Yang telah dirancang rupanya hanya sebatas harapan Robert begitu ia tahu jika Bevan membatalkan pertemuan bersama gadis yang sudah Robert jodohkan, ia sedikit geram dengan sikap anaknya itu tetapi entah Robert hanya bisa membatin dengan perasaan panas. Lihat saja saat di rumah. Robert menghardik dalam hanti.
Koridor gelap Robert lalui dengan perasaan lesu namun perhatian segera terhenti saat di depan ruangan Bevan, sekilas tampak biasa tapi kebetulan saat itu ada asisten sekaligus teman Bevan bernama Raymond baru saja keluar dari ruangan Bevan. Kedatangan Robert membuat Raymond terkejut tetapi segera mengendalikan diri.
"Buka!" Pinta Robert hanya dengan alis yang terangkat.
Raymond terdiam dan enggan memberikan akses Robert masuk. Ia tetap berdiri tanpa ingin meninggalkan tempat pribadi Bevan.
"Ada apa di dalam?" Tanya Robert dengan pandangan menyelidik. "Apa anakku berada di dalam?"
"Tidak Tuan, Bevan sedang meliput." Jelas Raymond waspada jika Robert bisa melakukan pergerakan tiba-tiba.
"Ck, anak itu. Kenapa lebih memilih menjadi wartawan daripada bos huh?! Menyebalkan!" Seru Robert masih merasa ada sesuatu yang aneh di dalam sana. Tapi karena Raymond rupanya setia menyembunyikan ini semua, Robert memilih pergi dan ia tidak ingin sampai ada pertikaian lain dengan Bevan.
Cukup mengenai waktu itu yang teramat menyiksa batin Robert dengan kepergian Bevan dan Rosie di negara berbeda. Robert yang teramat menyayangi keduanya namun juga ia tidak bisa berbuat banyak saat tekanan batin dan kejiwaan Rosie terganggu, lalu dengan cara menitipkan Rosie ke Sabrina Rachel yang tidak lain ibu mertua Robert.
Selisih paham semestinya tidak terjadi hingga Robert berusaha melupakan ini saat dari kejauhan ia melihat putrinya yang begitu manja merentangkan kedua tangan. Robert menggelengkan kepala tidak percaya jika Renata Pricilia Luxembourg datang ke LX, dengan gaya seperti laki-laki mengenakan sweater hodie itu menjerit, sapaan Rein itu langsung saja menyambar Robert.
"Ouch, Daddy. Apa kabar Daddy aku yang paling tampan se Amerika ini, sibuk ya?" Rein ingin bermanja-manja namun Robert justru menjadikan rambut panjang Rein bahan candaan. Robert menjambak ringan rambut putrinya.
"Daddy cancel uang bulanan hari ini." Robert menghardik.
Justru Rein tertawa. Serasa memenangkan judi Rein pun berusaha pamer kepada Robert jika ia bisa menghidupi dirinya sendiri dengan hasil bekerja. Rien pun menunjukkan bukti kontrak jika ia telah bekerja di perusahaan mobil di New York, dengan gaji sepadan setiap jamnya.
Antara Robert bangga dengan anaknya. Juga Robert merasa kedua anak kandungnya tidak memberikan kebanggan bagi Robert, mungkin mereka lebih bebas mengepakkan sayap. Robert nampak berpikir ucapan Persia dulu untuk memberikan kebebasan namun tetap mengawasinya dengan peran orang tua.
Robert teringat akan sikap yang terlalu keras terhadap Bevan. Tapi Robert pula terlalu bangga dengan anak itu, di dalam usianya yg ke 26 tahun Bevan telah meraih gelar doktor. Nyata jika keterbatasan tidak menyingkirkan otak cerdas Bevan.
"Daddy?" Rein memeluk lagi pinggang Robert.
Robert segera bangun dari lamunan. Ia juga dapat menemukan Bevan yang berjalan dari lobby menuju pintu lift. Dari arah berlawanan Robert segera menghampiri Bevan dan hanya keknya Rein menunggu di ruangannya.
"Hei Boy," Robert berteriak. Saat itu pun Bevan menoleh dan menunggu Robert mendekat. "Dari mana saja eh? Dasar kau ini, badung!"
Bevan hanya menanti lift terbuka tanpa ingin menjawab pertanyaan Robert. Kemudian mereka pun secara bersamaan masuk ke dalam lift dnegan Robert yang sebenarnya tidak memiliki tujuan ke lantai 30 yang Bevan maksud.
"Bagaimana liputan hari ini? Lancar?" Tanya Robert antusias ia akan mendengar suara anaknya.
"Hanya meliput pembunuhan anak kepada ayahnya." Jawab Bevan melepas jaket kulitnya.
Robert menelan ludah kasar. "b******k!"
Robert kembali terdiam saat tahu Bevan hanya akan membalas ucapannya jika ia memberikan informasi atau bahkan pertanyaan penting. Begitu pula Bevan yang hanya menghormati ayahnya meski pertanyaan barusan sangat tidak berbobot, padahal hari ini bukan merupakan jadwal Bevan meliput berita melainkan Bevan mencari tahu di mana keluarga pria kaya raya itu berada.
Sudah sekitar lima tahun lamanya diam-diam Bevan membuka kasus pelecehan seksual Rosie tanpa sepengetahuan Persia atau Robert. Dan yang Bevan ketahui pelaku itu adalah seorang petinju dari Tiongkok.
Semenjak masalah dan penderitaan itu muncul dan memisahkannya dengan Rosie, Bevan tidak lagi menyentuh dunia yang sudah membawanya pada gemerlap kesenangan. Ia telah meringkus semua jiwanya untuk berada di lingkungan para penikmat dunia malam.
Lamunan Bevan berlaku hingga pintu lift terbuka. Ia mempersilakan Robert untuk berjalan di depan namun Robert terdiam saat berada di luar, Bevan hanya tertunduk tanpa berkata mengapa ayahnya berlaku demikian.
"Daddy bertanya kau dari mana?" Tanya Robert menyentuh tengkuk Bevan yang terdapat darah lalu ia menunjukkan bercak darah melekat di telapak tangan. "Apa kau juga ikut dalam adegan pembunuhan itu huh?! Jangan membuat Daddy khawatir nak, meliput itu pekerjaan berat kau harus bisa membedakan opini dan fakta. Sedangkan..."
Robert menghentikan apa yang ingin ia katakan jika memang Bevan tidak bisa memberikan bukti pelaku pelecehan seksual itu bukanlah teman Bevan. Meski Robert meyakini tapi entah pengakuan Rosie memberikan bukti jika pria Tiongkok itu adalah teman dekat Bevan.
"Besok Daddy akan mengatur jadwal kapan kau harus berada di LX dan Daddy tidak mau tahu, tidak ada negoisasi atau apapun untuk kau menghindar!" Ucap Robert kembali menekan tombol lift dan ia pergi dengan meninggalkan Bevan yang hanya mematung.
[...]
Sudah terlalu lama tangan dan kaki itu berdiri di pembatas halaman belakang dan rumah, jemari yang dulu tulus memberikan belain kasih itu kini hampa saat Persia menyadari jika semua ini terlalu berat. 10 tahun bukan waktu yang singkat untuk Persia memendam semua perasaan rindunya. Terhadap gadis mungil yang kini telah tumbuh dewasa dengan wajahnya begitu cantik, tapi Persia hanya bisa melihat melalui gambaran Rosie.
Apa yang tengah menjadi lamunan Persia kini tergantikan saat mobil van berwarna hijau memasuki gerbang. Persia dapat melihat hal itu karena halaman terbuka dan menyatu dengan halaman utama mansion. Kemudian Persia segera berlari mengejar putranya yang nampaknya baru saja selesai melakukan syuting.
Dengan rasa bahagia yang masih bisa Persia rasakan saat ia bisa memberikan pelukan untuk putra bungsunya.
