Ampuni Aku!

896 Kata
“Pa, aku dan Alaska ingin pindah ke rumah kami.” Dior meminta izin dengan cukup gugup. “Jadi, kamu sudah bersedia untuk pindah dari rumah ini?” “Loh? Jadi, Papa sudah mengetahui rencana itu?” “Tentu saja. Alaska sudah memberitahu Papa dari sebelum kalian menikah.” “A-apa??” “Kamu jangan terlalu meremehkan Alaska, Dior. Alaska itu orang yang akan tidak terduga olehmu. Itulah alasannya mengapa dia masih bekerja sama Papa.” “Lalu, apa Papa akan mengizinkannya?” “Kalau yang minta hal itu adalah Alaska, maka Papa mengizinkannya. Karena dia punya hak kamu sekarang.” “Aku heran, kenapa Papa mudah sekali mempercayainya? Bahkan, kepercayaan Papa pada Alaska lebih besar daripada kepercayaan Papa pada aku.” “Karena sejauh ini Alaska jujur.” “Dan, Papa mudah menerima Alaska untuk menjadi suamiku?” “Bagi Papa, selama pria itu bisa membahagiakan kamu, kenapa tidak?! Kan yang menjalani kehidupan rumah tangga adalah kamu. Jadi, kamu yang akan menanggung semua resiko mau itu baik ataupun buruk.” “Jadi, maksud Papa adalah restu, dari Papa untuk hubungan aku dan Alaska sudah Papa berikan sebanyak 100 persen? Meski Alaska bukanlah menantu kaya seperti yang Papa inginkan dan harapkan selama ini.” “Kamu sungguh-sungguh ingin belajar mencintainya?” Aston malah bertanya balik pada Dior sebelum dia menjawab pertanyaan dari putri sulungnya itu. Dior bergeming sesaat. Dia tampak ragu untuk menjawab pertanyaan dari Aston. “Kenapa Papa malah bertanya seperti itu padaku? Seolah Papa seperti mengetahui soal perasaanku terhadap Alaska saja.” “Aku memang mengetahuinya. Aku tahu kalau kamu menikahi Alaska hanya untuk peralihan saja. Tak mengapa kalau kamu sedang berusaha untuk mengembalikan posisimu seperti semula.” Dior tersontak kaget. Batinnya pun berkata, “Papa memang tidak pernah bisa dibohongi dari dulu. Akunya saja yang bodoh sampai berani membohongi dia. Dasar Dior bodoh!” Aston tersenyum-senyum melihat putrinya tampak kikuk setelah ketahuan olehnya karena kebohongannya itu. Saat itu juga, Dior langsung menurunkan tubuhnya untuk bersimpuh di hadapan Aston. “Maafkan aku, Pa. Aku tahu aku salah. Aku memang sengaja melakukan semua ini demi kepentinganku sendiri dan Alaska telah aku manfaatkan melalui pernikahan ini. Karena jika bukan dia orangnya, aku tidak akan percaya dengan pria mana lagi yang bisa membantuku melakoni pernikahan sandiwara ini.” “Kamu memang sangat keterlaluan sekali Dior. Teganya kamu melakukan ini pada Alaska.” Aston tertawa geli dibalik sikap kecewanya pada Dior. “Maka dari itu, tolong ampuni aku, Pa!” Dior benar-benar memohon ampun pada Papanya. Melihat Dior memohon ampun padanya seperti itu membuat Aston mengingat kembali kejadian beberapa puluh tahun silam. Hari itu, dunianya rasanya mau runtuh. “Aku mohon, jangan memaksaku untuk menandatangani surat perceraian itu. Aku sangat mencintainya. Aku rela melakukan apapun asalkan jangan pisahkan aku dengannya.” “Baiklah. Aku akan memberikan kamu kesempatan sampai hari ulang tahun Ann, kalau Ann masih tidak kunjung hamil berarti kamu harus bersedia menandatangi surat perceraian itu dan kamu harus meninggalkan Ann untuk selamanya. Jangan pernah muncul lagi di kehidupan Ann sampai kapanpun.” Aston tidak pasrah begitu saja dengan ancaman dari Ibu mertuanya. Dia langsung bertindak saat itu juga setelah mendapatkan kesempatan terakhir untuk tetap bisa bertahan di sisi wanita yang sangat dia cintai itu. Ann sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada hubungan pernikahannya dengan Aston. Hubungan yang tidak akan bertahan meski perasaan mereka sangat luas tanpa batas. Kesenjangan sosial yang terjadi pada kehidupan Ann dan Aston sangat mustahil membuat pernikahan mereka bisa abadi. “Ann?” Aston baru saja keluar dari ruang kerja Ibu mertuanya. Raut wajahnya tampak lesu dan dia seperti berada dalam maalah besar. Ann pun segera melepaskan sandaran punggungnya dari dinding yang sejak tadi menunggu Aston keluar dari ruangan itu dengan sabar. “Katakan saja dengan jujur padaku, jangan ada yang ditutupi dariku sedikit pun biar aku mengetahui semuanya secara jelas.” “Tiga bulan.” “Ada apa dengan tiga bulan?” “Waktu yang Ibu kamu minta padaku agar bisa membuatmu sampai mengandung darah dagingku. Jika aku tidak bisa melakukannya, maka aku harus bersedia menandatangani surat perceraian itu.” “Ibuku memang sungguh keterlaluan.” Hal pahit yang pernah dialaminya itu tidak ingin dia ulangi lagi pada putrinya, terutama Dior. Sambil memandangi foto mendiang istrinya, Aston pun menyesali banyak hal setelah kepergian Ann untuk selamanya. “Maafkan aku, Ann. Karena ternyata aku tidak bisa menjadi seorang Ayah yang baik untuk anak kita. Kamu boleh menghukumku dan menyumpahiku agar hidupku sengsara di dunia ini, asalkan aku bisa bahagia bertemu denganmu di surga nanti.” “Ann, Dior terlalu sulit untuk aku kendalikan hingga membuatku tidak bisa berbuat banyak untuknya. Maafkan aku, Ann.” Kematian Ann memang membuka duka yang besar untuk Aston. Dia mula kehilangan arah dan menjadi tidak terlalu pada Dior dan fokusnya beralih pada Callia. Sehingga Dior menjadi terasingkan. ** Dior merenung dalam kesendiriannya di Halaman kediaman rumah Aston. Perkataan Lyra mengenai bertukar pasangan antara dia dan Callia malah menarik perhatiannya. Hanya sebuah alasan yang membuat Dior ingin melakukan itu adalah karena dia tidak ingin menyakiti salah satu dari dua pria itu. Dior pun segera menghubungi Lyra dan mengajaknya untuk bertemu sekarang juga. Tentu saja pertemuan mereka cukup mudah karena mereka sedang sama-sama berada di rumah itu. Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk bertemu di Bar yang berada di dalam rumah itu. Awal pertemuan mereka cukup tenang. Kedatangan Dior langsung disambut dengan senyuman Lyra yang langsung menuangkan whiskey untuknya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN