Kunjungan Dokter Tampan

1099 Kata
"Tolong ke ruangan saya sebentar." Pinta Imam dari sambungan telepon di ruangannya. "Baik dok." Jawab Lydia dengan suara girangnya, baru di suruh ke ruangan bosnya saja dia sudah kegirangan seperti itu memang ya wanita kalau sudah jatuh cinta pada seseorang akan selalu jadi baperan. Dengan percaya dirinya Lydia berjalan ke arah sang direktur tampan itu yang kini tengah sibuk mengecek lembaran kertas yang ada di atas meja kerjanya itu. "Tumben sekali dia manggil aku di waktu seperti ini, perasaan kerjaan belum ada yang harus aku urus deh." Gumam Lydia dalam hati. "Apa jangan-jangan aku mau di ajak makan siang bersama nanti, wah senangnya hati ku." Lanjutnya lagi yang sudah kegirangan sendiri. Dengan yakinnya ia masuk ke dalam ruangan itu setelah mengetuk pintu terlebih dahulu. "Ada yang saya bisa bantu pak?" sapa manja Lydia dengan suguhan senyum termanisnya. "Saya langsung ke intinya saja Lydia. Saya harap kamu bisa mengerti posisi mu sekarang dan tolong jangan bertindak lebih dari itu atau berharap lebih terhadap sikap saya." Imam memasang wajah seriusnya namun Lydia tentu masih berpura-pura bingung. "Maksudnya apa ya pak dokter?" tanya wanita itu dengan polos. "Tolong jangan kamu ganggu urusan pribadi saya. Hubungan kita hanya sebatas rekan kerja saja antara asisten dan bawahan. Tapi kalau kamu sampai berharap lebih dari itu, saya bisa kapan saja memindahkan mu dari sini!" Ucap Imam dengan tegasnya menampakkan wajah yang begitu dingin dan menyeramkan dikala ia sedang marah seperti ini. Seketika wajah dan senyum manisnya menghilang. Lydia bahkan dengan berani menatap tajam ke arah pria itu sekarang, "larangan mu adalah perintah Mam. Aku tidak akan menyerah begitu saja, lihat saja akan ku buat kamu jatuh cinta pada ku bahkan sampai kamu tak bisa beranjak sedikit pun dari hadapan ku." Batinnya. "Kalau tidak ada lagi yang ingin pak dokter sampaikan saya permisi keluar!" ucap Lydia seakan tak menghiraukan apa yang di katakan pimpinan nya itu. Imam mengernyitkan dahi melihat sikap wanita di hadapannya. "Masih ada wanita yang seperti ini jaman sekarang. Mungkin dia berpikir semua pria akan selalu suka denga tubuh yang seksi saja." Imam membatin sendiri. "Keluar lah tapi yang pasti aku sudah memperingatkan mu untuk hal ini. Dan sekali lagi kamu melakukan kesalahan yang sama maka bersiaplah untuk ditempatkan di tempat yang baru yang bisa saja jauh lebih menyedihkan." Tegasnya sekali lagi. Namun Lydia memilih untuk acuh dan berlalu pergi begitu saja. "Sepertinya memang aku harus memberikan sedikit hukuman untuknya. Menjadi penanggungjawab di kamar mayat sepertinya cocok untuk nya." Gumam Imam seraya menggelengkan kepala setelah kepergian Lydia. "Astaga aku sampai lupa ada jadwal kunjungan ke kamar pasien." Desisnya lagi yang segera berjalan ke arah gantungan bajunya dan mengambil snelli yang tergantung rapi di sana. Sejak di posisi sekarang ia sudah tidak mengenakkan jas dokter itu setiap hari. Sungguh ia juga merindukan ketika dirinya setiap pagi menyapa pasien saat melakukan visite. Dengan kaki jenjang nya itu ia melangkah meninggalkan ruangan seraya mengenakan snelli nya sudah seperti bos mafia besar yang ada di adegan film mengibaskan jasnya lalu memasangkan setiap kancing untuk menutupi tubuh indahnya. Dari ekor matanya Imam bisa melihat Lidya yang akan bangkit dari tempat duduknya tentu untuk mengikuti dirinya namun dengan cepat ia menghentikan pergerakan wanita itu. "Diam di sana dan jangan ikuti aku. Kerjakan saja pekerjaan mu yang lainnya!" perintah Imam tanpa melihat ke arah asistennya itu. Sungguh ia tak ingin ada lagi drama hak sepatu Lydia yang tiba-tiba patah di kamar pasien seperti sebelumnya. Terdengar suara wanita itu mendengus kasar. ***** "Selamat pagi semuanya, hari ini dokter Imam selaku pimpinan rumah sakit ini akan ikut bersama tim visite jadi diharapkan semua menjaga kebersihan ya untuk para penunggu pasien!" seorang perawat muda mengumumkan di bangsal Kamboja yang merupakan tempat rawat inap pasien dengan berbagai keluhannya. Mendengar pengumuman itu para pasien langsung malah langsung bersemangat terutama dua orang pasien lama yang memang sudah mengenal siapa dokter Imam. Tapi pasien wanita yang lain juga tak kalah antusiasnya mendengar pengumuman itu karena rumor yang beredar tentang kemanisan dokter Imam yang mengalahkan manisnya pemanis buatan atau pun gula murni. Tak hanya rumor paras wajahnya tak pernah bosan dilihat yang beredar, rumor tentang status bujangannya pun menjadi kan para penghuni wanita rumah sakit itu berlomba untuk mencari informasi bahkan mendekati dokter muda itu hanya saja usaha mereka sia-sia karena Imam bisa di katagori kan makhluk tak kasat mata. Sudah seperti makhluk halus memang yang penampakan sangat jarang sekali. Hihihi. "Yes dokter ganteng akan datang." Suara seorang petugas administrasi di bagian informasi bangsal itu seraya merapikan penampilannya. "Kesempatan nih buat unjuk nyali." Desis yang lainnya lagi. "Kesempatan langka yang tidak boleh disia-siakan tambah yang lainnya. Semua berlomba untuk menampilkan bagian terbaik dari diri mereka. "Selamat pagi semuanya!" Suara lembut dengan senyum manis itu menyapa tim visite yang tengah berkumpul untuk berdoa sebelum kunjungan mereka di mulai. "Pagi dok." Jawab kompak mereka semua dengan semangat. Semua tim dokter dan perawat memulai doa mereka, setelah itu mereka pun masuk ke dalam ruangan pertama. Ada empat orang penghuni di sana, dua di antaranya merupakan wanita yang sudah berusia empat puluh tahunan ke atas yang masih setia di rawat di rumah sakit ini karena penyakit kronis yang mereka derita. "Dokter ganteng tumben ke sini!" sapa salah seorang wanita tadi setelah pemeriksaannya selesai dan ini pasien terakhir mereka di kamar ini. "Saya bukan tumben ke sini Bu, tapi ibu yang terlalu betah di sini!" seloroh Imam dengan senyum manisnya. Mereka kalau bertemu memang sering bercanda. "Kalian lanjut kan saja dulu!" Perintah Imam lagi ke tim yang lainnya karena ia akan berbincang sebentar dengan ibu itu. "Baik dok, kalau begitu kami permisi Bu." Pamit yang lainnya kompak. Pasien wanita itu tersenyum. Kini tinggal mereka berdua di sana dan Iman memilih untuk duduk di ujung ranjang. "Saya boleh duduk di sini!" izinnya. "Tentu saja dok, silahkan. Kali aja setelah memandang wajah dokter ibu bisa pulih secepatnya dan bisa pulang dari hotel mewah ini." Sang ibu terlihat tersenyum dengan tulusnya. Wanita itu memang terlihat baik-baik saja namun sebenarnya ia tengah berjuang melawan rasa takutnya. Sudah sebulan ini ia menunggu kabar baik dari seorang budiman yang entah siapa nantinya akan ikhlas mendonorkan jantung untuk untuknya. Karena penyakit gagal jantungnya kapan saja bisa datang menyerang sewaktu-waktu jadi dia harus segera melakukan pencangkokan jantung agar bisa bertahan. "Ibu mah selalu bisa saja. Sendiri lagi Bu?" tanya Imam, wanita yang biasa di panggil Bu Sri ini memang sendiri di sini. Keluarganya hanya akan menengok beliau sekali saja dalam seminggu itu pun dalam waktu terbatas. Anak-anaknya cowok semua ada dua orang dan mereka sudah menikah, ibu ini tidak bisa di remehkan karena beliau ini adalah pemilik sebuah lesehan ternama yang sudah memiliki puluhan cabang namun begini lah jalan cerita kehidupannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN