“Kalian boleh berciuman..”
Kata si penghulu kepada kami dengan wajahnya yang nampak serius menatap kami. Baik aku maupun Vhyung saling menatap satu sama lain, sialnya kami lupa membicarakan kesepakatan soal adegan soal ini. Aku santai melihatnya, sedang Vhyung terlihat tegang dan bingung.
“Aku akan menciumu dalam hitungan ketiga, jangan melakukan hal aneh lainnya.” Bisikku pada Vhyung yang sepertinya tidak akan berinisiatif mengambil jalan keluar untuk kami.
“Apa maksudmu dengan—“
“3—
“Hey.. kau serius melakukannya ? woy—
“2—
“Kita bisa membicarakan ini—
“1—
Terlambat bagi Vhyung sebab bibirku sudah menempel pada bibirnya. Aku merasa pria itu seolah tersengat listrik matanya melebar, kaget. Padahal aku hanya menempelkan bibirku saja, pada miliknya.
Tiga detik, lima detik.
Entah dorongan darimana aku perlahan menggerakan bibir milikku, meronta mencari cara agar bisa mengobrak abrik nya lebih intens dan dalam. Mengulum milikknya.
Bibirnya manis ju—
“Arrghhh...”
Ciuman kami harus berhenti secara paksa karena bibir bawahku digigit olehnya. Sialan apa aku sekarang bermetamorfosa menjadi tante tante girang yang kebelet sentuhan ? rasanya aku sendiri menjadi gila karena tindakanku yang terlampau berani untuk seorang perempuan yang sebaya dengannya. Ya, karena aku sudah pernah menikah. Jadinya aku tidak merasa canggung melakukan itu dengannya.
***
“Boy, kau masih marah padaku, eh ?”
Aku benar-benar bingung harus melakukan apa dirumah baru kami. Mengajak Vhyung bicara sejak tadi seolah membuat mulutnya kering karena pria itu tak juga mau membuka mulut untuk membalas paling tidak satu suku kata dari jutaan kalimat yang aku ujarkan selama beberapa puluh menit yang lalu. Sahabat—eh ralat, suami baruku ini sama sekali tidak mau bicara semenjak resepsi pernikahan kami usai. Dia terlihat seperti patung. Patung yang lucu karena posisi duduknya terlihat kedua lutut ditekuk dengan tambahan bibirnya yang maju beberapa centi. Cemberut kurasa. Oh, masih marah rupanya, okelah..
“Aku kan sudah minta maaf, kenapa bawa perasaan banget sih bung ?”
Diam. Seperti sebelumnya Vhyung tetap diam. Hanya kerutan didahinya yang bertambah sebagai respon yang bisa kuterima. Aku tak habis pikir jadinya jika kami akan berada dalam situasi ini. menghela napas adalah satu satunya yang bisa kulakukan agar aku tetap berada dalam kondisi waras. Batas ketahanan sudah menipis. Untuk apa diajak menikah kalau diajak bicara saja sudah susah minta ampun ?
“Oh, ayolah.. kau kan sudah dewasa. Jangan kekanakan seperti itu. Lagipula berciuman kan bukan hal yang tabu. Kau pasti sudah sering melakukannya dengan kekasihmu. Lihat wajahmu sekarang benar-benar jelek.”
Tiba-tiba Vhyung beranjak dari tempat duduknya seraya melotot. Apalagi kesalahan yang sudah kubuat ? apa aku mengatakan hal yang salah ?
“Tidak sepertimu, aku ini pria yang suci tahu ! kau merenggut ciuman pertamaku yang kujaga untuk kekasihku. Perempuan tidak tahu malu sepertimu tahu apa tentang aku ?!!!”
Ciuman, apa ? ciuman pertama ? aku shock sekarang. Apa aku baru saja menodai seorang pria muda ? tapi mau tak mau aku dibuat terkikik juga. Bagaimana mungkin kejadian ini menimpaku ? biasanya scene ini akan terjadi dengan pihak wanita yang berkata demikian. Tapi yang kualami justru berkebalikan. Ini lucu. Aku tak tahan. Tapi bukankah memang begitu ya ? Dulu kan..
“Jadi secara tidak langsung aku adalah orang yang mencuri ciuman pertamamu ?” aku terbahak sendirian. Sedangkan suamiku membungkam mulutnya kembali. Wajahnya memerah, malu sendiri dengan pengakuannya barusan. Mungkin dia tak sadar jika dia mengatakan rahasia terbesarnya padaku dengan cara yang tak dia duga. Hanya karena emosionalnya sendiri.
“Harusnya minta maaf padaku sekarang. Bukan malah tertawa seperti itu. Kau pikir ini lucu ? sahabatmu berada dalam penderitaan dan kau senang dengan itu ?” dia berkata lagi. Wajahnya yang sedang tersipu dipadu padan dengan kemarahannya membuatnya menggemaskan. Membuatku tak sadar kian mengencangkan tawa.
“Memangnya salah jika istri mencium suaminya dihari pernikahan mereka ?” kataku lagi.
“Salah. Kau tahu aku tidak suka perempuan. Dan kau bukan istriku sungguhan.”
“Kita sudah mengucap janji.”
“Hanya dibibirku. Bukan dihatiku !”
“Kita sudah menikah.”
“Hanya diatas kertas.”
Oke oke, sepertinya sekarang Vhyung serius sedang marah padaku. Aku membiarkannya sesaat. Akan mustahil terus beradu argumen dengan dia, karena aku paling tahu jika ini tidak akan ada habisnya. Tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan kecuali mengalah seperti biasanya. Ini bukan skenario yang bagus untuk lembaran cinta seorang pengantin baru.
“Oke, aku paham..”
Dia terlihat senang, karena aku mengalah padanya. Memang benar, Vhyung adalah sosok keras kepala. Tidak ada dalam kamus hidupnya seorang Vhyung mengalah pada wanita. Karena mungkin untuknya mengalah berarti kalah. Dan itu tidak akan pernah terjadi. Aku sudah tahu itu. Karena itulah hanya aku perempuan yang dia pilih sebagai patner karena Cuma aku yang bisa mengimbangi sifatnya disamping aku tahu rahasianya.
“Aku lapar berdebat denganmu, sebagai gantinya masakan aku makanan ya karena aku lapar.”
Aku mengusap perutku, dan melirik padanya dengan santai. “Oh ya, aku mau istirahat. Nanti kalau sudah selesai panggil aku ya suamiku sayang..” aku berlalu sembari menepuk bahu Vhyung.
“Kau menyuruhku seenak jidatmu kau pikir aku pembantu ? lagipula memasak itu peran istri kenapa kau memberikannya padaku ? arghhh... !!!” aku tersenyum mendengar dia setengah berteriak. Bodo amat. Anggap saja itu sebagai balas dendam dariku karena aku mengalah soal argumen bersamanya tadi.
***
“Kau selalu kemari saat banyak pikiran. Benar-benar pria yang mudah ditebak.”
Bar yang dikunjungi olehnya memang tidak begitu ramai sehingga perempuan itu bisa dengan mudah menemukannya dibalik manusia lain yang disibukan dengan urusan duaniwi mereka. Perempuan itu dengan santai duduk disampingnya yang masih pula menyibukan diri dengan beberapa alkohol didepannya. Beberapa botol kosong telah membuktikan seberapa lama pria ini ada ditempat ini, membuat si wanita memandang kasihan padanya. Miris sekali...
“Miya..” sapanya kemudian setelah beberapa menit berlalu tanpa jawaban. Pria itu memasakan senyum terbaiknya meski jadinya terlihat mengenaskan dibanding sebuah kebahagiaan.
“Kau sedang melarikan diri ya, Renji ?” tanya Miya seraya merebut botol kaca yang masih setengah penuh dari genggaman pria itu.
“So tahu sekali.” Renji menjawab dengan nada sarkastik, sembari berusaha mengambil kembali botol miliknya ditangan Miya. Tapi gagal, sebab dia sedang dalam kondisi setengah mabuk sekarang. Jangankan untuk merebut. Untuk berdiri lurus dilantai saja tidak mungkin dia lakukan sendirian.
“Pulanglah...”
“Tidak bisa, jika aku pergi dari sini aku akan menyedihkan,”
“Tambah menyedihkan jika kau berada disini bodoh.”
“Tidak, disini lebih baik.”
“Menghindari pernikahannya tidak dengan cara seperti ini.”
“Memangnya kau sendiri datang ?” beonya, setengah mengejek Miya.
Renji menundukan kepalanya, mengurungnya dalam dekapan tangan diatas meja. Dia sedang kacau, lebih dari pada kacau malah. Dia sama sekali tidak mengharapkan kejadian ini terjadi, hari dimana Noir mantan istrinya menikah lagi. Meski dimasa lalu dia memang b******k, tapi setengah hatinya belum bisa benar-benar bertumpu pada hal yang tepat. Bahkan dalam situasi sekarang pun dia masih belum bisa membuat sebuah keputusan yang layak untuk hidupnya. Dia masih stagnan. Belum ada perubahan, bahkan arah dan tujuan pun belum bisa dia putuskan kemana.
Membiarkan Noir menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya ketika dia sedang mencumbu, bahkan berada ditahap berhubungan intim. Bukankah sudah jelas alasan bagi Noir untuk menceraikannya saat itu juga ? dipikir bagaimanapun mantan istrinya itu pasti sudah sangat kecewa padanya. Dia telah menghancurkan hati Noir, dan hal yang belum dia lakukan hingga saat ini adalah meminta maaf dengan benar padanya. Walaupun rasanya akan percuma, sebab bagaimanapun caranya. Noir tidak akan pernah mau kembali padanya.
“Kau tidak mau menemaniku minum ?” Renji berkata, setengah memelas membiarkan wanita itu memberikan kembali botol minumannya yang tersisa. Tapi perempuan itu hanya diam, memandanginya dengan ekspresi kecewa.
“Oy.. jangan memandangku seperti itu, kau membuatku terlihat sebagai pria paling bersalah didunia ini.”
“Kembalilah menjadi dirimu sendiri Renji. Kau ini memang bersalah, kau pria paling b******k yang pernah kutemui. Mantan istrimu sudah menikah, dia tidak akan lagi mengingat masa lalunya bersamamu.”
Miya meneguk alkohol dari botol digenggamannya. Renji hanya bisa memandangi wanita itu.
“Kau salah Miya, Noir tidak akan pernah bisa melupakanku. Lebih tepatnya perbuatanku padanya akan selalu terpatri diingatannya bukan begitu ?” Renji tertawa. Itu memang benar, tidak mungkin Noir bisa melupakannya atas dosa-dosa dimasa lalu yang telah dia perbuat dibelakangnya. Bahkan didepan mantan istrinya. Itu bukanlah hal yang bisa dilupakan dengan mudah.
Sebab perempuan yang b******u dengannya, perempuan yang menggantikan Noir selama dia bekerja jauh dari istrinya itu adalah dia. Perempuan disampingnya. Miya.
***
Berkumpul setelah perayaan pernikahan atau reuni dadakan adalah hal yang sejatinya lumrah dilakukan. Melepas rindu, bertukar kabar, juga saling membanggakan prestasi satu sama lain akan mewarnai obrolan. Rekan kerja sekaligus orang yang paling hebat akhirnya melepas masa lajang ? siapa yang tidak ikut berbahagia soal itu ? terlebih gosip miring yang kerap mewarnai tingkah polah bos mudanya cukup meresahkan akhir-akhir ini. Namun untunglah sang bos akhirnya menikahi seorang wanita.
“Senang sekali rasanya melihat Vhyung menikah. Aku merasa bahagia ternyata gosip jika dia gay bukan hal yang benar.” Salah satu staff berkomentar, membuka percakapan setelah sebelumnya sibuk dengan makanan.
“Sudah kubilang jika bos kita itu normal.” Kemudian yang lain menimpali. Dia terlihat menggebu-gebu soal itu. “Benarkan Zay ?” dia menambahkan pembenaran pada seseorang disebelahnya. Pria yang beberapa kali ini terlihat cukup dekat dengan bos mereka. Karena mereka sedang bekerja sama untuk project fashion show. Namun yang dipanggil tak juga menyahut seperti ada pemikiran yang mampir. “ Zay ?”
“A—ah iya, saya setuju.” Katanya setelah sekali lagi disadarkan dari lamunannya.
“Aku mengerti perasaanmu Zay, tapi bagaimana pun hubunganmu dengan bos kami agak sedikit ya.. kau tahulah..” salah satu staff mengusap pundak Zay, dia terlihat prihatin pada pria itu. Sebenarnya sedih atas nasib cintanya yang harus kandas.
“Jangan bicara omong kosong..” Zay menghempaskan tangan staff wanita disisinya dengan kasar dari pundaknya.
“Oh.. jangan katakan jika tebakanku benar ? kau patah hati karena Vhyung menikahi oranglain ?” bukannya bersikap tenang wanita yang terkenal akan sikap Fujoshinya malah memperparah keadaan dengan kata-katanya yang memprovokasi.
“Aku tidak patah hati sialan !” kesal Zay, terlihat urat-urat kemarahan muncul didahinya. Meski dia tenang dan tampan. Namun perangai Zay yang kasar terkadang membuat seluruh staff mati kutu didepannya. Mereka tak bisa bersahabat dengan baik kecuali ada Vhyung disisinya.
