Bagian delapan

642 Kata
Bulan sepertinya tertarik pada Rayhan, Bulan sama sekali belum mengalihkan pandangan dari Rayhan sejak awal Reyhan memperkenalkan diri. Rayhan duduk di depan Caca dan Bulan, ketika sudah duduk pada tempatnya, Rayhan menoleh ke belakang. "Gue Rayhan, kalian siapa?" Tanya Rayhan seraya mengulurkan tangannya. "Aku Caca," "Gue Bulan." Bulan mengeluarkan senyuman paling manis yang ia miliki. Rayhan balas tersenyum, perasaan Bulan semakin tak karuan. "Kita temen kan sekarang?" "Kalo mau lebih dari temen aku juga siap kok," Bulan mengedipkan sebelah matanya genit, Rayhan tersenyum dengan di paksakan. Sedangkan Caca, ia malu mempunyai teman seperti Bulan. Jam terus berjalan. Hingga tak terasa sudah menginjak jam pelajaran terakhir. "Gilak, tuh guru satu kagak kira-kira kalo ngasih soal, susahnya kebangetan." Gerutu Bulan, bel pulang sekolah berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Ulangan fisika yang diberikan sangatlah susah, Caca yang biasanya bisa, kali ini tidak bisa mengerjakan sama sekali. "Iya Bulan, Caca aja tadi juga gak bisa sama sekali." "Lo aja yang pinter masih gak bisa, apa kabar gue?" Bulan memutar bola mata pasrah, sejak tadi ulangan, Caca tidak bisa diandalkan. Guru nya pun berkeliling, tak memungkinkan untuk contekan satu sama lain. Gerbang sekolah ramai sekali, tak seperti biasanya. Jika digambarkan, mereka seperti sedang berebut sembako gratis. Irene, teman sekelas Caca mendatangi Caca dengan terengah-engah. "Ca, bahaya!" ucapnya panik, Caca ikutan panik. Bulan sepertinya juga begitu. "Kenapa Irene? Kenapa? Caca mau di apain?" Tanya Caca bertubi-tubi. "Ada artis nyari Lo di gerbang," Caca terdiam, Bulan seketika histeris. Irene masih berusaha menetralkan degub jantungnya. "Siapa?" Irene maju selangkah, "James Michael. Lo udah di sewa berapa kali sampai dia jemput Lo ke sekolah?" Irene memelankan suaranya, Caca dan Bulan terkejut. Caca terkejut karena pertanyaan Irene, sedangkan Bulan, terkejut karena idolanya datang ke sekolah. Bulan langsung berlari menuju kerumunan dekat gerbang, Irene sudah tak ada entah kemana. Caca menyusul Bulan, membelah kerumunan yang ada. Semua orang yang berada di dekat gerbang memandang sinis Caca, Caca mencoba tak memperdulikan tatapan mereka. James mulai melihat keberadaan Caca, bibir James melengkung dan matanya menyipit. Ditariknya Caca masuk ke dalam mobil, Caca sempat meronta, tapi tenaga James jauh lebih kuat. Melihat itu, semua siswi kontan menghambur keluar sekolah dengan perasaan kecewa. Mobil James sudah menjauh dari area sekolah. Caca terdiam, satu persatu air matanya mulai membasahi pipinya. James terkejut, dia mengangkat dagu Caca agar Caca lebih leluasa untuk menatapnya. "Kamu kenapa? Saya nyakitin kamu?" Tanya James khawatir, Caca menggeleng. "Om jangan culik Caca, Caca orang miskin. Ibu Caca gak akan mampu buat nebus Caca, kasian ibu om kalo harus cari uang sendirian," tangisan Caca semakin kencang, baru pertama kali ia dihadapkan oleh situasi seperti ini. "Saya tidak menculik kamu, saya hanya mau ngajak kamu jalan-jalan. Tidak lebih." Caca menghapus air matanya kasar, ia tersadar sesuatu. "Caca gak bisa om, ini hari pertama Caca kerja. Caca gak mungkin bolos di hari pertama kerja." James terkekeh geli, Caca yang polos ternyata masih memikirkan tanggung jawabnya. "Kamu kerja di cafe temen kamu yang namanya Renata kan? Saya sudah bilang sama dia," Caca membola, "Om mau bohongin Caca kan?" "Buat apa saya bohongin kamu?" James mengacak-acak poni Caca. "Ini buat kamu," James menyerahkan ponsel keluaran terbaru untuk Caca, Caca terbelalak. Ia segera menolak pemberian James. "Buat Caca? Gak usah om, Caca gak akan mampu buat ganti uang ponsel itu," "Tidak usah diganti, anggap aja itu hadiah dari saya, karena kamu mau menemani saya ke alun-alun tempo hari. Kalo masalah harga, itu cuma sebagian dari kotoran dari baju saya." James berkata angkuh, James memang kaya, jadi ponsel Caca tak akan membuatnya bangkrut dalam sekejap. Mulut Caca terbuka lebar, mata nya mengerjap beberapa kali. James sekuat tenaga menahan agar tidak mencubit pipi Caca. "Ini terlalu mahal buat Caca om. Caca kembalikan," Caca menyerahkan kotak itu kembali pada James. "Terima atau kamu saya cium sampai sesak nafas?" Bibirnya maju siap melahap bibir Caca kapan saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN