10. Liburan Bersama

1223 Kata
Demi membuang rasa suntuk Cantika, akhirnya Batara mengajak perempuan itu ke salah satu villa pribadinya yang dilengkapi dengan pemandian air panas. Tentu saja mereka tidak pergi berdua saja karena Jingga juga akan turut serta dalam liburan mereka. Kali ini mereka tidak pergi berdua seperti biasanya. Cantika turut serta dalam acara liburan Batara dan Jingga. Selain itu Aruna juga diajak untuk menemani Jingga supaya bisa melayani kepentingan Batara dan Jingga. Karena Cantika tidak bisa diandalkan soal itu. Apalagi disuruh mengurus Jingga. Menjadi hal terakhir yang akan dilakukan perempuan itu untuk menaklukkan hati Batara. Cantika setuju-setuju saja ide Batara membawa Aruna dalam acara liburan mereka. Dengan begitu dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak lagi untuk berdua dengan Batara tanpa perlu direpotkan untuk mengurus calon anak sambungnya itu. Untuk sampai ke kawasan villa mereka menempuh waktu selama dua jam dari rumah. Sepanjang perjalanan Aruna merasa Batara sering mencuri pandang ke arahnya. Meski tatapan yang ditunjukkan oleh Batara hanyalah tatapan dingin tapi mampu membuat Aruna jadi salah tingkah dan menganggap hal itu seperti sedang menggoda dirinya. Dari post terakhir tempat Batara memarkir mobilnya, mereka harus berjalan kaki lagi menuju lokasi villa dan pemandian air panas yang terletak di puncak perbukitan. Hawa dingin yang begitu menusuk membuat seluruh tulang Aruna seperti ditusuk-tusuk ratusan jarum jahit. Namun Aruna harus bersabar karena Batara mengatakan kalau tempat yang akan mereka tuju akan sampai. Malam harinya setelah makan malam bersama Batara mengajak Cantika dan Jingga untuk berendam di kolam air panas yang terletak di dalam villa. Sementara itu Aruna menunggu di pintu dekat kolam air panas yang lebih besar sambil menonton film melalui ponsel pintarnya. Jaga-jaga kalau saja para majikan membutuhkan bantuannya. Dan benar saja, Aruna terkejut ketika melihat Jingga yang tengah mengenakan pakaian renang sudah berdiri di tepi kolam besar siap melakukan lompatan. Dengan cekatan Aruna membuka seluruh pakaiannya, meninggalkan tanktop dan hotpant lalu ikut masuk ke kolam besar menemani Jingga berenang. Sementara itu Batara tampak senang melihat anak tunggalnya yang sulit sekali beradaptasi dengan orang lain sekarang bisa begitu akrab dengan Aruna. "Baru ini lihat Jingga ketawa lebar gitu sama orang baru. Padahal sama aku cemberut mulu," komentar Cantika, membicarakan reaksi Jingga setiap kali bertemunya dengan dirinya. "Jingga bisa ngerasain kali orang yang bener-bener tulus sama dia atau cuma sekedar formalitas aja deketin dia," jawab Batara, tatapannya mengarah lurus ke arah kolam besar sementara tangannya bergerilya di bawah air mencari kehangatan yang lebih hangat dari kolam tempatnya berendam sekarang. "Maksud kamu aku yang cuma sekedar formalitas deketin Jingga?" tanya Cantika tidak terima. Lalu dia mendesah pelan karena klitorisnya ditekan oleh ibu jari kokoh milik Batara. Batara mengangkat kedua bahunya tak acuh. "Mana aku tahu. Aku tadi cuma bilang kalau Jingga bisa membedakan mana orang yang tulus dan sekedar formalitas aja. Sama sekali aku nggak bilang kalau yang sekedar formalitas itu kamu. Kamu sendiri yang ngomong gitu?" katanya lagi sambil memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang kewanitaan Cantika yang terasa kesat karena sedang berada di dalam air. Tak ada jawaban dari Cantika, dia menoleh dan menciumi bibir Batara dengan penuh napsu. Seolah tak peduli kalau di luar sedang ada Jingga dan Aruna yang bisa saja memergoki mereka berdua. Batara membalas ciuman Cantika sambil terus menusuk lubang kewanitaan kekasihnya itu. Saat kedua mata Cantika memejam karena menikmati sentuhan jari tengah Batara di lubang kewanitaannya, beda halnya dengan Batara. Laki-laki itu terus menatap ke arah luar. "Lebih cepat, Baby! Aku mau keluar! Ach! Pleaseee... Don't stop my honey!" racau Cantika ikut menekan punggung jari Batara yang masih berada di dalam dirinya. Batara menggigit pundak Cantika saat merasakan cairan hangat mengalir di jari tengahnya yang masih berada di dalam tubuh kekasihnya itu. "Pindah ke kamar aja, ya?" tawar Batara. Cantika tak menolak. Dia segera mengikuti langkah Batara yang telah lebih dulu keluar dari kolam. Saat Aruna menoleh ke arah kolam kecil yang berada di dalam villa, dia mendapati majikannya beserta sang kekasih sudah tidak ada di dalam kolam tersebut. "Jingga nggak kedinginan?" tanya Aruna dengan tubuh menggigil karena kini dia sedang duduk di pinggiran kolam. Meski angin dari luar tidak masuk ke area kolam karena merupakan kolam tertutup. Jingga mengangguk. Dia berenang ke tepian lalu meminta Aruna mengambilkan jubah mandi miliknya. "Tuan Muda taruh di mana tadi jubah mandinya?" tanya Aruna sambil mengenakan jubah mandinya sendiri. "Ada di dekat kolam kecil. Kamu masuk saja lewat jendela itu. Sedikit di seberang kolam ada gantungan, ambil yang ukurannya paling kecil," ujar Jingga sambil menggigil kedinginan. "Jingga masuk kolam saja biar nggak terlalu dingin," ujar Aruna lalu mengikuti arahan Jingga untuk mengambil jubah mandi milik majikan kecil itu. Ketika sudah mendapatkan jubah kecil milik Jingga, tiba-tiba saja kepala Aruna menoleh ke arah pintu pembatas antara kamar dan kolam yang sedang dalam keadaan sedikit terbuka. Sebenarnya dia sudah berusaha menahan diri untuk tidak menoleh, karena tahu kalau perbuatannya itu sangatlah tidak sopan, terlebih kamar tersebut adalah kamar yang ditempati oleh majikannya. Namun dari arah kamar seperti ada medan magnet yang cukup kuat kepala Aruna untuk menoleh ke arah sana. Dan benar saja Aruna harus melihat adegan yang tidak boleh dilihat oleh siapapun. Bukannya segera pergi, pandangan Aruna malah terpaku pada pemandangan yang tersaji dari celah pintu yang kini jadi titik fokus bola matanya. Cantika sedang bergerak naik turun di atas tubuh Batara. Sementara tangan Batara menangkup dan meremas kedua payudaraa Cantika dengan penuh hasrat. Napas keduanya terdengar saling memburu memenuhi kamar. Aruna menelan ludah melihat pemandangan di depan matanya ini. Darahnya berdesir lebih cepat dan tanpa disadarinya kini Aruna telah menyentuh payudaranya sendiri. Membayangkan bagaimana rasanya bila payudaranya disentuh seperti Batara menyentuh payudaraa Cantika. Kesadarannya tiba-tiba kembali saat dia teringat Jingga sedang menunggunya di kolam luar. Menunggu jubah mandi lebih tepatnya. Aruna buru-buru berlari melewati kolam kecil untuk kembali ke tempat Jingga. Beruntung majikan kecilnya itu tidak protes karena Aruna cukup lama hanya untuk sekadar mengambil jubah mandi yang berada di balik dinding kolam kecil. Setelah memakaikan jubah mandi ke tubuh Jingga, Aruna segera meraih tubuh mungil majikan kecilnya itu lalu menggendongnya masuk villa. Di dalam kamar Jingga dengan cekatan Aruna membuka pakaian renang Jingga, mengeringkan tubuh majikan kecilnya itu dengan handuk kering, membalur perut sampai punggungnya dengan minyak kayu putih lalu memakaikan tubuh Jingga yang masih menggigil dengan pakaian hangat. Setelah itu Aruna mengangkat tubuh Jingga dan merebahkannya di atas ranjang. "Tidur yang nyenyak , Jingga tampan," ujar Aruna lalu mengusap kepala Jingga dengan penuh sayang. "Bisakah kamu tidur denganku malam ini, Aruna?" tanya Jingga dengan seluruh tubuh tersembunyi di balik selimut. "Maaf, Jingga. Saya khawatir kalau-kalau nanti Tuan Batara datang ke sini untuk tidur bersama Jingga," sesal Aruna. Padahal dia mau-mau saja menuruti permintaan Jingga. Namun dia teringat pesan Bu Menik kalau melarang menemani Jingga tidur karena biasanya tengah-tengah malam Batara datang mengunjungi kamar anak itu. Entah untuk sekedar memberi kecupan selamat tidur maupun tidur sambil memeluk putranya itu dengan penuh kerinduan. Dan permintaan Jingga untuk meminta ranjang lebih besar di kamarnya supaya Aruna bisa tidur dengannya belum mendapat persetujuan dari Batara. Jingga mengangguk menerima penolakan bernada halus dari Aruna. Kemudian Jingga memejamkan kedua matanya. Setelah memastikan Jingga sudah terlelap, barulah Aruna meninggalkan kamar majikan kecilnya itu. Dia mengganti pakaiannya yang basah dengan sebuah terusan selutut berwarna putih berbahan katun lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa bed yang ada di depan pintu kamar Jingga. Merasa tubuhnya belum hangat Aruna menarik selimut hingga menutupi lehernya. Dia tidak langsung tertidur karena ingin memainkan ponselnya lebih dulu. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN