"Gih mi, siapa yang bertamu jam segini mi? Tapi tiang tidak melihat ada kendaraan yang terparkir di halaman?" tanya Imam pada wanita itu, namun baru saja ia mengangkat tubuhnya sosok seseorang sudah berdiri tepat di belakang umi dengan senyum mengembang.di wajahnya. Tiang adalah bahasa halus Sasak yang menunjukkan sebutan untuk diri sendiri ke orang lain, yang artinya adalah saya.
"Sudah pulang mas?" tanya wanita itu dengan polosnya.
Raut wajah Imam seketika berubah. "Ngapain sih wanita ini sampai kemari di jam seperti ini?" Gerutu Imam dalam hati yang sangat tidak nyaman dengan kehadiran asistennya itu di rumahnya. Malam ini ia sudah membayangkan bagaimana ia nanti akan melakukan panggilan telepon dengan gadis pujaannya sampai salah satu dari mereka tertidur, eh malah ada pengganggu yang tak di undang menampakkan diri.
"Maaf mi, Imam ke kamar dulu gih. Capek mau istirahat!" pamit pria manis itu dengan memegangi ke dua bahu uminya seraya berlalu pergi begitu saja meninggalkan ruangan itu menaiki anak tangga menuju kamarnya.
"Maaf ya nak Lydia sebaiknya side pulang saja. Tidak baik kalau sampai terlalu malam di rumah lelaki, mari umi antarkan ke luar!" Pesan umi yang akhirnya memiliki alasan untuk menyuruh wanita muda itu keluar dari rumahnya secara sopan.
Dengan terpaksa akhirnya wanita bernama Lydia itu pun mau pulang, ia memaksakan diri untuk tersenyum di depan wanita yang sudah tak lagi muda itu. Lagi dan lagi ia harus menelan rasa kecewanya seraya mengikuti langkah ibu dari lelaki yang menjadi incarannya. Sementara dari lantai dua sana Imam tengah memperhatikan asistennya itu sampai ia menghilang di balik pintu bersama uminya.
Lydia menghampiri mobilnya yang terparkir di depan rumah tetangga bosnya, berharap memberikan kejutan malah kekecewaan yang ia dapat kembali. Terusir dengan sopan dari rumah itu.
"Awas saja, suatu saat kamu yang akan mengejar-ngejar aku mas!" gumamnya seraya membanting pintu mobilnya dan melaju meninggalkan perumahan itu.
Setelah memastikan wanita itu benar-benar pergi, Imam pun masuk ke dalam kamarnya, membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan baju kaos polos dan sarung kotak-kotak. Untuk beberapa menit lelaki itu di sibukkan dengan ke khusyukan shalatnya di lanjutkan dengan mengecek file yang di kirim ke emailnya melalui ponselnya itu. Sampai tak terasa sudah satu jam setengah ia di sibukkan dengan file dan jadwal yang akan ia kerjakan besok pagi. Waktu di layar ponsel itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun ia belum mengantuk saat ini dan akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan ke gadis pujaannya.
Me:
Sudah tidur dek?
Begitulah pesan yang telah di kirimkannya ke Ayu, untuk beberapa menit berlalu begitu saja tanpa balasan.
"Sepertinya dia sudah tidur." Gumamnya yang kini meletakkan ponsel di atas meja kecil yang ada di samping tempat tidurnya.
Namun baru saja ia akan memindahkan tangannya dari ponsel tersebut tiba-tiba saja ponselnya menyala dan sebuah notifikasi pesan pun masuk, dengan cepat Imam menarik lagi ponsel ke hadapannya dan membuka pesan tersebut.
Ayu:
Belum kak, baru selesai ngerain perbaikan KTI. Kakak sendiri kenapa belum tidur?
Me:
Nungguin kamu dek.
Ayu:
Hehe, kalau mau tidur tidur aja kak! Gak usah nungguin kayak orang serumah aja.
Membaca balasan seperti itu langsung membuat Imam tertawa bahagia sudah, malam ini serasa sepasang sayapnya keluar dan akan membawanya terbang ke langit ke tujuh. Tak mau membuang waktunya ia pun mengetik balasan dengan cepat seperti kecepatan cahaya. Hihi canda lah, lebay amat dah.
Me:
Wah oke juga tuh, kita tinggal serumah aja ya jadi bisa saling tungguin kan. Plus saling jagain. (emoji tersenyum penuh cinta)
Ternyata balasannya tak secepat sebelumnya, Imam kembali menunggu. Beberapa menit pun berlalu hampir sepuluh menit tak kunjung ada balasan juga.
"Baru saja pembahasannya seru eh sudah di tinggal tidur." Gumamnya dengan wajah tampannya yang berubah murung.
Ia kembali meletakkan ponselnya, namun sekali lagi ketika tangannya akan menjauh dari meja ada sebuah panggilan masuk di sana. Melihat nama si penelepon lelaki itu langsung mengangkat tanpa ragu.
"Assalamualaikum." Sapa suara di seberang sana.
"Waalaikumsalam dek." Balasnya dengan senyum manis di wajahnya. Senyum seribu makna kebahagiaan.
"Kakak belum tidur? Maaf kalau ganggu." Ucap Ayu merasa tak enak hati.
"Eh gak kok dek, kakak belum tidur kok. Santai aja. Kakak kira tadi adek udah tidur." Imam.
"Belum kak, tadi di panggil sama mama ada sedikit masalah pekerjaan yang di bahas." Terang Ayu. "Gak apa-apa kan kalau aku nelpon?" lanjutnya lagi.
"Gak apa-apa dong dek. Malah kakak senang adek nelpon. Sering-sering juga gak apa-apa. Hehe." Imam mulai cengengesan, baru saja obrolan mereka di mulai eh malah ada suara ketukan pintu di luar kamarnya.
"Eh bentar ya dek, ada yang dateng." Ucap Imam seraya beranjak dari tempat tidurnya. "Siapa sih yang ketuk pintu jam segini ah, gangguin orang aja!" lanjutnya dalam hati.
"Eh matiin aja kalau gitu kak telponnya." Ucap Ayu merasa tak enak hati.
"Eh gak usah dimatikan dek. Biarin aja telponnya." Sergah Imam dengan cepat.
"Oh baiklah." Ayu pun mengikuti permintaan lelaki penyelamat itu.
Imam pun menarik handle pintu kamarnya, dan muncul lah sosok dua orang di sana yang tak lain adalah adik-adik sepupunya yang selalu mengganggu setiap malam. Tentu mereka akan membuat keributan di kamarnya.
"Hai kakak ku tercinta, terimakasih untuk sambutannya." Gadis yang usianya lebih muda dua tahun darinya itu masuk begitu saja melewati kakak sepupunya diikuti pria yang seumuran dengannya.
"Kok ada suara perempuan kak?" Ayu kini malah penasaran di jam seperti itu ada suara wanita yang masuk ke dalam kamar teman bicaranya.
"Dia adik sepupu ku dek, namanya Gladis dan ia datang bersama Ryan. Kamu ingat Ryan kan adik tingkat mu yang aku jemput di kampus ketika pertama kali kita bertemu." Tutur Imam memberi penjelasan.
"Ow ya kak."
"Begini lah mereka setiap malam akan datang mengganggu ku." Imam tersenyum.
Benar saja dua orang yang tak di undang itu kini mulai berbuat gaduh, Ryan mulai menyalakan musiknya memutar sebuah lagu tentang cinta dan Imam yang terbawa suasana lagu itu malah kini ikut bernyanyi. Sementara Ayu diseberang sana hanya diam tanpa suara mendengarkan lantunan lagu itu hanya suara nafasnya yang terdengar.
"Dek, sudah tidur?" Imam bertanya setelah tidak mendengar suara yang keluar dari speaker ponselnya.
Pria manis itu kembali tersenyum dan ia melanjutkan nyanyiannya, sementara ponselnya tetap ia biarkan menyala tanpa mematikan sambungan telponnya. Ia mengambil earphone di dalam laci mejanya dan ikut berbincang dengan dua adik sepupunya itu.
"Selamat malam sayang." Gumamnya di sela lantunan lagunya.
Begitulah malam indah itu berlangsung dengan hati yang berbunga-bunga.