“Gue ngomong sama lo! main pergi aja!” maki Auryn membuat teman satu kelasnya menoleh.
“Apa sih, Ryn! Pagi-pagi udah teriak!” kataWiska—sahabat Auryn.
Auryn seolah tak mendengar penuturan itu. Dia berjalan ke tempat duduk cowok tadi, tepatnya di barisan depan pojok sebelah kiri. Barisan yang paling enggan Auryn tempati. Auryn lalu berdiri di depan meja cowok itu. Satu tangannya mencengkeram ujung meja sedangkan satu tangannya membawa kotak bekal. Mata bundarnya mengamati cowok yang mengenakan earphone sambil membaca buku itu.
“Songong banget sih lo!” ungkap Auryn.
Cowok di depannya hanya melirik. Setelah itu dia fokus membaca buku teknologi yang dia baca dari rumah. Membuat Auryn jadi kesal sendiri.
“Eh! Selain songong lo itu sombong ya! Siapa sih lo!!” Auryn mengungkapkan ketidaktahuannya.
“Ryn! Udah deh! Bentar lagi ulangan kimia. Lo nggak mau bikin contekan!” lengan Auryn ditarik oleh tangan besar. Dia menoleh dan mendapati Wiskalah yang menariknya. Tak terima ditarik-tarik, Auryn menepuk belakang kepala Wiska. Hingga cowok itu mengaduh.
“Gue masih ada urusan sama tuh cowok!” kata Auryn ke teman sebanguknya itu.
Wiska menoleh, menatap siswa pendiam yang duduk di paling depan bagian pojok.
“Jangan cari gara-gara deh sama tuh cowok. Palingan lo kesel sendiri. Dia puasa ngomong!”
Perkataan Wiska membuat Auryn mengernyit. Auryn menghempaskan tubuhnya di meja. Lalu menatap cowok yang duduk di pojok itu dengan tajam. Dari tempat Auryn—belakang sendiri pojok kanan—membuatnya bisa menatap cowok itu dari samping. Apalagi banyak teman sekelasnya yang belum datang. Membuat arah pandang Auryn tak terhalangi.
“Emang tuh cowok siapa sih? Gue kadang nggak ngeh sama dia,” tanyanya sambil menatap Wiska yang sibuk dengan buku-buku tebal di depannya.
“Anak pinter,” jawab Wiska yang kembali sibuk menulis contekan.
“Namanya?”
“Virgo!”
Bola mata Auryn membulat. Dia lalu menatap saksama cowok berkulit sawo matang yang selalu menjadi teman sebangkunya sejak kelas sepuluh itu. “Bener namanya Virgo?”
Wiska menghentikan kegiatannya. Dia meletakkan bulpoin di atas buku lalu mendongak menatap Auryn. “Kenapa? Lo aneh deh. Tumben banget deh lo penasaran sama cowok. Apalagi bukan cowok yang terkenal,” kata Wiska dengan satu alis terangkat.
Auryn turun dari meja. Dia duduk di samping Wiska dan menyerahkan kotak makan berwarna pink yang sejak tadi dia pegang. “Nih buat lo.”
Bibir Wiska terbuka, hendak menanyakan kotak makan pink yang dia terima. Tapi Auryn lebih dulu bersuara.
“Dari adik kelas, buat Virgo. Tapi gue kesel sama tuh cowok. Biarin bekal buat dia lo makan aja,” kata Auryn.
Meski sedikit bingung, Wiska akhirnya mengangkat bahu pelan tak ingin terlalu ikut campur. Dia membuka kotak makan itu dan menemukan nasi goreng dengan bentuk love. Tanpa membuang waktu lama Wiska memakan nasi goreng itu sambil membuat contekan.
Sedangkan Auryn duduk bersandar dengan tatapan tertuju ke cowok yang duduk di pojok depan itu. Dia bisa melihat rahang cowok itu terlihat tegas sama seperti rahang papanya—Dean. Lalu bagian tulang mata cowok itu terlihat menonjol, apalagi cowok itu sedang fokus membaca buku. Membuat bagian itu terlihat tajam. Arah pandang Auryn lalu tertuju ke hidung cowok itu yang sangat mancung. Dari posisi menyerong saja sudah terlihat betapa mancungnya hidung itu. Lalu bagian rambut cowok itu yang dipotong undercut, sangat cocok dengan wajah cowok itu yang berbentuk oval.
Tak lama Auryn bergidik. Menyadari dia terlalu lama menatap lelaki yang bernama Virgo itu.
Sepertinya cowok yang ditatap Auryn merasa diperhatikan. Cowok itu menoleh lalu mengernyit melihat Auryn yang menatapnya sambil mendengus. Virgo menggeleng pelan lalu fokus dengan buku bacaannya. Aneh, kenapa pagi ini dia harus terlibat masalah dengan Auryn. Padahal Virgo sangat tak mau bersinggungan dengan gadis itu. Gadis cerewet yang kata cowok-cowok di sekolah cantik. Padahal menurut Virgo biasa saja.
“Ryn! Buset dah lo ngeliatin dua mulu. Naksir?” tanya Wiska sambil melihat Auryn yang terus menatap Virgo.
Sontak Auryn tersadar dari tindakannya. Dia buru-buru membuka buku dan ikut membuat contekan bersama Wiska. “Cowok aneh kayak gitu nggak mungkin gue taksir!”
***
Trett!!
Bunyi bel istirahat terdengar nyaring. Di kelas dua belas IPA dua para siswa tampak enggan mendengar bel itu. Soal berjumlah dua puluh itu belum terisi semua, tapi waktu telah habis. Membuat mereka mulai kehabisan akal bagaimana menyelesaikan soal ulangan harian kimia itu.
“Waktunya sudah selesai. Silahkan kumpulkan pekerjaan kalian ke depan!”
“Aduh!!” gerutu hampir sebagian siswa.
Siswa cowok yang duduk di barisan seketika berdiri. Dia meletakkan lembar jawaban ke meja guru lalu kembali ke kursinya. Dia merogoh ponsel di saku celananya, menyumpal telinganya dengan earphone lalu mengambil buku dari laci meja.
Tindakan itu diperhatikan cewek yang duduk di deretan belakang. Dia lalu berdiri, berjalan ke meja guru dan mengumpulkan lembar jawabannya. Saat berbalik, Auryn menatap Virgo dengan tatapan tajam.
“Sok pinter atau beneran pinter,” gumam Auryn lalu keluar kelas.
Tiga tahun sekelas Auryn bahkan tak pernah tahu Virgo itu pintar atau tidak. Setiap rapotan di sekolah mereka selalu melibatkan orangtua murid. Sedangkan para siswa memilih untuk menunggu di rumah. Auryn juga tak pernah tanya ke mamanya siapa yang ranking satu di kelasnya. Dia cukup melihat rankingnya yang selalu masuk sepuluh besar. Meskipun di ambang batas, yakni antara ranking sembilan dan supuluh.
Sampai di luar kelas, Auryn memilih duduk di kursi berwarna hitam dengan motif lubang-lubang. Dia merogoh ponsel lalu membuka kamernya. Seperti biasa, dia memulai vlog.
“Gue baru aja ulangan kimia. Gue nggak begitu paham sama asam basa. Yang gue tahu cuma bahagia,” ucapnya lalu terkikik.
“Hai.”
Panggilan disertai dengan wajah yang muncul di layar membuat Auryn tersentak. Dia buru-buru mematikan remakannya lalu memutar tubuh menghadap cowok dengan potongan rambut side swept layer itu.
“Apaan sih lo,” kata Auryn tak suka. Pertama dia tak suka dikageti. Kedua dia paling tak suka kalau ada orang yang tiba-tiba mengganggunya saat nge-vlog.
“Jutek banget sih.”
Tangan Redo terangkat dan menepuk kepala Auryn pelan. Cowok itu lalu menoleh ke belakang, mengintip dari jendela di mana teman sekelas Auryn masih sibuk sendiri.
“Ulangan harian?” tanya Redo.
Auryn menoleh ke ruang kelas, teman-temannya masih sibuk dengan kertas jawaban. Dia lalu menatap Redo yang tahu-tahu menatapnya.
“Lo ngapain ke sini?” tanya Auryn. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, siswa lain telah memadati bagian dengan kelas. Dan ada yang terang-terangan menatap ke arah Auryn.
“Kalau ada yang curiga gimana?” Auryn mengungkapkan kecemasannya.
Senyum Redo mengembang. Geli sendiri melihat Auryn yang ketakutan seperti ini. Biasanya gadis itu selalu tak acuh. Yah, meski beberapa kali meladeni omongan pedas dari anak-anak lainnya.
“Nggak bakal. Toh lo juga sering kan duduk berdua sama cowok lain?” tanya Redo. “Bukan hal baru Auryn jalan sama cowok. Udah pemandangan selama lebih dari dua tahun.”
Auryn membuang napas pelan. Benar apa yang dikatakan Redo, dia sering jalan dengan cowok. Tak seharusnya dia canggung dan ketakutan seperti ini karena duduk dengan pacar keduanya. Jika dia menunjukkan gelagat aneh, maka akan membuat curiga.
“Bikin vlog?” tanya Redo membuka percakapan.
“Hmm.”
Sontak Auryn mengambil ponselnya. Dia merasa harus menghapus video itu karena kedatangan Redo yang mengganggu. Bertepatan dengan itu ponselnya bergetar, satu pesan masuk. Ibu jari Auryn membuka chat itu.
Yohan: kantin yuk!
Ibu jari Auryn dengan cepat membalas chat dari Yohan. Setiap istirahat mereka sering menghabiskan waktu di kantin. Yah karena hanya waktu istirahatlah mereka bisa leluasa mengobrol bersama.
“Kantin yuk!”
Sekonyong-konyong Redo mengajak. Sontak Auryn mendongak ke cowok yang telah berdiri itu. “Gue.... Gue....”