“Mungkin sekarang bos kita sedang mulai foreplay kan ?”
“Iya, dia pasti sedang melucuti pakaian istrinya.”
“Mereka pasti melakukannya dengan terburu-buru aku yakin.”
“Eh.. kurasa Vhyung akan membuat kissmark dulu diseluruh tubuh istrinya. Secara istrinya seksi begitu.”
“No. Kurasa yang akan memimpin adalah istrinya. Kau lihat bagaimana istrinya mencium Vhyung ? Gila hot banget !”
Mereka ramai berpendapat soal malam pertama. Membuat Zay yang kesal semakin dilanda amarah dan kecemburuan. Suara tawa dan juga komentar yang provokatif tak henti meluncur dari mulut staff mereka.
“Berisik..” desis Zay pada akhirnya kemudian membawa tubuhnya berlalu darisana. Daripada harus mendengar cerita tak masuk akal yang membakar hatinya. Lebih baik dia berlalu.
“Siapa wanita sialan yang berani menggoda Vhyung itu ?”
Zay tidak ingat bagaimana rupanya. Namun hanya satu nama yang dia tahu. Wanita itu bernama Noir. Dan anehnya dia penasaran pada perempuan rendahan yang merebut kekasihnya itu.
***
“Kurasa ayahmu terlalu baik sampai menghadiahkan rumah ini untukku.” Komentar pertamaku setelah kami selesai makan malam. Normalnya ini adalah malam pertama kami sebagai pengantin baru. Namun tidak ada yang special. Sebab mereka sendiri menikah untuk menikmati keuntungan sendiri-sendiri tanpa adanya perasaan berlebihan.
“Ini bukan untukmu. Ini juga punyaku.”
“Kau kan sudah kaya. Apa susahnya menghibahkan rumah ini padaku.” Aku mengetuk-ngetuk meja makan dengan jariku. Pria pelit ini, dimana loyalitasnya saat dia memintaku menikah dengannya ? dia cemberut.
“Oy.. aku jadi tak tega jika ayahmu tahu kalau kita menikah bukan karena cinta.” Aku menunduk, merasa bersalah. Tapi ini awal untuk kami, maka seharusnya tidak boleh ada perasaan menyesal.
“Sudahlah.. kau tidak perlu memikirkan soal itu.” Katanya cuek.
Tapi sayang sekali aku tidak bisa sebebal itu untuk tidak mempedulikan pria tua baik hati seperti ayah mertuaku itu. Disatu sisi aku menyesalkan mengapa putranya ini bisa tidak suka pada perempuan.
***
Tidak ada seorangpun yang berniat untuk patah hati. Bahkan seharusnya pun dia tidak menanggapinya seperti ini. Namun bagi Hime yang telah mengagumi dan mencintai sosok Vhyung pernikahan ini tidak begitu saja bisa dia terima dengan hati lapang seperti Riruka. Dia dengan bodohnya menghabiskan waktunya dengan menangis. Vhyung sudah bahagia, sudah seharusnya dia ikut berbahagia karena definisi cinta terindah adalah mengikhlaskan orang yang dicintai untuk berbahagia meski bukan bersamanya. Tapi tetap saja relung hati terdalamnya kesakitan. Seperti kisah dari n****+ yang pernah dia baca, posisi wanita yang jatuh cinta secara sepihak memang tidak main-main menyakiti.
“Aku sudah berusaha tersenyum sepanjang hari agar orang lain tidak khawatir padaku. tapi kenapa ketika aku ingin melakukannya untuk diriku sendiri rasanya sesulit ini ?”
Bergelut dengan isi hatinya, air mata yang jatuh tak kunjung mengering. Mungkin dia akan sedikit menutup dirinya untuk beberapa pekan. Sampai hatinya sembuh. Sebab cukup ironi baginya yang dielu elukan sebagai siswi tercantik justru jatuh cinta sendirian kepada seorang pria yang tak bisa melihatnya sebagai wanita.
“Bahkan sampai akhirpun kamu tidak sekalipun memberiku kesempatan. Sekali saja, tatap aku sebagai seorang wanita. Kenapa kau selalu menghindari aku ?”
Lagi-lagi Hime menangis lagi.
Dan seharusnya yang perlu dia tangisi adalah pria yang dia cintai adalah seorang gay yang tidak akan pernah mencintai wanita seumur hidupnya. Kasihan sekali Hime yang tidak tahu apa-apa dan tertipu casing luar Vhyung saja.