Auryn itu tipe cewek yang nggak gampang ngelupain sesuatu. Apalagi sesuatu itu yang bikin dia marah, sebel, bete dan sedih. Hari ini Auryn dibuat bete karena Seika menumpahkan kopi ke tugasnya. Biasanya Auryn akan menghindar dan mencari pengalihan agar melupakan kejadian itu. Tapi sekarang? Justru dia malah menulis ulang jawaban biologi itu. Plus ditemani Virgo.
“Ini jawabannya mana?” tanya Auryn sambil menunjuk soal nomor sebelas.
Tangan Virgo menggapai soal itu. Dia membacanya cepat lalu mengembalikan kertas soal itu ke Auryn.
“Di buku paket kelas satu.”
Brak!
Kedua tangan Auryn menggebrak meja lalu dia berjalan menuju rak buku. Ya, sekarang mereka ada di perpustakaan. Sebenarnya Auryn ingin langsung pulang, tap Virgo memaksa untuk mengajak ke perpustakaan.
Sekarang di sinilah Auryn, terjebak di ruangan hening dengan penuh buku-buku. Dia mendongak, mencari buku biologi kelas sepuluh. Ternyata buku yang tersaji sangat banyak, untuk buku bilologi kelas sepuluh saja terdiri dari beberapa penulis. Membuat Auryn bingung mengambil buku yang mana.
“Cepet!”
Geraman itu membuat Auryn langsung menarik buku berwarna kuning. Dia kembali ke tempat semula dan mulai membuka buku itu.
“Bagian apa?” tanyanya.
“Cari sendiri.”
Auryn mendengus. Cowok itu bilang akan mengajari, ternyata hanya memerintah. “Di buku ini”, “kelas ini”, hanya menjawab seperti itu sedangkan Auryn akan mencari jawaban sendiri.
Di depan gadis itu, Virgo memperhatikan. Dia melihat bagaimana Auryn yang memperlakukan buku dengan kasar. Membuka halaman perhalaman seperti akan mencincang daging, kasar.
Virgo geleng-geleng melihat tindakan itu. Dia tahu kalau Auryn pasti sebal. Tapi Virgo tak mau langsung memberikan jawaban langsung. Cewek itu harus belajar. Karena membantu bukan berarti menconteki, atau mengerjakan tugas orang lain.
“Ketemu!”
Raut yang sebelumnya tampak merah itu seketika berubah jadi sumringah. Auryn langsung mengambil bulpoin dan mulai mencatat di kertas folionya. Dari ekor matanya, dia merasa kalau Virgo sedang menatap. Dengan cepat Auryn mendongak, membuat Virgo langsung menunduk.
Sudut bibir Auryn tertarik ke atas. Dia menebak cowok itu sedang malu karena ketahuan menatap diam-diam. Auryn terus memperhatikan Virgo yang sedang membaca buku Harry Potter versi sekenario. Cewek itu melihat sorot mata Virgo begitu tajam. Ditambah dengan alis tebal dan tulang di sekitar mata yang menonjol. Semakin memperlihatkan ketampanan cowok itu.
Ganteng, puji Auryn dalam hati.
“Kerjain!”
Perintah itu membuat Auryn langsung tersadar. Dia menunduk dan melanjutkan menulisnya. Dalam hati, dia menggerutu.
Ngapain gue ngeliatin dia?
Pasti dia ge-er.
Eh tapi dia ganteng juga sih.
Auryn langsung menggeleng tegas. Mengenyahkan kalimat terakhir yang kembali memuji Virgo.
“Nggak bisa?” tanya Virgo saat melihat Auryn yang geleng-geleng itu.
“Bisa kok.”
Virgo menatap ke pipi Auryn yang memerah. Cowok itu merasa Auryn aneh. Ekspresinya itu loh berubah-ubah kayak bunglon.
“Mas, sebentar lagi tutup ya.”
Suara penjaga perpus mulai terdengar. Virgo melihat alroji hitamnya yang telah menunjukkan pukul lima. Dia sekolah mereka, perpustakaan tutup satu jam setelah jam sekolah usai. Bukan tanpa alasan, biasanya para siswa menyempatkan diri mengerjakan tugas atau meminjam buku saat pelajaran telah usai.
“Udah semua?” tanya Virgo.
Auryn menggeleng. Dia melemaskan otot tangannya yang terasa kaku. “Masih nomor dua belas.”
“Lanjut besok.”
Setelah mengucapkan itu Virgo berdiri. Auryn juga berdiri sambil membereskan peralatan tulisnya. Tanpa mengembalikan buku yang berserakan, Auryn langsung berdiri dan keluar dari perpustakaan.
Virgo geleng-geleng, cewek itu benar-benar. Apa nggak tahu tata cara di perpustakaan? Mau tak mau Virgo mengambil buku itu dan meletakkan ke meja khusus untuk buku yang sudah dibaca.
Cowok itu lalu keluar dan melihat Auryn yang sedang menunggunya. “Lo lanjutin di rumah,” kata Virgo.
“Kalau gue nggak bisa?”
“Belum juga usaha.”
Bibir Auryn mencibir. Dia kan hanya menungkapkan kemungkinan yang terjadi. “Gara-gara pacar lo toh gue harus ngerjain ulang.”
“Maaf.”
“Ck!”
Sebenarnya Virgo enggan membantu Auryn mengerjakan tugas, seperti yang dilakukan cowok itu kemarin. Tapi karena insiden tadi, Virgo harus bertanggungjawab. Dia tak mau Auryn dendam ke Seika.
“Yohan!!”
Dari kejauhan Auryn melihat Yohan yang berjalan buru-buru. Gadis itu berlari mengejar tapi Yohan sama sekali tak menoleh. Cowok itu justru berlari keluar dan berbelok ke arah parkiran.
Tindakan itu membuat Auryn mendengus sebal. Dia salah apa sih ke Yohan.
“Udah, balik!” ajak Virgo sesampainya di samping Auryn.
“Gue duluan!” pamit Auryn lalu berlari mengejar Yohan. Cewek itu ingin tahu apa yang terjadi dengan pacarnya itu.
Tak lama Redo lewat. Dia melihat Auryn berjalan dengan Virgo. Membuat Redo kembali diserang rasa cemburu. “Ngapain lo deket-deket Auryn? Lo udah gue peringatin! Jangan deket-deket pacar gue!”
Virgo melirik sekilas lalu berjalan lebih dulu. Redo mengepalkan tangan lalu ikut berjalan keluar. Dari dekat ruang BP, Uca berdiri dengan raut kaget. Pacar?
***
Drtt!!!
Getar ponsel di saku celana Yohan membuat fokusnya teralih. Dia merogoh ponsel itu dan melihat chat dari Auryn.
Auryn: gue udah sampai.
Senyum Yohan mengembang. Dia lalu menarik Uca hingga berdiri. “Lo keluar dulu deh. Auryn mau dateng.”
Terpaksa Uca mengurungkan niatannya. Dia keluar dari ruang ekskul lalu berjalan menuju kelasnya. “Gue bakal ngasih tahu lo kalau ada bukti,” tekad cowok itu.
Sedangkan di depan ruang ekskul, Yohan melongok mencari keberadaan Auryn. Katanya gadis itu sudah sampai, tapi sejauh mata memandang tak ada sosoknya. Yohan lalu mengirimkan sebuah pesan ke Auryn.
Yohan: ke ekskul basket, Ryn.
Yohan mengangkat wajahnya, saat itulah dia melihat Auryn berjalan di lorong sambil bermain ponsel. Cowok itu menyempatkan menoleh ke belakang, melihat kue tart cokelat yang sudah dia siapkan. Lalu arah pandangnya tertuju ke Auryn.
“Pagi, Auryn,” sapa Yohan sumringah.
Sapaan itu membuat Auryn mengernyit bingung. Pasalnya kemarin Yohan begitu acuh tak acuh, dan sekarang terlihat begitu bahagia. Auryn menatap Yohan dengan pandangan menyelidik, berusaha mencari tahu apa yang disembunyikan cowok itu.
“Jangan natap kayak gitu dong. Bikin gemes jadinya,” kata Yohan sambil mengusap pipi Auryn.
“Lo aneh.”
“Apanya?”
Auryn bertolak pinggang, bersiap membeberkan keanehan Yohan sejak kemarin.
“Pertama, kemarin lo nguekin gue. Sekarang lo ngajak ketemuan pagi-pagi dan tampang lo ceria banget,” jelas Auryn. Dia lalu menghidu aroma parfum yang lama-lama menyengat itu.
“Lo wangi banget sih,” kata Auryn sambil menutup hidungnya.
Sontak Yohan mengangkat lengannya dan menghidu aroma parfum dari bajunya. Dia merasa wangi, tapi tak sampai wangi banget seperti yang dikatakan Auryn.
“Enggak kok,” jawab cowok itu. “Gue juga nggak aneh.”
“Tapi gue ngerasa lo aneh.”
Yohan tersenyum miring. Dia memang sengaja menghindari Auryn untuk mempersiapkan kejutan ini. Cowok itu menarik tangan Auryn dan mengajak gadis itu masuk ke ruang ekskul basket.
“Gue tebak pasti lo lupa,” kata Yohan.
Arah pandang Auryn seketika tertuju ke kue tart berbentuk bulat dengan cokelat batangan yang menghiasi. Gadis itu menutup mulut dengan satu tangannya. Dia sama sekali tak ingat dengan hari ini.
“Sorry,” kata Auryn.
“Udah gue tebak.”
Yohan lalu membimbing Auryn mendekati kue tart itu. Mereka duduk di karpet dengan kue tart di atas meja yang menghalangi mereka.
“Selamat hari jadi yang keenam, Sayang,” kata Yohan. “Gue nggak nyangka hubungan kita lumayan lama.”
Auryn mengangguk. Dia sendiri juga tak menyangka bisa pacaran sampai enam bulan. Biasanya dua bulan sudah kandas, dengan alasan bosan atau dia sudah mendapat cowok yang lebih seru.
“Makasih, Sayang. Lo sweet banget sih,” jawab Auryn sambil mengulurkan tangannya ke arah Yohan.
Keduanya lalu saling bergandengan tangan. Kedua mata mereka saling tatap. Terlihat mereka saling bahagia. Tapi Yohanlah yang lebih bahagia dengan hari ini.