"Hai jagoan Mommy," Persia menyambut bahu lebar Malvines. "Baru pulang hm? Sini liat, capek ya sayang?"
"Ah, aku sangat lelah Mom. Semua orang membuatku lelah," Malvines mengeluh. "Bahkan sutradara sialan itu hampir saja membuatku malu di depan semua kru dan kekasihku. Keparat."
"Baiklah, kau bisa menceritakannya nanti. Sekarang Mommy akan buatkan masakan untukmu. Bagaimana?" Tawar Persia tidak hentinya mengusap wajah Malvines.
"Aku sudah makan Mom. Buatkan aku jus saja, bagaimana?"
"Siap!" Satu tangan Persia terangkat dan terletak di kening khas memberi hormat.
Teriakan Persia selalu terdengar saat tangan Malvines akan menggendongnya sampai ke dapur. Di sana mereka akan bercanda sambil membuat camilan bersama, bahkan dengan keahlian yang bisa dikatakan luar biasa dalam memasak Malvines akan menyuruh Persia duduk untuk menunggu ia membuat menu. Tapi hari ini perasaan Malvines tengah kacau dan memilih menunggu di meja makan tepat di belakang Persia membuat jus.
"Kenapa rumah sangat sepi? Mana anak kesayangan Mommy? Tumben dia tidak menampakkan diri akhir-akhir ini?" Tanya Malvines sambil memainkan buah apel di atas meja.
Sekilas Persia menoleh, lalu ia tertawa kecil karena ucapan Malvines yang selalu cemburu. "Memangnya Mommy nggak sayang sama kamu hm?"
"Oh ayolah Mom, bahasaku payah! Inggris saja!" Malvines mengeluh saat ibunya bercakap dalam bahasa Indonesia.
"Hm, padahal sudah bertahun-tahun Mommy mengajarimu bagaimana menguasainya."
"Jadi itu sebabnya Mommy sangat menyayangi Bev dan Rosie? Ya, hanya mereka yang bisa diandalkan oleh Dad dan Mommy." Imbuh Malvines mengangkat kedua bahunya.
Semua tidaklah benar. Persia selalu meluangkan waktu hanya untuk memberikan kasih sayangnya secara adil, terutama Bevan yang memang memerlukan perhatian khusus.
"Mommy sangat menyayangi kalian berempat, kalian malaikat-malaikat Mommy!" Persia menghampiri dan memeluk tubuh Malvines untuk ia merebahkan kepala di bahu putranya dari belakang. "Bevan, Rosie, Rein dan kau akan selalu ada di hati Mommy. Cium Mommy sini!"
Malvines menoleh untuk memberikan kecupan hangat di sisi wajah Persia. Kemesraan mereka tidak akan pernah pudar meski keduanya sering berselisih paham, Malvines yang lebih mengutamakan rasa iri namun ia tetap peduli terhadap saudaranya.
Jus yang biasa Persia buat untuknya kini telah Malvines nikmati, kedua ibu jarinya terangkat untuk memberikan pujian. Lalu Malvines kembali menenggak jus kesukaan itu sampai akhirnya Bevan datang dan itu membuat Persia melupakan kambali Malvines, dari sana Malvines kembali memasang wajah murung saat melihat Persia berlari menuju lantai atas ke kamar Bevan.
Apa yang dilihat tidak seperti biasa karena Bevan nampak murung saat wajahnya tertunduk. Meski Persia berkali-kali memanggil tetap saja Bevan enggan menoleh, tapi Persia tidak berhenti menyerah dan mengikuti Bevan sampai ke kamar.
Terlihat Bevan membanting tubuhnya di sofa kamar dan hanya menundukkan kepala tanpa ingin melihat siapa yang sudah memasuki kamar. Tapi Bevan sudah tahu persis siapa yang membelai kepala lalu mengecup puncaknya, ia pun mendongak menyambut kecupan Persia di kening.
"Ada apa sayang? Kenapa kau seperti ini hm?" Dengan mata yang berair Persia selalu melekatkan keningnya di kening Bevan.
Sepasang mata hijau itu hanya terpejam menikmati semua belaian ibunya. Bevan tidak sanggup menimang imbas ini sendiri tetapi dengan siapa ia harus mengungkapkannya, hanya sekedar bercerita dengan Persia bahwa ia sangat rindu saja sangat berat.
Saat belain mendarat di tengkuk Bevan dan Persia terkejut dengan luka sayatan, Persia pun segera meneliti wajah dan juga tangan serta kaki Bevan apakah ada luka yang lain.
"Ini... Kenapa bisa seperti ini hm? Ini kenapa sampai luka? Kenapa berdarah sayang? Kenapa Bev, jangan bikin Mommy khawatir!" Persia mengguncang tubuh besar Bevan.
Hanya senyuman kecil yang Bevan berikan dan tentu itu tidak memenuhi semua pertanyaan Persia. Ia pun tidak ambil pusing menyuruh pelayan mengambil air dingin dan handuk serta obat merah, lalu Persia memaksa Bevan menyerahkan ponsel. Tapi Bevan hanya terdiam tanpa mengikuti ucapan Persia, Bevan pura-pura tidak mengerti dan hanya menatap kekhawatiran Persia.
Setelah beberapa menit bergantung pada gelisah dan juga kekhawatiran Persia akhirnya menyerah. Ia tidak meminta ponsel Bevan agar bisa menghubungi Raymond tapi tidak dengan menyembunyikan pertanyaan Persia mengenai sikap Bevan akhir-akhir ini.
"Jagoan Mommy ini berantem lagi hm? Kalah ya?" Persia terus menangis saat membelai wajah Bevan di pangkuan.
Masih saja Bevan diam dan menikmati tangan lembut di wajahnya. Ia tahu jika Persia sangat sedih akan semua yang telah terjadi, tapi bagaimana pun Bevan tidak dapat memberikan bukti dan menyeret orang yang telah menodai nama keluarga Luxembourg. Dengan menyebarkan fitnah keji yang membuat Rosie diusir oleh beberapa petinggi di New York bahkan Amerika.
"Berhenti untuk mencarinya sayang," Persia memperhatikan garis-garis dari kilatan mata Bevan. "Kita tidak tahu mereka, yang penting malaikat cantik Mommy baik-baik saja di Jakarta."
"Aku hanya ingin tahu siapa pelakunya!" Tandas Bevan dengan suara lemah.
"Ya, Mommy tahu. Tapi Mommy sangat takut kamu kenapa-napa, berhenti menjadi petarung sayang! Bekas luka bakar di sekujur tubuh mu ini sudah cukup membuat Mommy tersiksa." Pinta Persia memohon saat ia melihat kembali tatto di lengan Bevan dan bertubi-tubi ia meratakan kecupan di wajah putranya.
Bevan terpejam dan mencoba meredakan bara yang ada di kepala. "Aku merindukannya, Mom!"
Persia terisak. Dadanya terasa sesak saat ia menatap foto di mana Bevan tengah mengajari Rosie berjalan. "Ya, kita sangat merindukannya."
Dari jarak yang dapat terjangkau dengan telinga itu Robert memasang wajah dan mata yang berair mengingat putri kesayangannya harus menanggung semua ini. Akibat dari perang bisnis inilah imbasnya mengenai diri Rosie. Bahkan Robert tidak kuasa memberikan bukti kepada semua orang jika Rosie bukanlah merupakan seorang p*****r, karena foto-foto rekayasa itu.
Bisnis LX yang saat itu diujung kebangkrutan Robert berjuang sepenuhnya demi mengirim bukti tetapi entah pihak manakah mereka terlalu kuat. Sulit bagi keluarga Luxembourg untuk mengalahkan, sehingga Robert harus merelakan Rosie pergi ke Indonesia, agar tidak membahayakan jiwa dan raga Rosie. Karena Robert tahu ini hanya fitnah kejam, bukanlah tindak pemerkosaan.