tak dianggap keberadaannya oleh Vhyung. Menyakitkan tapi itu benar. “Aku lebih memikirkan kebahagiaanmu daripada mereka. Kau tidak baik-baik saja.” Riruka terlalu to the point. Kata-kata itu sedikit mengagetkan bagi Hime yang belum siap akan kenyataan. Dan ketahuan seperti itu sangat memalukan. Tapi kemudian Riruka tersenyum sebaik mungkin setelahnya, setelah tahu masa lalu tidak mungkin dia berperan sebagai sahabat kejam yang membuatnya kian terpuruk bukan ? “Bagaimana kalau sekarang kita berburu gaun untuk menghadiri pesta mereka saja. Kita harus tunjukan pada Vhyung pesona perempuan yang sudah dia tolak dulu. Ayo kita buat dia terkesan dan menyesal disaat bersamaan !” Riruka dengan semangat menarik tangan sahabatnya. Dia tak mau Hime kian terbebani jika ditinggal sendirian. Bisa Riruka pastikan perempuan itu pasti akan menangis meratapi nasibnya yang ditinggal menikah oleh orang yang paling dia damba. Jika Vhyung bisa bahagia maka Hime juga harus bisa bahagia. Diam diam Riruka juga berdo’a semoga upayanya bisa mengurangi sedikit rasa sakit dihatinya. Akan lebih baik lagi jika Hime tetap bisa tersenyum meski impiannya untuk bersama dengan Vhyung kandas begitu saja.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN