Ilyas memandang Amira dengan raut heran. Selepas makan lamongan, sikap istri seperti kesambet. Colek kanan malah belok kiri. "Amira, sebenarnya kamu kenapa sih?" Bukannya menyahut, Amira malah melirik kesal ke arah Ilyas yang masih mengikutinya. Ya, mereka berdua jalan setelah selesai makan. Namun, mendadak Amira sudah tidak mendengar suara langkah kaki lagi. Hingga tubuhnya berbalik dan melihat suami hanya bergeming di hadapan minimarket. "Kenapa? Baru diabaikan sebentar saja sudah kesal," komennya. "Tidak mau mengejar lagi nih?" tanyanya dengan bibir cemberut. Jemari Ilyas menunjuk mobil di sebelah. "Kalau ngejar kamu, kita pulangnya naik apa?" Amira makin cemberut. Ternyata marah bisa membuat kaki tidak terasa lelah, tiba-tiba sudah ada di depan mobil saja. "Yuk naik." "Tidak