“Gue.... Gue.... Gue udah janji sama Yohan,” jawab Auryn membuat Redo mendengus.
“Lo nggak mau makan bareng gue?”
Auryn lalu berdiri ingin menghampiri ke kelas Yohan. Namun perkataan Redo mengusiknya.
“Gue udah janjian sama dia,” jawab Auryn apa adanya. Meski jarak antara chat Yohan dengan ajakan Redo tak cukup jauh, tetap saja Auryn sudah mengiyakan ajakan Yohan dulu.
“Lo kok sama dia mulu sih? Gue kan juga pacar lo!”
“Ish diem!!” buru-buru Auryn membekap mulut Redo. Gadis itu menoleh ke pintu kelasnya. Takut ada temannya yang mendengar kalimat Redo barusan.
“Jangan pernah lo sebut kalimat itu disembarang tempat!” kata Auryn dengan mata melotot.
Perlahan tangan Redo terangkat. Dia menarik tangan Auryn dari bibirnya dan menggenggam tangan mungil nan mulus itu. “Takut banget ketahuan,” goda Redo lalu terkekeh pelan.
Sontak Auryn menarik tangannya dari genggaman Redo. “Lo jangan cari masalah deh!”
“Dia cari masalah sama lo, Ryn?”
Auryn dan Redo menoleh. Mereka melihat cowok berperawakan tinggi dengan rambut cepak puffy yang berdiri menatap mereka. Redo mengulas senyum, lalu berdiri di samping Auryn. Diam-diam Auryn melirik Redo, lalu melirik Yohan.
“Enggak kok. Nih anak cuma ngajak bercanda,” kata Auryn sambil mendorong pundak Redo.
Redo mengulas senyum. “Mana mungkin gue cari masalah sama Auryn. Cowok satu sekolah bakal ngeroyok gue,” jawabnya. Meski dalam hati Redo rasanya ingin memaki. Kenapa gue ngomong gitu sih! nggak gentel banget!
“Oh gitu,” jawab Yohan tanpa curiga. “Kantin yuk,” ajaknya ke dua orang itu.
“Gue balik ke kelas aja deh,” jawab Redo membuat Auryn lega. Gadis itu rasanya panas dingin kalau Redo ikut ke kantin bersama Yohan.
“Gue tunggu waktu luang lo,” bisik Redo sambil berbalik. Setelah itu dia balik badan kembali ke arah kelasnya di IPS 2 dengan rahang mengeras.
“Dia cari masalah ke lo?” selidik Yohan setelah kepergian Redo.
Auryn menggeleng. Dia mendekat dan menggandeng Yohan seperti yang sering gadis itu lakukan. “Gak! Dia cuma jailin doang tadi. Udah yuk ke kantin,” jawab Auryn memutuskan pembahasan tentang Redo.
Tarikan Auryn membuat Yohan mau tak mau bergerak. Kapten tim basket itu mengacak puncak pacarnya dengan satu tangannya yang bebas. “Risiko punya pacar cantik kayak lo gini. Gue nggak ada udah ada yang deketin,” bisik Yohan.
“Gombalan lo receh.”
“Bodo! Yang penting gue gombal,” jawab Yohan sambil terkekeh.
Auryn melangkah dengan senyum merekah. Bersama Yohan, gadis itu merasa sangat dicintai. Yohan adalah pribadi yang gampang bergaul dan hangat. Selalu membuat Auryn nyaman dan selalu tertawa.
“Kak, gimana? Kotak makannya sudah dikasih ke Kak Virgo kan?”
Langkah Auryn dan Yohan seketika terhenti. Di depan mereka berdiri dua gadis yang menatap Auryn penuh tanya. Yohan yang tak mengerti maksud adik kelasnya itu sontak bersuara.
“Apa sih?” tanyanya.
Auryn mendengus kesal. Dia melepas rangkulannya dari lengan Yohan lalu berdiri mendekati dua gadis itu. “Kok lo berani sih cegat gue sama Yohan? Punya nyali?” tanya Auryn membuat dua gadis di depannya kicep.
“Udah deh, mending kalian pergi daripada bikin pacar gue ngambek,” lerai Yohan. Dia lalu menggerakkan kepala seolah mengusir dua gadis di depannya itu.
“Blagu banget jadi adik kelas!” gerutu Auryn.
Yohan melingkarkan lengannya ke pundak Auryn dan menarik pacarnya itu ke arah kantin. “Udah deh, udah. Daripada marah-marah mending kita makan.”
Sambil berjalan Auryn menarik napas panjang. Kesal dengan tingkah dua adik kelasnya itu. Ah ya, dia jadi ingat dengan kelakuan Virgo tadi pagi yang sama-sama membuat Auryn sebal.
***
“Gimana? Kita pulang bareng?”
Auryn menarik cowok bertas hitam di sampingnya hingga mereka berdua bersembunyi di balik dua pohon cemara yang berjajar.
“Lo diem! Ada Yohan!” perintahnya
Redo menarik tasnya yang masih dicengkeram Auryn. Cowok itu berdiri tegak dan melihat ke arah parkiran, di mana Yohan sedang berjalan di parkiran motor. Redo lalu menyandarkan punggung ke batang pohon cemara di sampingnya.
“Dia nggak bakal liat. Dia buru-buru,” ucapnya.
Satu alis Auryn terangkat. Arah pandangnya masih tertuju ke arah kepergian Yohan
“Kok lo tahu?” tanya Auryn kemudian.
“Emang dia nggak ngasih tahu lo? Dia jemput nyokapnya yang sakit.”
“Kok gue nggak tahu.”
Mendengar hal itu Redo mengulas senyum. Dia menyentuh pundak Auryn. “Pacaran tapi nggak saling terbuka bisa bikin putus loh.”
Auryn menarik tangan Redo dari pundaknya. Auryn menegakkan tubuhnya sambil bertolak pinggang. “Lo berharap gue sama dia putus?”
Redo mengangguk. “Iya dong. Nggak ada yang salah sama pacar kedua yang pengen diutamain.”
“Ck! Udah sekarang anterin gue balik!” perintah Auryn lalu balik badan.
Gadis itu berjalan ke motor-motor yang berjajar. Setelah beberapa langkah, Auryn menoleh. “Motor lo mana?” tanyanya menyadari ketidaktahuannya.
“Gue bawa mobil, Ryn. Bukan motor.”
“Gak usah sombong! Motor dari bokap aja sombong!”
“Gue makin sayang sama ucapan pedas lo.”
“Gak usah gombal!” jawab Auryn sambil berjalan mengikuti Redo.
Saat melangkah ke pakiran mobil, Auryn mendengar suara tawa. Dia menoleh dan menemukan adik kelasnya yang hari ini membuatnya sebal itu. Saat melihat cowok tinggi berjalan di samping gadis tadi, sontak Auryn menghentikan langkah.
“Mereka pacaran?” kata Auryn yang mampu didengar oleh Redo.
Redo yang melangkah lebih dulu sontak menoleh. Dia melihat Auryn yang berdiri sambil menatap ke satu titik. Penasaran, Redo mengalihkan tatapannya ke arah pandang Auryn.
“Lo kenal sama tuh cowok?” tanya Redo saat melihat cowok bertubuh jangkung dengan tas cokelat di punggung.
Auryn menggeleng lalu melanjutkan langkah mendekat ke Redo. “Temen sekelas gue, tapi gue baru tahu hari ini.”
Redo geleng-geleng dengan sikap Auryn yang kelewat cuek itu. “Seriusan lo baru tahu tuh cowok hari ini? udah mau lulus loh, Ryn,” kata Redo. “Masuk, Ryn,” lanjutnya sambil membuka pintu penumpang untuk Auryn.
Auryn masuk ke mobil merah Redo. Gadis itu meletakkan tas di pangkuan lalu menoleh ke Redo yang telah duduk di bangku kemudi.
“Beneran gue tahu dia. Dari kelas satu sampai kelas dua nggak pernah ngeh sama dia. Nggak pernah temen sekelompok juga. Jadi ya nggak tahu,” jelas Auryn.
“Lo tahunya cowok yang ganteng dan populer, Ryn.”
Jawaban Redo membuat Auryn manggut-manggut. Dia memang lebih banyak tahu cowok yang setipe dengan Yohan dan Redo. Sedangkan cowok yang pintar, pendiam dan nerd boro-boro Auryn tahu.
“Kita jalan-jalan dulu yuk,” ajak Redo setelah mobil melaju keluar halama sekolah.
Tatapan Auryn tertuju ke depan. Dia menyandarkan punggungnya sedangkan satu tangannya membenarkan tatanan rambutnya. “Terserah lo. Tapi jangan ajak gue ke tempat yang ada Yohannya.”
Diam-diam Redo melirik. Cowok itu merasa jika Auryn terlalu menjaga perasaan Yohan.
“Ryn. Gue boleh minta satu hal?”
Auryn menoleh, melihat ke arah hidung Redo yang mancung dan besar. “Apaan? Jangan aneh-aneh.”
“Gue cuma minta, kalau lo lagi sama gue jangan sebut Yohan. Seperti yang lo lakuin kalau sama Yohan, lo nggak pernah sebut nama gue.”
“Oke!” jawab Auryn sama sekali tak merasa keberatan.
Setelah mengucapkan itu Auryn menatap ke depan. Dia ingat dengan Yohan yang tadi buru-buru pergi, ingat ada adik tingkat yang menyuruhnya mengantar bekal, lalu ingat dengan cowok sombong itu. Jika diakumulasikan, seharian ini membuat Auryn bete.
“Ajak gue ke tempat buat ilangin stres,” pintanya ke Redo.
“Lo ngomong apa, Ryn?” tanya Redo tak begitu mendengar permintaan Auryn karena cowok itu fokus dengan jalanan di depan.
Auryn menarik napas panjang, lalu menaikkan suaranya. “Bawa gue seneng-seneng.”
Senyum Redo mengembang lalu menoleh ke Auryn sekilas. “Lo boleh pulang malem?”
“Boleh. Asal gue izin,” jawab Auryn apa adanya. Dia memang diizinkan pulang malam, asal dia izin ke mamanya dan berjanji akan menjaga diri.
“Oke. Gue bakal bawa lo ke tempat buat ngilangin stres!!” kata Redo dengan senyum tipis.
“Tapi jangan ke tempat aneh.”
Redo mengernyit. Menurutnya Auryn tipe cewek yang gampang diajak pergi ke manapun. Tapi kalimat barusan, apa Redo tak salah dengar?
“Terus ke mana?”
“Tempat enak yang bisa bikin tenang.”
Auryn duduk menyerong lalu memejamkan mata. Meski dia bukan gadis alim, tapi dia jarang pergi ke hiburan malam. Bisa-bisa dia diseret paksa oleh abangnya. Karena club dan sejenisnya adalah tempat tongkrongan abangnya. Belum lagi kalau abangnya mengadu ke mama dan papa, habis deh Auryn. Dia belum diizinkan untuk pergi ke tempat semacam itu.
Redo melirik, melihat Auryn yang sepertinya telelap itu. Tangannya terangkat mengusap rambut Auryn. “Gue sayang sama lo,” ungkapnya membuat Auryn tersenyum singkat.