Part 7

1019 Kata
Leo duduk di kursi kerja di rumahnya, sudah satu minggu ini dia tidak berangkat ke kantor. Semua pekerjaannya dia kerjakan dari rumah. Arnold sangat bisa dia andalkan untuk menggantikannya bertemu dengan klien. Leo sedang memulihkan egonya yang terluka karena perbuatan Selina. Sampai hari ini masih segar di ingatannya hal yang Selina lakukan kepadanya. Bagaimana Selina menggodanya lalu dengan cepat bertindak licik mengikat tangannya di kepala ranjang hingga Leo tidak bisa berbuat apapun. Selina meninggalkannya dalam kondisi yang sangat memalukan. Leo kembali berdecak untuk yang kesekian kalinya.  "Hukuman apa yang cocok untukmu, Selina?" Ujung bibir Leo melengkung membentuk senyum samar yang licik. Leo sudah cukup memberikan Selina waktu selama dua minggu ini. Itu hadiah dari Leo untuk kecupan Selina di keningnya. Leo menyukai rasa bibir Selina di keningnya. Harusnya Leo langsung memecatnya hari itu lalu menendangnya ke jalanan, tapi dia berbaik hati membiarkan Selina menikmati kehidupan normalnya sedikit lebih lama. Lagi-lagi semuanya karena kecupan lembut Selina di keningnya.  "Masuk!" perintah Leo ketika suara ketukan di pintu ruang kerja terdengar. Arnold mengangguk sopan. Terdapat tumpukan berkas di tangannya. Dia meletakkannya sedikit keras di meja Leo. Tidak peduli dengan tatapan mematikan atasannya itu. Arnold benar-benar kesal, satu minggu ini dia hanya memiliki jam tidur dua sampai tiga jam sehari. Semua karena Leo yang memilih bekerja dari rumah.  "Apa kau ingin dipecat?" tanya Leo datar.  "Maaf, Pak. Saya hanya lelah karena bekerja tanpa henti. Mungkin bapak berkenan untuk kembali masuk kantor. Supaya saya tidak bertindak kurang ajar," jawab Arnold dengan berani. Ancaman Leo tidak lagi ampuh untuknya. Leo hanya mengangkat bahunya acuh, lalu membuka satu-persatu berkas yang Arnold bawa.  "Kau boleh mengambil ini semua besok," kata Leo seraya menunjuk semua berkas di hadapannya. Semua berkas itu hanya butuh tanda tangannya namun, Leo harus menelitinya dulu sebelum membubuhkan tanda tangannya di sana.  "Kalau begitu saya akan kembali ke kantor, Pak."  "Sebentar, Arnold." Arnold menghentikan langkah kakinya dan berbalik pada Leo.  "Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?" Leo mengangguk lalu mengambil sebuah amplop cokelat dari laci meja kerjanya.  "Berikan ini pada Adriana. Pastikan Selina setuju dan menandatanganinya."  Adriana adalah manager baru yang menggantikan manager sebelumnya yang dipecat. Adriana juga merupakan staf khusus Leo yang di pekerjakan untuk mengawasi Selina. Arnold tertarik untuk mengetahui isi dari amplop tersebut.  "Kau boleh tahu apa isinya," kata Leo melihat tatapan penasaran Arnold. Tanpa menunggu waktu Arnold membukanya dengan cepat.  "Pak, bukankah ini sangat berlebihan?" Arnold sungguh tidak ingin Leo menyesali keputusannya. Terdapat sebuah perjanjian yang harus Selina tanda tangani. Dimana di sana terdapat dua hal dan Selina di minta untuk memilih. Melayani Leo satu malam maka kehidupannya akan berjalan seperti sebelumnya atau menjadi asisten pribadi Leo seumur hidup. Jika menolak keduanya maka Selina akan dituntut dengan pasal penipuan. "Apanya yang berlebihan, Arnold?" "Tidakkah sebaiknya Anda melepaskan wanita itu? Maksud saya, jika dia memang tidak ingin bersama Anda, apakah tidak sebaiknya mencari wanita lain saja?" Leo menatap Arnold tajam. "Maaf atas kelancangan saya, Pak." Arnold buru-buru meminta maaf. Sepertinya ambisi Leo untuk mendapatkan Selina cukup besar.  "Kau boleh pergi," usir Leo sambil mengibaskan tangannya. Tanpa diperintah dua kali, Arnold pamit undur diri dari ruang kerja bosnya itu.  *** Selina sedang menjelaskan detail pakaian yang dia pegang pada calon pembeli saat Adriana—manager toko itu memanggilnya. Selina kemudian meminta rekan kerjanya untuk menggantikannya. Selina kini berdiri di depan ruangan Adriana, selama menjabat sebagai manager, wanitu sangat kaku dan dingin. Tidak satu pun SPG yang berani dekat denganya.  Selina mengangkat tangannya lalu mengetuk pintu sebanyak tiga kali. "Masuk, Selina." Selina memutar knop pintu lalu masuk dengan langkah ragu.  "Duduklah!" titah Adriana. Di depan Adriana terdapat amplop cokelat besar. Adriana menatap Selina dengan tatapan kasihan. Sugguh dia adalah gadis polos dan pekerja keras. Adriana tidak bisa membayangkan hal apa yang terjadi kedepannya jika selina salah memilih langkah.  "Aku melihat bahwa kontrakmu akan berakhir satu minggu lagi," kata Adriana membuka percakapan. Dia membolak-balik berkas milik Selina. Selina hanya mengangguk kecil, belum ada kata yang cocok untuk membalas perkataan Adriana saat ini.  "Selina, aku harus minta maaf terlebih dahulu," kata Adriana. Dia merasa bersalah karena  tidak  bisa menghentikan kegilaan atasannya. Selina hanya melihat Adriana dengan tatapan bingung namun, dia menebak bahwa kontraknya tidak di perpanjang.  "Kau boleh membacanya terlebih dahulu. Setelah itu tentukan pilihanmu." Adriana menyodorkan amplop cokelat itu kehadapan Selina.  Selina membuka dan membacanya dengan teliti. Adriana mengamati raut wajah Selina, perempuan itu mengerutkan keningnya sejurus kemudian matanya membelalak sempurna. Selina mengangkat kepalanya keringat dingin muncul di keningnya.  "Maaf, Bu. Apa aku boleh meminta waktu untuk memutuskan jawabannya?" Adriana mengangguk.  "Kau punya waktu hingga besok, Selina. Pikirkan baik-baik, jangan sampai salah mengambil langkah. Pak Leo bukanlah orang yang mudah di hadapi." Selina mengangguk kemudian dia pamit undur diri.  Selina duduk di kursi di ruangan khusus pegawai. Dia termenung membayangkan nasibnya. Selina menatap amplop cokelat itu. Leo memberinya pilihan yang sulit. Selina benci Leo. Sejak awal Leo mengatakan kalau dia tidak suka dekat dengan orang miskin. Lalu mengapa pria itu selalu menggangunya?  "Selina, kau boleh pulang lebih awal." Adriana berdiri tidak jauh dari Selina. Senyum yang dia perlihatkan begitu tulus.  "Aku baik-baik saja—" "Kau tidak sedang baik-baik saja. Pulanglah, kau hanya punya sedikit waktu untuk menentukan pilihan." Adriana menunjuk amplop cokelat di tangan Selina dengan dagunya.  "Terima kasih, Bu Adriana," ucap Selina. Beberapa pegawai toko mulai bertanya-tanya mengapa Selina pulang lebih awal. Terlebih setelah dari ruangan manager. Mereka memikirkan kemungkinan Selina dipecat atau mendapat tugas lain. Tidak ada yang berani bertanya ke pada manager, sementara Selina menutup mulutnya.  Selina tiba di rumah kontrakannya, dia menghempaskan dirinya di sofa kecil nan keras yang dia beli satu tahun lalu. Selina memutar ingatannya dari pertemuan pertamanya dengan Leo. "Andai saja aku tidak menolongnya waktu itu, pasti hal tidak akan terjadi," gumam Selina pelan.  "Apa ini?" Selina tidak menyadari kalau Eva sudah berdiri di sampingnya. Kakak sepupunya itu masih lengkap dengan seragam kerjanya. Selina kemudian melotot melihat Eva sedang membuka amplop cokelatnya.  "Kak ini hanya kontrak kerjaku yang baru," Selina berhasil merebut amplop itu sebelum terbuka sepenuhnya.  "Aku mau melihatnya." Eva merebut kembali amplop itu lalu tanpa bisa Selina cegah Eva membaca seluruh isinya. Selina menelan ludahnya kasar melihat ekspresi wajah Eva yang mengeras.  Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN