Mendapat saran dari Lusi, membuat Amira berpikir sejenak. Mungkin salahnya juga, terlalu sensitif. Namanya juga manusia, lupa dan melakukan kesalahan kan hal yang wajar. "Iya, Mba. Terima kasih ya," ujarnya sembari tersenyum. Lusi mengusap lengannya. "Entah mengapa aku senang kamu menikah sama Pak Ilyas, bukan karena dia dari keluarga kaya ya. Sampai bisa menjunjung nama kamu, bukan loh." Amira tersenyum. "Aku tahu, Mba Lusi cuma ingin aku bersama pria yang baik kan?" Lusi ikut tersenyum. "Ketimbang si Rion yang kamu ceritakan, aku lebih prefer sama pak Ilyas." Ilyas memanglah galak, namun setiap tindakan dan ucapan pria itu bertujuan memperhatikan. Hanya saja orangnya tidak pandai bicara dan mengandalkan emosi. Pada saat jam pulang kerja. Amira memandang ponselnya lama, Amira tidak