9. Terpesona

1022 Kata
Batin Fabio terus memberontak dan bertanya-tanya. "Scarla! Ada apa? Kenapa kamu jadi pendiam begitu?" Scarla hanya menoleh sekilas enggan untuk menjawab. Namun, gadis itu justru melontarkan tanya yang belum mendapatkan jawaban dari Fabio. "Uncle mau membawaku ke mana?" "Pulang," jawab Fabio singkat, tapi mampu mengejutkan Scarla. "Apa? Jadi Uncle mau mengantarkan aku pulang ke rumah?" "Iya." Scarla memejamkan mata. Menghela napas panjang dan dengan keberanian gadis itu meminta, "Turunkan aku di sini, Uncle. Please!" Kening Fabio mengernyit. Kepalanya menoleh ke samping sehingga dia bisa melihat raut wajah Scarla yang seolah tidak suka mendengar ia akan mengantarkan pulang. "Untuk apa kamu mau turun di sini?" "Karena aku tidak mau pulang. Daripada Uncle membawaku pada papi dan mami, lebih baik turunkan saja aku di sini." "Aku tidak akan membiarkan kamu ada di jalanan tidak jelas begitu Scarla. Kamu ini anak gadis. Jangan suka berbuat sesuka hatimu. Apalagi sampai kabur-kaburan dari rumah begitu." "Uncle tidak tahu apa-apa akan hidupku." "Tapi aku peduli padamu. Jadi, menurutlah padaku kali ini saja, Scarla. Jangan pernah membuat keluargamu cemas karena kamu tidak pulang. Lagi pula bahaya bagi gadis remaja sepertimu jika harus tinggal di sembarang tempat. Apa kau tidak takut jika ada orang yang berniat jahat padamu, hah?" Entahlah. Fabio tidak mengerti akan jalan pikiran gadis di sampingnya ini. Terlalu berani tanpa memikirkan resiko yang ada. "Jika memang Uncle peduli padaku ... please jangan bawa aku pulang ke rumah papi dan mami. Lagipula mereka juga tak akan ada yang peduli baik aku mau pulang atau tidak." Fabio membuang napas kasar. Tidak tega juga melihat Scarla yang biasanya ceria jadi murung begitu. Entahlah. Fabio tak tahu ada masalah apa di antara Scarla dengan kedua orangtuanya. Nanti saja dia akan bertanya. Memutar arah laju mobilnya, mengejutkan Scarla yang menoleh ke samping pada Fabio. Pria dewasa di sebelahnya ini masih menatap lurus pada jalanan dan Scarla tak mau bertanya hanya mengulum senyuman di dalam hatinya saja. Setidaknya untuk saat ini ada seseorang yang bisa dia jadikan sandaran dan tempat ia datang menenangkan diri. Sungguh, selama ini tak ada tempat singgah bagi Scarla apalagi seseorang yang mau memperhatikan dirinya. Keduanya saling diam sampai Fabio kembali memarkir mobilnya di gedung apartemen tempatnya tinggal. "Uncle tak jadi mengantarkan aku pulang?" tanya Scarla menggoda. Padahal di dalam hatinya ia sungguh cemas andaikata Fabio berubah pikiran lalu menyuruh dia pulang. Tak menjawab apa yang menjadi tanya gadis di sebelahnya, Fabio justru menitahkan. "Turunlah!" Fabio sudah lebih dulu keluar dari dalam mobil, disusul oleh Scarla yang mengekor di belakang lelaki bertubuh tinggi itu. "Uncle! Terima kasih karena sudah mengijinkan aku untuk tinggal di sini." "Hanya sementara. Sampai kamu siap untuk pulang kembali ke rumahmu. Jangan lama-lama di sini karena aku tak yakin jika mamaku tak akan kembali datang lalu mengusirmu." Scarla hanya mencebik. Meletakkan tas ranselnya asal di atas sofa. Memperhatikan punggung Fabio yang menghilang di balik pintu kamarnya. ••• Dua hari berlalu dan Scarla masih bertahan menginap di apartemen Fabio. Keberadaan Scarla di apartemen ini tidak buruk-buruk amat karena Fabio tak lagi kesepian. Ada Scarla yang selalu banyak omong dan itu sanggup menghibur lelaki itu di kala lelak sepulang dari kantor. Seperti malam ini. Fabio sampai apartemen sudah pukul tujuh karena dia harus lembur beberapa pekerjaan yang memang sedang menumpuk. Menyeret kakinya melangkah memasuki apartemen lalu menjatuhkan tubuh besarnya di atas sofa. Satu-satunya sofa panjang yang ada di apartment ini juga tempat Scarla tidur dua malam ini. "Scarla!" teriak Fabio sembari menggulung lengan kemejanya sampai siku. Pria itu tak melihat keberadaan gadis belia yang dua hari ini bersamanya membuat Fabio mulai terbiasa dengan Scarla yang biasanya hilir mudik di dalam apartemennya ini. "Iya! Uncle sudah pulang?" tanya gadis itu yang menyembul dari arah dapur. Tubuhnya yang kecil dan kurus berbalut kaos beserta celana pendek di atas lutut. Rambutnya yang panjang hanya dia gelung asal. Serta celemek yang menggantung di leher membuat Fabio menelan ludah kasar. Dia hanyalah pria dewasa yang memiliki kadar kenormalan seperti layaknya lelaki pada umumnya. Memiliki nafsu juga ketertarikan pada seorang wanita. Sayanganya, kenapa Fabio justru tertarik dengan gadis belia yang bahkan berdandan saja tidak bisa. Namun, entah kenapa kepolosan Scarla yang seperti inilah justru membuat aura kecantikan sebagai perempuan menguar dari dalam diri gadis itu. "Uncle!" Teriakan Scarla membuat Fabio mengerjab-ngerjab lalu membuang wajah ke sembarang arah. "Kau lagi apa?" Pertanyaan basa basi yang Fabio lontarkan. Padahal seharusnya pria itu sudah paham jika Scarla sedang memasak. Bahkan sejak kemarin, makanan yang masuk ke dalam perutnya juga hasil olahan tangan Scarla. Bukan makanan mewah tapi hanya makanan sederhana yang cara membuatnya sangat mudah. Akan tetapi sangat cocok dan bersahabat dengan lidahnya. Lumayan juga dia tidak perlu repot-repot order makanan ketika malam. Juga tak perlu buru-buru membuat sarapan ketika paginya. "Tentu saja aku lagi memasak. Di dalam kulkas ada banyak sekali bahan makanan. Jadi sayang jika tidak diolah, kan. Apa Uncle mau minuman dingin? Aku akan buatkan," tawar gadis itu. Fabio mengangguk. "Boleh jika tidak merepotkanmu." "Tunggu sebentar." Setelahnya Scarla kembali menghilang memasuki dapur minimalis yang ada ddi apartmennya. Fabio mengusap kasar wajahnya. Apakah dia yakin akan mengembalikan Scarla pada keluarganya ketika dia mulai merasa nyaman dengan keberadaan gadis itu. Namun, jika Fabio tetap saja membiarkan Scarla ada di sini lalu mamanya tahu ... mampuslah dia karena sang mama pasti akan murka. "Silahkan diminum, Uncle!" Lagi-lagi kedatangan Scarla mengejutkannya. Entah kenapa mendadak dia jadi banyak pikiran dan sering melamunkan gadis yang kini sudah duduk di sampingnya. Fabio meraih gelas berisi orange juice dingin. Meneguknya besar-besar sembari mendongak hinggap jakunnya naik turun begitu seksinya. Dengan berani Scarla terpesona dan gadis itu tanpa tahu malu sudah menyerongkan duduknya dengan tangan menopang kepala. Memperhatikan dengan kekaguman sosok lelaki dewasa yang sangat seksi dan tampan di matanya. "Uncle seksi sekali ketika minum begini," celetuk Scarla yang hampir membuat Fabio tersedak. Untung saja minumannya sudah habis. Menolehkan kepala ke samping sembari mengusap kasar noda jus di sekitar bibir dengan lengannya. Keningnya mengernyit menatap pada Scarla yang melihatnya tak berkedip bahkan hampir saja air liurnya menetes keluar. Fabio yang menyadari tatapan memuja dari Scarla untuknya, berdecak sembari meraup kasar wajah gadis itu. "Jangan menatapku lapar begitu. Buruan selesaikan masakanmu. Aku mau mandi dulu." Fabio beranjak berdiri dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN