Eva duduk di hadapan adik sepupunya itu. Dia belum mengatakan apapun sejak lima menit setelah selesai memahami isi dari amplop ceokelat itu. Selina sendiri menunggu dengan was-was.
"Kau tidak mau bicara, menjelaskan tentang ini?" tanya Eva. Dia melipat tangannya di atas perut. Sebenarnya lidahnya sudah gatal ingin mengomeli Selina. Berkali-kali di ingatkan agar tidak percaya begitu saja dengan orang asing. Hanya saja sifat naif dan polosnya selalu berjalan lebih dulu daripada logikanya.
"Aku tidak tahu kalau semuanya akan serumit ini, Kak." Selina pikir semuanya sudah berakhir sejak dia kembali masuk bekerja. Dia mulai melupakan kejadian di hotel dua minggu yang lalu. Terlebih Leo juga tidak pernah menghubunginya tapi, ternyata Leo menyiapkan rencana yang lebih besar untuknya.
Eva kembali menarik kertas itu, membaca lagi dengan teliti. "Poin terkahir. Kau melakukan penipuan apa, sih?" Eva menatap Selina curiga.
"Aku tidak tahu yang aku lakukan itu penipuan atau tidak. Saat aku pamit menginap di rumah temanku. Kakak ingat?" Eva mengerutkan keningnya lalu sejurus kemudain dia mengangguk.
"Sebenarnya aku bertemu laki-laki itu di hotel." Selina menunduk tidak kuat di tatapan tajam oleh kakak sepupunya itu.
"Apa yang terjadi di hotel?" tanya Eva tidak sabar. Selina kemudian menceritakan semuanya secara detail. Tidak ada yang dia kurangi ataupun di tambah. Eva tidak tahan untuk tidak mengetuk kepala adiknya dengan ujung jarinya.
"Kenapa kau begitu naif, Selina? Apa kau pikir perkataan yang selama ini aku ucapkan hanya omong kosong belaka?"
"Aku pikir dia orang baik, Kak," ucap Selina menyuarakan isi hatinya.
"Tidak akan ada orang yang memberikan uang sebanyak itu dengan cuma-cuma, Selina Atrisa Malau," kata Eva gemas. Sekarang dia harus memikirkan bagaimana cara untuk membesaskan adik sepupunya itu.
"Berikan padaku nomor pria itu. Aku akan berbicara dengannya." Eva memberikan ponselnya meminta Selina menyimpan nomor pria itu di sana. Kemudian dia kembali melihat kertas yang ada di hadapannya. Selina mengetikkan deretan angka di ponsel Eva, lalu mengembalikan ponsel itu kepada yang punya.
Tidak menunggu waktu, Eva langsung mendial panggilan pada nomor yang sudah Selina ketikkan di ponselnya.
"Halo." Panggilan langsung di terima pada dering kedua.
"Halo, aku Eva kakak dari Selina. Bisa kita bicara mengenai masalah kalian?" Eva tidak mau membuang waktu. Dia tahu kalau bos besar seperti pria itu memiliki baanyaka kesibukan.
"Saya tidak bisa. Tapi sebagai gantinya, saya akan mengirimkan asisten saya untuk bertemu dan berbicara dengan Anda." Lalu tanpa menunggu balasan dari Eva. Sambungan itu sudah terputus. Leo mengakhiri pembicaraan mereka secara sepihak.
"Manusia sombong!" maki Eva kesal. Sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Dari nomor Leo yang mengirimkan sederet angka dan nama Arnold di belakangnya.
***
Masih dengan pakaian kerjanya, Eva memasuki restoran Jepang. Dia akan menemui aisten Leo di sana. Mereka membuat janji tadi malam saat Eva menghubunginya. Terkadang Eva masih sangat kesal terhadap Selina. Bagaimana bisa perempuan itu berurusan dengan orang-orang sombong seperti Leo dan asistennya.
"Arnold?" tanya Eva ketika melihat pria di meja nomor lima. Meja tempat dia janjian dengan Arnold. Arnold mengangguk kemudian mempersilahkan Eva duduk.
Eva mengeluarkan kertas perjanjian Selina dengan Leo kehadapan Arnold. "Aku tidak mau buang waktu. Langsung ke pembahasan saja," kata Eva menolak ketika Arnold menawarkan menu kepadanya.
"Saya belum makan sejak pagi. Kalau kamu tidak kebertan kita bisa berbicara sambil makan," ucap Arnold seraya mengangkat tangannya memanggil waiters.
"Kami menolak apapun isi dari surat ini," kata Eva setelah waiters yang mencatat pesanan Arnold pergi.
"Kalau begitu tinggal menjalani konsekuensinya saja," balas Arnold.
"Kami juga menolak. Selina tidak akan melakukan apapun isi dari kertas bodoh itu. Lagi pula dia tidak melakukan penipuan apapun. Jadi, tidak ada paksaan Selina harus terlibat dengan Bosmu itu."
"Nona Selina sudah setuju untuk menemani Pak Leo satu malam, lalu diakhir dia malah melakukan tipuan dan kabur dari hotel."
"Selina menyelamatkan dirinya dari terjangan bos mu itu d an lagi Selina mengembalikan uang yang di berikan Leo, kan. " Arnold merasa geli dengan bahasa yang di pilih wanita untuk menyebutkan keinginan Leo. Arnold mengeluarkan foto Leo yang terikat di kepala ranjang lalu ada selina di atas perut Leo.
"Ini bisa di jadikan bukti untuk menuntut Nona Selina. Saya tidak ingin memberatkan saudara kamu. Sebaiknya pilih satu dari dua pilihan yang ada kalau tidak dia akan mendekam di penjara."
"Bukankah ada banyak wanita yang dengan senang hati melemparkan dirinya untuk pria itu? Kenapa harus memilih Selina yang tidak tahu apa-apa?" Pertanyaan ini Arnold pun tidak tahu jawabannya. Dia tidak mengerti mengapa Leo begitu gigih untuk mendapatka Selina. Ini pertama kalinya Leo begitu menginginkan seorang wanita hingga melakukan cara terlicik sekali pun untuk mendapatkannya.
Arnold mengangkat bahunya acuh. "Saya hanya dapat memberi saran. Sebaiknya pilihlah pilihan kedua. Leo akan bosan dan membebaskan Selina jika Selina mampu bertahan." Menjadi asisten pribadi Leo semumur hidup, itu tidak akan mungkin terjadi. Paling lama mungkin hanya setahun. Leo memiliki banyak bekerja di rumahnya tenaga Selina tidak dibutuhkan. Dia hanya ingin menggoyahkan iman Selina.
***
Pada akhirnya tidak ada yang bisa mereka lakukan selain memilih pilah kedua seperti saran Arnold. Leo mengangguk-anggukkan kepalanya, sebenarnya dia tidak berharap Selina memilih menjadi asisten pribadinya. Tadinya dia begitu percaya diri kalau Selina akan memilih untuk untuk tidur satu malam dengannya. Karena jika dipikir-pikir dari segi mana pun, itu adalah hal yang paling muddah. Ternyata Selina lebih memilih untuk terikat seumur hidup dengannya dari pada melayaninya satu malam.
Leo tidak masalah dengan pilihan Selina. Itu artinya dia memiliki lebih banyak waktu untuk bersama Selina. Leo bersiul, suasana hatinya sangat cerah hari ini. Terlebih hari ini Selina sudah mulai bekerja dengannya.
"Tuan, Nona Selina sudah tiba." Salah satu pekerja Leo datang memberitahukan kedatangan Selina.
"Minta dia langsung masuk ke kamar saya," titah Leo. Dia kemudian memposisikan dirinya untuk berbaring. Jantungnya berdebar menunggu kedatangan Selina.
"Masuk!" serunya saat terdengar ketukan di pintu kamarnya.
"Siang, Pak," sapa Selina sedikit gugup. Sejak masuk ke rumah ini tadi, dia tidak berhentinya berdecak kagum. Mulai bagunan depan hingga interiornya yang mewah membuat Selina merasa kagum. Lalu kamar Leo ternyata tidak kalah mewahnya dengan ruangan lain yang dia lewati tadi.
"Apa yang bisa saya kerjakan, Pak?" tanya Selina. Leo pura-pura menguap lalu menyingkirkan selimutnya kemudian di duduk dan bersandar di kepala ranjang.
"Masuk ke ruang ganti di sana, lalu ambilkan pakaian ganti untuk saya sementara saya mandi."
Bersambung...