Ayu POV
"Apa kamu berpura-pura tidak mengenaliku sekarang?" ucap Ichal tiba-tiba.
Mama yang mendengar ucapannya itu langsung menautkan kedua alisnya. Aku hanya bisa cengengesan.
"Hihi ini bang Ichal mah teman ku yang waktu menjemput ku di pelabuhan lembar dan mengantarkan ku pulang" jelas ku pada mama yang sudah terlihat penasaran karena ucapan Ichal tadi.
"Oh" hanya itu yang mama ucapkan.
Aish jawaban yang sangat singkat dan tidak sesuai harapan.
"Oh ya dek besok di saat acara akad nikah kamu yang akan merias wajah mempelai wanitanya." lanjut mama lagi.
Aku hanya mengangguk saja karena sudah pasti aku yang akan bertugas sebagai MUA nantinya sementara Ichal hanya menatapku dengan wajah kagetnya. Aku pun membalasnya dengan senyuman.
"Ya udah mah, adek pergi dulu ya. Sudah di tungguin sama kak Agil di bawah." pamit ku dan menyalami mama serta bang Ichal.
Tanpa basa basi lagi aku meninggalkan tempat itu. Jadi itu alasannya ia tidak menghubungiku setelah malam itu. Sudah membuatku sakit hampir seminggu malah dia sekarang sudah mau menikah saja. Dasar sahabat macam apa itu, tidak berakhlak sama sekali aish. Aku hanya bisa menggerutu sepanjang menuruni tangga.
"Kenapa lu kayak emak-emak yang lagi kesel sama suaminya" celetuk kak Agil yang sudah ada di hadapanku.
Kami memang janjian bertemu di sini, kak Agil akan menemaniku melihat tanah yang ingin ku beli untuk ku jadikan lahan kebun mawar. Aku memang pencinta bunga mawar berduri, entah kenapa aku selalu senang melihat bunga itu.
" Ini lagi punya kakak mulutnya pedes banget ngomongnya. Aish"
" Sudah lah buat apa kamu mengomel sendiri hanya karena sahabat pena mu itu. Kan sudah ada yang gantiin sekarang. Nyata lagi wujudnya" goda kak Agil.
Aku tau arah pembicaraannya kemana yang dia maksud itu adalah Imam.
" Haduh kakak ini emang yang satunya kagak berwujud ya, dia kan juga manusia kak. Ya sudah berangkat yuk" ajak ku.
Aku dan kak Agil pun meninggalkan butik mama dan pergi menuju rumah pemilik tanah yang akan ku beli. Sebetulnya tanah yang mau aku beli terletak tepat di belakang rumahku sendiri. Lahan kosong seluas 3 are itu lah yang inginku miliki, jadi kebun ku akan lebih luas bukan. Namun sang pemilik rumah berada di wilayah yang berbeda jadi aku harus mengunjunginya ke sana.
Ngomong-ngomong dari mana kak Agil tau kalau bang Ichal akan menikah. Bang Ichal adalah salah satu sahabat penaku, ya kami memang dekat namun hanya dekat sebatas dari kita yang sering berbalas surat. Aku mengenalnya dari adik sepupuku waktu itu, kata adikku bang Ichal senang melihat ku dan setiap aku berkunjung ke pesantren sepupuku itu maka dia akan selalu melihatku dari kejauhan. Bang Ichal juga adalah tamatan salah satu pondok pesantren dulu, nah karena pertemuan itu lah bang Ichal sering menitipkan surat padaku melalui sepupuku itu. Bukan pertemuan sih jatuhnya karena aku tidak bertemu dengannya secara langsung waktu itu, tapi anggap saja lah seperti itu. Hahaha. Jadilah kami sering berbalas surat padahal waktu itu kita tidak tinggal di jaman tempo dulu pakai acara surat-suratan. Namun semuanya menjadi seru dan menjadi sebuah kenangan manis.
*****
Sore ini kegiatanku seperti biasa merawat para bunga-bunga indah ini. Semua orang belum pulang ke rumah, tinggal lah aku seorang diri di sini. Bagaimana nanti kalau sisa dua kakak kembar ku pergi melanjutkan kuliah mereka, aku akan sendiri di sini.
Apa sebaiknya nanti aku menyusul kak Anul saja ya ke Jakarta lanjutin kuliah di sana, haduh ini taman jadi gundul sekarang karena buket bunga besar itu. Aku hanya bermonolog sendiri dengan tangan yang masih sibuk menggenggam selang air menyirami setiap inci tanaman-tanaman cantik ini.
Apa iya si abang nikah sama ceweknya yang dulu ia ceritakan itu ya, surat terakhir yang abang Ichal dulu titipkan berisi tentang perasaannya pada cewek yang waktu itu sedang melakukan pengobatan untuk penyakitnya di luar daerah dan tinggal bersama neneknya. Entah lah aku juga tidak tau dan tidak mau tau penyakit itu cewek apaan, kalau dari gaya ceritanya sih kemungkinan penyakitnya parah kayak film itu si Irwansyah sama Acha yang My Heart itu lah kisah kita waktu itu. Kalau ingat itu jadi suka senyum-senyum sendiri kayak pasien RSJ yang lagi kehabisan obat. Hahaha.
Betapa malangnya nasibku di tinggal begitu saja dengan perpisahan lewat selembar surat terakhir yang juga berisi sebuah foto abang yang lagi mengenakan baju kaos dengan kain sarung di tambah lagi pegang gitar. Cie elah romantis cuy waktu itu. Tapi yang menyebalkan kalau ingat masa itu surat terakhir itu di kirim tepat seminggu sebelum ujian akhir nasional SMA. Nyakitin banget kan, kalau di bilang ada rasa sih pasti ada rasa suka, siapa sih yang tidak kesemsem bayangin aja kalian diromantisin dengan surat yang berisi cerita-cerita manis kan jadi klepek-klepek waktu membacanya. Sudah lah jangan bahas Ichal dulu, ini seharian HP sepi kayak kuburan tidak ada pesan masuk.
Tumben banget dah, itu dua sejoli juga satu pun kagak ada yang hubungin gue. Selalu aku menjadi yang terlupakan di saat mereka sibuk berdua, giliran ada masalah nanti pada berturut-turut nelpon buat curhat. Astaga aku sampai lupa perbaikan KTI belum di tuntaskan mana besok jadwal aku menghadap dosen killer itu lagi. Gaswat ini harus buru-buru di selesaikan.
Author POV
Dengan segera Ayu melepaskan keran air yang sedari tadi di genggamannya dan berlari kecil menuju keran untuk di matikan. Setelah menutup pintu pagar taman Ayu pun berjalan dengan langkah cepat menuju kamar, mengeluarkan laptop dan map yang berisi coretan revisi KTI nya di dalam tas ranselnya. Tak perlu menunggu lama Ayu pun sudah larut dalam dunia karya tulis ilmiah nya. Setelah hampir satu jam bertatap muka dengan laptop kesayangannya tiba-tiba ia sadarkan oleh suara deringan panggilan masuk dari HP nya.
"Hallo." sapa nya ketika sudah terhubung dengan si penelpon. "Wa'alaikum salam Sya. Tumben ingat nelpon sore-sore begini kirain kamu lagi kencan sama abang" lanjutnya lagi.
Di liriknya layar laptop tersebut, waktu sudah menunjukkan pukul enam sore.
"Aish kamu ini, keluar lu aku sama abang ada di depan pintu nih. Kamu di rumah kan?" tanya suara khas dari Anisya.
"Hah kamu dateng ke sini kok gak kasi tau dulu, bentar aku turun." ucap Ayu dan bergegas keluar kamar setelah menutup sambungan telpon dari sahabatnya itu.
Dengan sigap Ayu membuka pintu dan betapa terpana nya ia melihat siapa yang berdiri di depan pintu rumahnya sekarang.
"Sialan si Anisya, ternyata dia cuma ngerjain aku. Awas saja kamu" gerutu Ayu dalam hati sambil mengulum senyum di wajahnya menyambut tamu yang kini tepat berdiri di hadapannya.
Mana penampilannya lagi kacau rambut berantakan belum di belai oleh sisir, kaos yang dikenakannya tadi juga belum di ganti masih bau keringat. Di tambah lagi ia belum mandi dan hanya mengenakan celana jeans pendek di bawah lutut.
Sosok yang ada dihadapannya juga menyambutnya dengan senyum sumringah.