Gadis berambut hitam berkilau dengan bandana pink duduk di gelisah di bangku berwarna putih. Suasana sekitar begitu tenang, hanya beberapa suara siswa yang berlalu lalang. Suasana tenang membuat Auryn bertopang dagu. Matanya mulai terasa berat dibuai oleh suasana. Ditambah tumpukan buku tebal yang membuatnya cepat mengantuk.
Brak!
“Nih baca!”
Virgo meletakkan satu buku lagi di tumpukan. Dia duduk di hadapan Auryn dengan satu alis terangkat. Bola mata gadis itu bergerak ke atas dan ke bawah menatap tumpukan buku itu. Lalu dia menelungkupkan kepala.
“Dosa apa gue!!!” kata Auryn kencang.
“Berisik. Ini perpus!”
Auryn menegakkan tubuhnya. Dia menatap buku yang tertumpuk itu dengan bosan. Dia mendapat tugas tambahan untuk menutupi nilai praktikumnya yang kurang. Selain itu Auryn juga satu kelompok dengan Virgo untuk tugas observasi sebagai nilai akhir semester.
“Bu Armin emang nggak kira-kira kalau ngasih tugas,” gumam Auryn yang mampu didengar oleh Virgo.
“Tugasnya cuma satu.”
Tatapan Auryn tertuju ke cowok di depannya itu. Auryn mendengus tak suka. Sejujurnya dia masih kesal ke Virgo, karena dia tak mendapat nilai praktikum.
“Ini semua gara-gara lo!”
Virgo menggeleng pelan. Dia sama sekali tak merasa bersalah. Baginya jika tugas kelompok harus dikerjakan sama-sama. Bukan yang satu mengerjakan yang satu ikutan dapat nilai.
“Udah lo rangkum buat bahan observasi!” perintah Virgo.
“Sebanyak ini?” tanya Auryn dan dijawab anggukan mantap oleh Virgo.
Auryn menatap lima tumpukan buku biologi itu. Dia mengambil satu buku dan melihat di halaman terakhir.
“Gila, enam ratus halaman? Dirangkum?” tanya Auryn berlebihan.
Virgo menarik buku yang di pegang Auryn. Cowok bermata tajam itu membuka bagian daftar isi. Setelah itu memutar buku ke arah Auryn.
“Lo baca!”
Auryn mengernyit. Kepalanya bergerak ke samping untuk menatap Virgo. “Bahkan daftar isinya dirangkum? Aje gile!!”
“b**o!”
Bagi Virgo, Auryn terlalu banyak mengeluh. Cowok itu lalu menunjuk bab yang sesuai dengan tugas akhir biologi itu. “Lo baca! Ini yang perlu dirangkum!”
Mata Auryn tertuju ke jari telunjuk Virgo. Gadis itu seolah sadar dengan apa yang dibayangkan sebelumnya itu salah. Demi apapun, Auryn sebentarnya tak mengerti dengan tugas bu Armin. Observasi lalu laporan tugas akhir. Entah kenapa Auryn merasa tugasnya ini mirip anak kuliahan. Dulu dia sering mendengar tugas itu saat abangnya masih kuliah.
“Kerjain.”
Ketukan bulpoin yang mengenai kening Auryn membuat gadis itu tersadar. Dia mengusap keningnya lalu menunduk melihat buku tebal itu.
“Gue kira dirangkum semua.”
“Udah cepet rangkum!” perintah Virgo.
Virgo mendorong buku yang dia pegang ke arah Auryn. Cowok itu lalu mengambil buku di tumpukan dan mulai membacanya. Virgo merasa satu kelompok dengan Auryn membuatnya harus mengerahkan banyak tenaga. Pertama cewek itu kadang lemot, tapi ngotot. Kedua cewek itu terlihat selalu menggampangkan. Padahal ini adalah tugas terakhir. Tugas yang bisa menolong dari nilai-nilai yang kurang sebelumnya.
Perintah Virgo tak dilaksanakan oleh Auryn. Gadis itu justru melihat Virgo yang duduk anteng sambil membaca buku. Auryn memperhatikan alis Virgo yang tebal dan rapi itu. Bulu mata yang lentik Virgo yang seperti bulu mata perempuan membuat Auryn iri. Lalu tatapan Auryn tertuju ke hidung mancung Virgo.
“Lo ternyata keren juga,” gumam Auryn tanpa sadar.
Virgo mengangkat wajah. Dia mengernyit melihat Auryn yang bertopang dagu menatapnya.
“Rangkum!”
Nada perintah itu membuat Auryn tersadar dengan apa yang dia lakukan. Dia seketika menegakkan tubuhnya dan mulai fokus membaca materi. Tapi, matanya berkhianat. Diam-diam dia melirik ke arah Virgo yang kembali fokus membaca buku itu.
“Ehm!!”
Dehaman keras membuat Auryn dan Virgo menoleh. Mereka melihat gadis yang bertolak pinggang menatap keduanya itu. Auryn mendengus, menyadari penganggu mulai datang.
“Ryn! Ini yang nomer berapa?” tanya Yunda sambil melirik cowok yang membaca buku itu.
Auryn memutar bola matanya malas. “Nggak usah kepo!”
Yunda menggeleng, merasa dia tak kepo. Dia bergeser mendekat ke Auryn dan menyentuh rambut panjang gadis itu. Senyum sinis Yunda terbit. Lalu dia melirik ke cowok yang sama sekali tak menoleh itu.
“Kayaknya week end kemarin seru ya jalan-jalan di mal.”
Seketika Auryn berdiri. Dia ingat dengan cewek yang membuntutinya. Hingga Auryn gagal nonton film, plus dia harus lari-larian di mal seperti orang aneh.
“Siapa yang jalan-jalan di mal ya? enggak tuh kayaknya,” dusta Auryn. Gadis itu lalu fokus dengan buku di depannya. Dia mulai mengambil bulpoin dan siap mencatat.
Yunda terus menatap Auryn. Gadis penggemar EXO itu tahu kalau Auryn tengah berbohong. Terlihat dari gestur Auryn yang tampak tak tenang.
“Cobe deh lo lihat ini,” kata Yunda sambil menyodorkan ponselnya.
Arah pandang Auryn seketika tertuju ke ponsel itu. Dia melihat fotonya yang diambil dari belakang. Foto itu tampak blur tapi Auryn tahu jika itu dirinya.
“Ini lo kan?” tanya Yunda sekali lagi.
“Jadi kemarin lo ngikutin gue?”
Jari telunjuk Yunda bergerak ke kiri dan ke kanan. “Ngikutin lo? males! Kebetulan gue di mall,” jawab Yunda jujur.
“Mau lo apa sih!!” teriak Auryn tanpa sadar.
Virgo yang fokus membaca buku seketika mengangkat wajah. Dia melihat dua gadis yang berdiri di hadapan itu. Apa dua gadis itu tak bisa memposiskan diri? Ini perpustakaan, bukan lapangan yang bisa berteriak seenak jidat.
Ditatap seperti itu oleh Virgo membuat Auryn meringis. Gadis itu lalu kembali duduk dan melanjutkan kegiatannya. Daripada Virgo mengadu ke bu Armin dan membuat tugas Auryn makin numpuk. Tidak, Auryn tak mau seperti itu.
“Oh, seorang Auryn bisa nurut ya ke nih cowok,” kata Yunda heran. Dia lalu memperhatikan cowok berpakaian rapi yang masih fokus membaca buku.
Yunda pernah beberapa kali bertemu cowok itu di pakiran. Tapi dia sama sekali tak kenal. Yunda merasa, kalau cowok itu pasti cowok spesial bagi Auryn.
“Pacar lo ya, Ryn?”
“Apaan sih lo!!!”
“Diem!” perintah Virgo penuh amarah. Dia sudah kehabisan kesabaran mendengar dua cewek yang terus berdebat itu.
Yunda dan Auryn menoleh. Mereka mendengus lalu saling bertatapan. “Rahasia lo sebentar lagi terbongkar, Ryn. Gue bisa bantu kalau lo mau,” kata Yunda.
Auryn kembali berdiri lalu bertolak pinggang. Dia menggeleng tegas, mana mau dia minta bantuan ke Yunda. Bisa-bisa Yunda semakin menjerumuskan.
“Lo emang bisa bantu apa?” tantang Auryn.
“Kasih Yohan ke gue maka rahasia lo aman.”
“Gak!” jawab Auryn cepat. Dia sudah menebak kalau Yunda ingin mendapatkan Yohan dengan berbagai cara. Dan Auryn tak akan mau memberikan pacar pertamanya itu ke Yunda.
Yunda manggut-manggut. “Oke kalau lo nggak mau. Tunggu aja tanggal mainnya.”
Brak!
Bibir Auryn yang hendak terbuka seketika tertutup lagi. Dia melihat Virgo yang berdiri sambil mengemasi barang-barangnya.
“Mau ke mana lo?” tanya Auryn.
“Berantem aja sana,” kata Virgo lalu berjalan keluar perpustakaan.
Auryn menoleh ke Yunda. Gadis berbandana pink itu mendekat dan menyentuh pundak Yunda.
“Gue nggak sudi minta bantuan lo,” setelah mengucapkan itu Auryn membersekan barang-barangnya dan berjalan keluar perpustakaan. Mengejar langkah Virgo.
“Duh ke mana sih Virgo! Cepet banget perginya!” gerutu Auryn setelah tak mendapati ke mana arah perginya patung ber-earhone itu.
Auryn lalu berjalan menuju kelas. Dia yakin jika Virgo kembali ke kelas. Cowok pendiam itu tentu tak akan pergi ke tempat ramai seperti kantin.
Saat Auryn melewati sebuah kelas, tiba-tiba ada yang membekap mulutnya. Satu tangannya memukul tangan besar yang membekap mulutnya itu. Dia panik karena ditarik tiba-tiba.