Ilyas tertawa miris di ruang kerja. Dari pagi harinya ditempelkan pengumuman itu, hingga jam makan siang telah tiba. Tidak ada satu dokter pun yang mendatangi Ilyas untuk menggantikan dirinya ke Afrika. "Dasar para dokter sialan!" Ilyas memilih meninggalkan ruangan kerja dan bermain ponsel, kemudian menghubungi Amira yang katanya datang bersama Lusi ke sini. Padahal Ilyas bersikeras ingin menjemput dari kantor. Namun, Amira menolak. Dan lebih mengesalkannya lagi, istri yang keras kepala itu menolak berhenti bekerja. "Nafkah terpenuhi, apalagi bathin. Kenapa masih ingin bekerja?" Sepanjang lorong Ilyas terus saja mengomel pelan. Namun, begitu di hadapan ruangan Obgyn, Ilyas malah seperti kesurupan. Terus saja tersenyum dengan tangan melambai ke arah Amira yang duduk di kursi tunggu.