Malah Jadi Kencan Dadakan

1164 Kata
Rumit memang kalau mau dijelaskan bagaimana kehidupan Imam yang terlihat tenang itu sungguh tidak mengenakkan. Ia membawa mamanya untuk tinggal bersama di kota kecil ini hanya untuk menjaga kesehatan fisik dan mental sang mama dari ibu tirinya yang terlalu licik itu. Namun sang papa masih saja terus berusaha untuk mengendalikannya. "Kalian mau langsung pulang?" tanya Imam membuka percakapan setelah makan siang mereka selesai. "Ya pak." Gatri yang menjawab paling cepat. "Aduh jangan panggil pak dong, ya kalau di rumah sakit nggak apa-apa. Tapi kalau di luar begini aneh dengarnya kalau di panggil dengan sebutan bapak begitu. Punya istri dan anak saja belum sudah jadi bapak-bapak." Ujar Imam dengan senyum khasnya seraya menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi itu. Ayu masih diam saja tanpa memberikan tanggapannya dan hanya sesekali tersenyum ketika dua orang itu berbicara. "Terus saya harus panggil apa dong? Nggak mungkin ikut panggil kakak kan? Hehe" Canda Gatri. "Panggil Imam saja." Imam "Serius? Tapi kok rasanya kurang sopan ya." Gatri sedikit membulat kan mata. "Ya kan di luar ruamh sakit, lagi pula usia kita nggak jauh berbeda kok." Imem terkekeh. "Baiklah, masa sih seumuran pak?" tanya Gatri lagi tak percaya. "Ya paling beda jarak 3 atau 4 tahun dari usia kalian. Jadi bagaimana kalian akan langsung pulang?" tanya Imam sekali lagi. Ayu masih diam saja. "Oh begitu, aku sih Yes mau langsung pulang soalnya sudah di jemput ke sini." Gatri tersenyum lebar. "Lah serius paman Sem bener mau ke sini Get?" Ayu mulai bersuara. "Udah bisa bersuara kamu Yu, kirain mau diem terus!" seloroh Gatri, "ya bentar lagi juga sampai. Tadi aku chat ketika di kita di jalan ngasi tau kalau mau makan di sini jadi ayang jemputnya ke sini deh sekalian keluar. Nggak enak juga kalau terus jadi nyamuk soalnya." Lanjut Gatri lagi. "Emm sok mu." Ayu mencibir. Tepat setelah percakapan itu ponsel Gatri berbunyi ada panggilan masuk. "Nah ini dia nelpon, aku pergi dulu ya. Pasti dia sudah sampai parkiran." Ucap Gatri seraya bersiap. " Makasih ya pak eh maksudnya Mam untuk traktirannya, bagus lah sekarang Ayu sudah ada temannya jadi lain waktu dia bisa jalan sama kamu tanpa harus jadi nyamuk di sekitar ku. Hahaha." Lanjutnya lagi seraya bangkit dari duduknya. "Kurang asem kamu Get." Balas Ayu ketus. "Duluan ya selamat berkencan." Pamit Gatri yang dibalas senyuman oleh Imam. "Kamu nggak mau aku antar Get?" tanya Ayu yang sebenarnya merasa canggung kalau mereka nantinya akan berdua saja di situ dan benar saja temannya satu itu telah berkhianat meninggalkan mereka berdua di sana. "Nggak usah kamu nikmati saja waktu mu berdua. Kan baru jadian, sayang waktu kalau di sia-sia kan. Sementara di luar sana ghibahan tetap jalan." Seloroh Gatri seraya berlalu pergi dengan melambaikan tangannya setelah mengucapkan nasehat pintar nya itu. "Teman mu itu lucu juga!" Puji Imam setelah Gatri sudah berjalan jauh dari mereka. "Ya begitu lah dia, tapi dia hanya begitu sama kita-kita saja teman kampus atau teman lain yang di kenal pasangannya." Tutur Ayu. "Maksud mu pacarnya si paman Sem itu?" tanya Imam lagi. "Ya kak, mereka sudah terlihat seperti pasangan suami istri kalau jalan. Gandengan tangan berdua, kemana-mana berdua, wajah mereka juga begitu mirip." Ayu malah mulai ngeghibah. "Astagfirullah kenapa aku malah begosip ya." Lanjutnya lagi yang mengingat keromantisan dan ke uwuan pasangan itu. Yang di katakan Gatri memang benar biasanya ia kan jadi nyamuk ketika Gatri jalan dengan pacarnya. Dia pasti akan jadi pendamping dan penonton setia mereka, selain jadi nyamuk ketika bersama Anisya dan Abang Ucup ya Ayu akan jadi nyamuk di saat Gatri bersama pacarnya. "Haha bukan ghibah dek tapi lebih tepatnya mungkin kamu iri karena belum ada yang bisa di ajak seperti itu. Nah tapi sekarang tenang saja ada kakak di sini." Imam mulai menunjukkan dirinya. "Ah masa? Chat sama telpon saja jarang kak, bahkan kalau di ingat-ingat yang hubungi atau chat duluan juga Adek." Cibir Ayu. "Ya ampun ternyata itu bisa jadi masalah ya?" Pantas saja Adek cuek ya sekarang." Imam pura-pura tak mengerti. "Ya iya lah masalah. Masa ya cewek Mulu yang duluan." Ayu mulai memasang wajah kesalnya. "Ya sudah maaf tapi Kakak sengaja sih biar ngerasa di pedulikan juga. Toh kakak juga nemenin telpon sampai kamu tinggal tidur nggak pernah kakak protes kan." Imam membela diri. Ayu menyeringai menutupi rasa malunya juga. "Nah sekarang gini saja kakak sudah bayar lunas semuanya, hari ini kakak sudah resmi kan hubungan kita bukan. Jadi kalaupun nanti kakak sedikit menghilang di maklumi saja dulu karena tandanya lagi sibuk ngurus kerjaan." Jelas Imam seraya mengusap kepala kekasihnya itu. Wajah Ayu langsung memerah seketika. "Nah sekarang seperti saran Gatri kita nikmati waktu saja. Kita jalan-jalan mumpung di sini." Lanjut Imam lagi. "Kakak nggak balik ke rumah sakit?" tanya Ayu seraya melihat wajah yang kini sedang menghadapnya itu. "Kerjaan sudah selesai dek. Sumpek di rumah sakit mulu. Nanti kakak anter kamu pulang ya?" Imam menawarkan diri. "Eh nggak usah kak, Adek bisa pulang sendiri. Lagian lucu juga nanti masa nganter pulang pakai motor masing-masing." Ayu menolak sekaligus tanpa sadar memberikan kode. "Ow tenang itu tak jadi masalah. Motor kang Udin nanti di ambil ke sini kok, tadi kakak sudah minta kang Udin ke sini." "Terus nanti dari rumah Kakak pulang pakai apa? Mobil kakak kan juga masih di rumah sakit? Masa ya kita mau saling anter terus-menerus nggak selesai-selesai." tanya Ayu bingung "Nggak lah, nanti kakak di jemput sopir ke rumah mu dek. Kunci mobil sudah kakak kasi tadi sebelum berangkat." Tutur Imam. "Em kok bisa berencana seperti kak?" Ayu masih bingung. "Ya kan memang manusia hanya bisa membuat rencana, Tuhan yang menentukan. Itu lah kenapa hidup kita juga nggak bisa hanya punya satu rencana saja, harus ada rencana lain yang juga di siapkan sebagai pilihan jika rencana utama tidak berjalan lancar." Imam berkata bijak. "Ya juga sih." "Ya sudah yuk jalan! Eh kakak bayar dulu ya." Imam pun bangkit dan berjalan menuju kasir untuk membayar tagihan makanannya. Sementara Ayu berjalan terlebih dulu keluar area resto dan menunggu di pintu masuk. Tak lama Imam pun keluar. "Yuk." Imam meletakkan tangannya tepat di hadapan Ayu dan gadis itu malah bingung sendiri melihat tangan itu. "Sini mana tangannya!" Ucap Imam lagi dan Ayu pun agak ragu meletakkan tangannya di atas telapak tangan pria itu. "Mulai sekarang kalau di luar kita akan seperti ini. Jangan di lepas ya, dan lain kali tunggu saja kakak di dalam kita keluar bersama!" Pintanya lagi. Ayu hanya bisa menatap wajah teduh nan manis itu. "Sini tasnya biar kakak saja yang bawa?" Lagi-lagi Imam mau melakukan hal romantis lainnya. "Eh nggak usah kak. Biar adek saja yang bawa." Tolak Ayu merasa tak enak. "Sudah nggak apa-apa. Biar kakak yang bawa." Imam tetap memaksa dan membantu Ayu melepas tas ransel itu dari punggungnya. Lalu pria itu kembali menggenggam tangan kanan kekasih barunya itu. "Kita beli baju dulu ya, nggak enak di liat orang pakai almamater begitu dek. Dan jangan ada penolakan, kakak nggak suka." Lanjutnya lagi memberikan peringatan dini. Mau tidak mau Ayu hanya bisa mengikuti perintah. "Begini kah rasanya punya kekasih yang lebih menyayangi kita." Batinnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN