Dari balik kaca helm, Virgo melihat taksi yang sejak tadi berada di belakangnya. Bukannya dia besar kepala, tapi dia merasa jika taksi itu memang membuntutinya. Virgo melajukan motor cukup kencang. Dia melirik ke spion dan melihat taksi itu menambah kecepatan.
Virgo masih butuh diyakinkan, dia memelankan laju motornya, di belakangnya taksi juga memelankan kecepatannya. Karena tak ingin taksi itu membuntuti, Virgo berbelok ke sebuah perumahan. Sambil mengendarai motor, dia mencari sebuah rumah yang cukup sepi.
Tak lama dia menghentikan motornya. Dari kaca spion dia melihat taksi itu juga berhenti. Virgo melepas helm lalu turun dari motor. Dia menoleh lampu sen taksi. Buru-buru Virgo berlari.
“Tunggu!!” teriak cowok.
Virgo mempercepat langkah hingga dia mengetuk kaca kemudi. Beruntung taksi itu memilih berhenti. Virgo lalu menunduk, mencari tahu dalang dari aksi buntut-buntutan kali ini.
“Ada apa, Mas?” tanya supir taksi mengenakan kopyah putih.
Tatapan Virgo lalu tertuju ke bangku belakang. Dia melihat seorang gadis sedang menutup wajah dengan tas pink. Merasa tak aneh dengan gadis itu, Virgo segera membuka pintu penumpang.
“Ngapain?” tanyanya tak suka.
Tas pink yang menutupi wajah itu perlahan turun. Memperlihatkan wajah putih yang sedikit merona karena ketahuan membuntuti. Auryn lalu tersenyum tanpa dosa.
“Gue mau pulang,” bohongnya.
“Keluar!”
“A..apa?” tanya Auryn bingung.
Virgo tak menjawab. Dia menegakkan tubuh lalu berjalan menjauh. Auryn buru-buru memakai tasnya lalu mengeluarkan uang untuk sopir taksi itu.
“Saya turun sini saja, Pak,” katanya lantas turun.
Setelah keluar dari taksi, Auryn melihat Virgo yang duduk di atas motor. Auryn melangkah sambil membenarkan tatanan rambutnya yang tertiup angin.
“Ngapain?” tanya Virgo tanpa menoleh Auryn.
“Apanya?” tanya Auryn balik. Gadis itu berdiri di depan Virgo memperhatikan cowok yang tanpa ekspresi itu.
Mata bundar Auryn lalu menatap rumah asri dengan dominan warna putih, sama seperti rumahnya. Dia merasa kalau ini rumah Virgo. Rumah sederhana tapi terlihat hangat. Tak ingin terlalu lama menatap rumah itu, Auryn kembali menatap ke wajah temannya.
“Buntutin gue?” tanya Virgo lagi.
Auryn meremas kedua tali tasnya. Dia menunduk dengan mengigit ujung bibir. “Gak.”
“Bohong.”
Rasanya malu ketahuan membuntuti. Apalagi ini Auryn, cewek yang banyak dikejar cowok-cowok. Tapi apa yang dilakukan barusan? Dia membuntuti Virgo? Entah setan mana yang merasuki Auryn.
Virgo terus menatap lawan bicaranya. Sudah ketahuan, tak mau ngaku. Tipikal orang yang tak mau disalahkan. Virgo mendengus, memang ciri khas Auryn seperti itu kan? sok dan sombong.
Dari depannya, Auryn merasa ada tatapan tajam dan menusuk. Cewek itu mengangkat wajah. Dugaannya benar, cowok minim ekspresi itu sedang menatapnya. Jengah ditatap seperti itu akhirnya Auryn memilih mengaku.
“Iya gue buntutin lo! puas!” jawabnya lalu menunduk malu.
“Buat apa?”
“Karena gue penasaran!”
Alis tebal Virgo hampir menyatu. Dia merasa aneh dengan Auryn yang akhir-akhir ini terlalu mencampuri urusannya. Tadi sok baik memasangkan plester, lalu membelikan roti. Sekarang penasaran? Virgo geleng-geleng, maksud cewek ini apa sih?
“Apa yang bikin lo penasaran?”
Perlahan Auryn mengangkat wajah. Mata hitamnya tertuju ke luka di pelipis Virgo. Karena itu dia merasa bersalah. Benar dia memang pernah dendam ke Virgo, tapi jika cowok itu dihajar rasanya itu keterlaluan.
“Kenapa lo berantem sama Yohan?”
Yohan? batin Virgo bingung. “Gue nggak berantem.”
“Udah deh ngaku aja. Kalau nggak berantem kenapa pelipis lo kayak gini?”
“Kenapa juga lo peduli?” tanya Virgo aneh.
Cowok itu tak tahu mengapa interaksi pagi itu membuatnya berinteraksi dengan Auryn. Setelahnya hidup tenang Virgo jadi terganggu karena Auryn. Bahkan cowok itu sampai kena tonjok pacar Auryn. Sungguh apes!
“Ya gue.. gue,” Auryn terbata. Dia sendiri tak punya asalan kuat kenapa sampai bertanya seperti itu ke Virgo ditambah dia juga membuntuti cowok itu.
Kok gue aneh sih, gumam Auryn sadar.
“Nggak bisa jawab? Balik sono!” usir Virgo.
Auryn mengangkat wajah. Matanya membulat tak suka dengan pengusiran itu. “Biasa aja kali. Gue bentar lagi juga pergi.”
“Ya udah sono!” usir Virgo sekali lagi.
“Iya!!” Auryn menghentakkan kaki, balik badan dan berjalan menjauh.
Sedangkan Virgo masih diam di posisinya. Menunggu Auryn benar-benar pergi setelah itu dia bisa pulang ke rumahnya yang asli.
“Iya ya. Kok gue jadi aneh. Seumur hidup baru kali ini loh gue ngintilin cowok,” gumam Auryn sambil berjalan.
Auryn lalu menoleh ke belakang. Dia melihat Virgo masih di posisinya. Auryn mengepalkan tangan lalu membuat gerakan seolah menonjok. Setelah itu dia kembali berjalan menghadap ke depan dengan kaki menghentak.
“Wait!”
Dia menunduk, melihat sepatu hitamnya yang berpijak di aspal. Auryn lalu menepuk kening. “Ngapain gue malah jalan kaki,” gerutunya pelan.
Auryn merogoh ponsel, lalu mencari taksi online.
Tindakan Auryn yang cukup aneh tak lepas dari perhatian Virgo. Cowok itu geleng-geleng, melihat gadis yang katanya cantik tapi baginya begitu aneh.
“Gak jelas,” gumam Virgo lalu memakai helm dan menjauh dari perumahan yang bukan daerah rumahnya itu.
***
Malam hari, Auryn duduk di dekat kolam renang. Kedua kakinya masuk ke dalam kolam sedangkan pandangannya tertuju ke tumbuhan merambat di depannya. Cewek itu sedang memikirkan seseorang, Virgo.
Sampai detik ini Auryn sulit percaya kalau tadi banyak berinteraksi dengan cowok itu. Bahkan dia sempat kegirangan karena cowok itu tersenyum. Aneh kan?
“Woi!!”
Teriakan dan tepukan kencang itu membuat Auryn tersentak. Beruntung tubuh tak sampai terdorong ke belakang. Auryn sontak menoleh dan menemukan Wiska yang berdiri di depannya.
“Tumben lo ke rumah gue?”
“Nggak boleh?”
Wiska melepas sepatunya lalu ikut duduk di samping Auryn. Cowok itu menghadap depan, melihat tumbuhan merambat yang berwarna kekuningan karena pantulan cahaya dari lampu.
“Boleh sih. Cuma jangan ngagetin aja,” jawab Auryn.
Arah pandang Wiska lalu tertuju ke Auryn. Melihat gadis cantik yang terlihat aneh itu. Tangan Wiska lalu menyentuh pundak kepala Auryn.
“Galau ya lo?”
Auryn mengangguk lalu menggeleng pelan. “Bingung gue.”
“Bingung apanya? Cerita dong,” kata Wiska. “Sejak lo sering duduk depan, lo jarang cerita ke gue.”
Wiska tak tahu apa yang membuat Auryn betah duduk depan. Padahal Auryn bisa saja saat pelajaran biologi saja duduk depan.
“Soal Yohan. Gue berantem sama dia,” cerita Auryn. Dia ingat dengan cowok yang tadi tak mau ngaku itu.
“Kenapa Yohan?”
“Masa mukulin Virgo.”
“Virgo?” Wiska geleng-geleng, tak mengerti dengan cerita Auryn. Ditambah ada masalah apa sampai Yohan mukulin Virgo? Padahal setahu Wiska, dua orang itu tak pernah berinteraksi, bahkan tak saling kenal.
“Gue kan pernah cerita ke Yohan kalau Virgo itu nyebelin. Gara-gara gue nggak dibolehin ikut kelompoknya. Nah terus Yohan bilang bakal bales,” cerita Auryn sambil menggerakkan kedua kakinya di dalam air.
“Awalnya sih gue ngerasa Yohan nggak mungkin ngebales. Eh ternyata tadi waktu gue masuk sekolah, pelipis Virgo luka. Dia bilang karena dipukuin pacar gue.”
Barulah Wiska tahu permasalahnnya. Cowok itu lalu mengernyit bingung. “Tapi Yohan kok gitu ya? Gue tahu Yohan bukan tipe cowok yang suka main pukul gitu aja.”
“Gue juga ngerasa gitu. Tahulah kenapa dia jadi berubah.”
“Lo yakin ini semua ulah Yohan?”
Sontak Auryn menoleh, menatap Wiska dengan pandangan menyelidik.
“Bisa aja emang Virgo nyari gara-gara,” lanjut Wiska.
“Enggaklah. Masa iya cowok itu mukul pelipisnya sendiri.”
“Ya nggak gitu. Tapi ada orang lain yang mukul, terus Virgo bilangnya pacarnya yang mukul.”
Auryn terdiam, perkataan Wiska ada benarnya. Tapi Auryn masih belum sepenuhnya percaya. Masa Virgo kayak gitu?