2. Bekerja Di Rumah Mas Dokter

1038 Kata
"Astagfirullah," ucap Hanah, dia segera berbalik dan menutup wajahnya. "Siapa kau?" tanya seseorang yang membuat Hanah terkejut. Susah payah Hanah menelan paksa salivanya. Bagaimana dia tidak terkejut, jika tadi dia melihat seorang laki-laki yang hanya mengenakan celana dalam tengah berlari di atas treadmill dengan peluh yang membuat otot-otot pada tubuhnya tampak mengkilap. Sungguh, jantung Hanah begitu berdebar-debar saat ini, dia sama sekali baru pernah melihat hal yang entah kenapa orang bisa menyebutnya pemandangan, itu merupakan musibah baginya jika dia terus melihatnya. Hingga Hanah bisa merasakan seseorang itu menghampirinya. "Kau yang menggantikan Bu Laras?" tanya laki-laki itu, Hanah yakin, dia Pak Dokter yang dimaksud Bu Laras, ibunya Aska. "I-iya Pak," jawab Hanah. "Berbaliklah, aku sudah pakai baju," ujar suara bariton yang membuat Hanah merasakan bulu romanya berdiri, ia merinding saat diminta berbalik oleh laki-laki yang hampir 90 persen telanjang tadi. "Namamu siapa?" tanya laki-laki itu. "Ha-Hanah Pak, Siti Raihanah," jawab Hanah, dia gugup. "Hanah, baiklah, namaku Affandra," jawab laki-laki itu. "Ba-baik Pak," ucap Hanah. "No, jangan Pak, aku belum setua itu, usiaku baru 35 tahun dan aku belum mempunyai anak," ujar Affan. "Ba-baik Mas," jawab Hanah. "Mas?" tanya Affan. "Ma-maaf, em Abang, aduh Akang, Tu-tuan," ujar Hanah terbata. "Ck, Mas saja dan berbaliklah," ujar Affan. Hanah menggelengkan kepalanya. "Maaf Mas, apa Mas benar-benar sudah pakai baju? Ti-tidak hanya celana dalam?" tanya Hanah memastikan. "Celana Dalam, astaga itu bukan celana dalam seperti di pikiranmu, ini Trunk," ujar Affan. Hanah kembali menggeleng. "Tetap saja itu celana dalam, dipakai di dalam, tolong Pak, Mas em pakai baju, tutup aurat anda, mungkin tidak masalah bagi anda, tapi bagi saya," ujar Hanah, dia masih enggan berbalik. "Ck, masalah bagimu, apa kau tergoda? Astaga apa kau tidak malu bicara seperti itu?" ujar Affan tak percaya. "Astagfirullah, bukan itu Mas, tapi saya tidak mau zina mata dan berdosa," jawab Hanah. "Dosa," gumam Affan. "ya baiklah, saya sudah pakai baju," ujar Affan. "Jika kau tak percaya, lihat dulu dari kaca di depanmu!" Mendengar itu, Hanah mengerutkan keningnya, ia lalu memberanikan diri mengangkat kepalanya dan memastikan apa yang dikatakan oleh calon majikannya tadi. Seketika Hanah pun bernapas lega. "Percaya kan, berbaliklah, saya perlu mewawancaraimu terlebih dahulu," ujar Affan. Hanah pun segera berbalik dan masih menunduk. "Kemari, lebih dekat dan angkat kepalamu!" perintah Affan. Hanah pun segera mengikuti arahan calon majikannya itu. Dia maju ke depan dan mengangkat kepalanya dan memberanikan diri melihat bosnya. Untuk sesaat Affan terdiam memandang wajah cantik calon asisten rumah tangganya, selain itu menurut Affan, wajah perempuan di depannya terlihat begitu menyejukan tanpa polesan make up sekalipun. Sesaat kemudian Affan tersadar, dia berdehem untuk menetralkan keterpanaannya tadi. "Siapa namamu tadi?" tanya Pria yang memakai bathrobe dan duduk dengan angkuh di atas sofa. "Siti Raihanah Mas," jawab Hanah. "panggil Hanah," ucapnya. Affan pun mengangguk. "Berapa usiamu dan kau lulusan apa?" tanyanya. Mendengar itu, Hanah terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Dia tidak punya ijazah SMA, bahkan SMP dia tidak lulus karena memilih melanjutkan ke Pesantren yang gratis waktu itu. "Kenapa hanya diam?" tanya Affan mulai kesal. "Sa-saya 22 tahun dan hanya lulusan Pesantren Mas," jawab Hanah. "Pesantren? Bisa ngaji?" tanya Affan dan Hanah tentu saja langsung menganggukan kepalanya. "Saya kalau sore, ba'da Ashar juga mengajar di TPQ di kampung saya," ujar Hanah. "Maaf Mas, kalau boleh apa saya bisa bertanya," ujar Hanah. "Hm, tanya apa?" tanya Affan penasaran. "Kalau saya diterima bekerja, apa saya bisa pulang sebelum Ashar?" tanya Hanah. "saya harus tetap mengajar anak-anak TPQ." "Hm, asal semua pekerjaan sudah beres, silahkan!" Kemudian Affan berdiri. "ya sudah, ayo saya tunjukkan pekerjaan apa saja yang harus kamu kerjakan selama bekerja di sini." "Apa saya diterima Mas?" tanya Hanah. "Ya, saya tidak punya pilihan lain," jawab Affan. Kemudian Hanah pun mengikuti kemana Affan pergi menunjukan seluk beluk rumahnya, juga pekerjaan apa yang harus ia kerjakan. "Untuk masak tunggu instruksi dari saya karena jam kerja saya tidak pasti, ah saya minta nomormu," ujar Affan. "Ah baik Mas." Kemudian Hannah pun mengeluarkan ponsel jadulnya, bahkan ponsel itu sudah diikat dengan karet agar tidak terlepas baterainya. "Itu ponselmu?" tanya Affan. Hannah pun dengan malu menganggukan kepalanya, lalu dengan kerudungnya ia sedikit menutup ponsel miliknya. Affan pun berdecak, kemudian dia bertanya berapa nomor Raihanah. Setelah Hanah menyebut nomornya, pria itu langsung menghubunginya. "Itu nomorku, simpanlah!" ujar Affan. Hanah mengangguk, kemudian karena harus mengetik, ia kembali mengeluarkan ponselnya dari balik kerudungnya, ia yang lupa dengan nama majikannya itu, akhirnya menyimpan dengan nama lain. "Mas Dokter," gumam Affan lirih saat melihat nama apa yang disematkan oleh asisten rumah tangga barunya itu pada ponsel butut milik wanita itu, ia pun tersenyum tipis. "Ya sudah, sekarang kau langsung bersih-bersih, dan buat makan siang, aku mau mandi dan tidur, nanti bangun harus sudah selesai!" ujar Affan. "Baik Mas." Kemudian Hanah pun pamit undur diri, dia langsung menuju dapur dan mulai mencari peralatan yang akan dia gunakan untuk bersih-bersih rumah itu. Sementara Affan, laki-laki itu menuju kamarnya. Hanah ingat kata Bu Laras jika Mas Dokter yang Hanah lupa namanya itu sangat detail soal kebersihan. Karena itulah Hanah harus teliti membersihkan rumah yang tidak cukup besar itu. "Ya Allah, lancarkanlah pekerjaan ini, agar hamba bisa membayar amanah hamba pada Juragan Karsa dan mencukupi kebutuhan rumah, makan dan obat ibu," ucap Hanah. Tadi, sebelum berangkat Hanah sudah meminjam beras pada Bu Laras, mengingat Bu Laras dan keluarganya akan pulang kampung, alhamdulillah Bu Laras mau meminjamkan sisa baras miliknya untuk Hanah, juga beberapa bahan makanan lainnya dari pada mubazir. Dan Hanah boleh mengembalikan kalau sudah ada gantinya. Dan tanpa Raihanah sadari, Affan yang berniat berbalik untuk mengingatkan apa saja pantangan makanannya mendengar apa yang asisten rumah tangganya katakan tadi. 'Apa sesusah itu hidupnya? Dan tadi apa katanya, obat?' batin Affan. Affan terus memandang punggung asisten rumah tangganya yang baru itu. Ada rasa iba di hatinya saat ini. Seumur hidupnya, dia sama sekali belum pernah merasa kekurangan seperti itu, sampai ponselpun terlihat sudah tidak layak pakai. "Astagfirullah," ucap Hanah yang cukup terkejut karena saat berbalik, dia mendapati majikannya berdiri di belakangnya. "Apa ada yang harus saya lakukan Mas?" tanya Hanah menyadarkan Dokter 35 tahun itu. "Ah ya, em kalau masak jangan terlalu manis, pedas juga, aku tidak suka pedas," ujar Affan. "Ah baik Mas," jawab Hanah, ia sedikit gugup karena majikannya terus menatap padanya dengan alis tebalnya yang hampir saling terpaut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN