Amira yang semula kagum pada kebaikan suaminya. Langsung berubah kesal lagi, begitu mendengar omongan suaminya. "Aku bisa pakai blazer untuk jadi alas duduk," keluhnya. Ilyas memandang Amira lama, kemudian tersenyum tipis. Jemari Ilyas mengusap kepala Amira dengan lembut. "Sudah jangan marah, aku merasa sangat merasa bersalah telah membuat kamu menunggu lama." Amira langsung cemberut. "Sebenarnya kemarin, lagi kesal saja karena dimarahi sama ibu. Tidak ada yang membela." Ilyas sedikit menyender, dia lebih santai sekarang karena Amira mau bicara soal kemarahan semalam pemicunya apa. Kepala Ilyas mengangguk. "Lain kali kalau ibu datang lagi dan memarahi, telepon saja atau video call. Aku yang bakal bela kamu dari kejauhan." Amira berdecih, meski hatinya sedikit terhibur mendengarnya.