SURAT PENGUNDURAN DIRI

1713 Kata
"Taruh surat pengunduran dirimu sebelum jam makan siang di meja kerjamu! Dan sekarang juga kemasi barangmu!" 'Haduh, bagaimana ini?' ciut hati Rania mendengar pernyataan bos barunya. Tapi apa yang bisa dia katakan sebagai pembelaan agar tidak dipecat? SETELAH PERTEMUAN INI, KAMU DAN AKU TAK ADA HUBUNGAN APA-APA LAGI. JADI KALAU SUATU SAAT KAMU BERTEMU DENGANKU, ANGGAP SAJA KITA TAK SALING MENGENAL. Rania masih ingat betul apa yang dikatakan Reza Fletcher Clarke di hari terakhir pertemuan mereka dulu. Rania yakin, Reza masih mengenali wajahnya. Tapi sikapnya tetap dingin dan menunjukkan seolah mereka tak pernah ada hubungan satu dengan lainnya. Melihat kesalahan yang dibuatnya di Aula, Rania dihadapkan pada keputusan pahit Reza yang membuatnya bisa kehilangan sumber mata pencarian satu-satunya. Reza memang tak pernah peduli padanya. Hanya sebatas sugar baby-nya dulu.Kontrak selesai, hubungan mereka selesai juga. Perih dan sedih hati Rania memikirkan nasib dirinya dan putri satu-satunya itu. Rania yakin, Reza juga tak akan mau mengakui anaknya dan Rania juga belum tahu bagaimana kehidupan Reza sekarang. Tapi satu hal yang Rania tahu, dia akan mengalami masalah finansial seandainya di pecat. Uang dan tabungannya sudah habis untuk beli apartemen, melunasi mobil bekas dan membayar biaya masuk sekolah putrinya Bagaimana dia menyekolahkan Marsha dan memenuhi biaya kebutuhan hidup mereka? "Pak Reza, tanpa mengurangi hormat saya terhadap Bapak dan tanpa berniat untuk menintervensi keputuan Bapak, saya rasa, memecat Ibu Rania ini bukan keputusan yang tepat berdasarkan pengalaman saya bekerjasama dalam satu tim dengannya." Rania yang sudah tak punya harapan lagi, dia tak menyangka kalau Pak Bagus, mantan atasannya dulu masih mau membelanya di hadapan Reza. "Apa dia memberikan keuntungan lebih dari kecantikan dan tubuhnya sampai kau mau membelanya?" Rania meremas tangannya. Hatinya merasa terhina sekali mendengar ucapan Reza. Tapi bisa apa dia? Membuka masa lalunya dengan Reza, hanya akan membuat orang menghinanya. Lagipula, mana ada bukti dia bersama Reza? Selama kebersamaan mereka, Rania dilarang merekam atau mengambil fotonya. "Oh, maaf Pak Reza, bukan ke sana alasan saya, tapi Bapak bisa melihat kinerja Ibu Rania," untung Pak Bagus membelanya lagi. "Dari awal beliau bekerja di perusahaan Light Up, selalu saja masuk peringkat satu karyawan terbaik. Dari segi kehadirannya, kinerjanya dalam menyelesaikan pekerjaannya, inisiatifnya, antusias, kemauan bekerjanya dan kemampuannya untuk terus meng-up grade diri juga belajar membuatnya menjadi sumber daya manusia yang selalu berkembang. Ibu Rania adalah aset perusahaan yang cukup diperhitungkan," setelah menyerahkan data tentang Rania dan jasanya di perusahan Light Up, Pak Bagus diam sejenak membiarkan Reza mengecek berkas itu sebelum dia melanjutkan pembelaannya. "Saya tidak menganggap kecelakaan yang tadi di dekat podium itu sebagai kesalahan sederhana. Saya rasa itu cukup fatal, dengan Ibu Rania menjatuhkan botol minuman Bapak dan pecahan belingnya berserakan juga airnya menciprati pakaian Bapak, membuat karyawan riuh dan suasana sejenak tak terkendali. Ini memang sangat buruk sekali apalagi itu adalah pidato perdana Bapak di Light Up." Bagus juga mengakui kalau kecerobohan Rania yang memang tidak disengaja itu membuat mood Reza jadi buruk dan ini menghinakannya. Hanya saja Bagus punya perhitungan sendiri sampai dia mau bersuara di pihak Rania. "Saya yakin, Bapak memiliki perhitungan yang matang. Dan saya rasa, akan sulit sekali mencari sekretaris dengan kinerja seperti ibu Rania dalam waktu singkat. Jika saya boleh memohon, berikanlah Beliau kesempatan untuk membuktikan kalau selama ini penilaian dari Light Up dan penilaian saya pribadi tentang kinerjanya memang bisa memberikan pengaruh positif pada perkembangan perusahaan." Rania sungguh tak menyangka kalau Bagus mau membelanya sampai sejauh itu. Sungguh terharu Rania, karena selama ini tak pernah ada orang yang berdiri untuk menolongnya. Dia selalu berusaha sendiri, mengangkat dirinya sendiri dan ini pertama kalinya ada seseorang yang mau menunjukkan sisi positif dari dirinya. "Katakan padaku penilaian subjektif Anda menceritakan tentang kelebihannya, Pak Bagus!" tegas Reza akhirnya. "Saya selain karyawan senior dari Shining Star Group, saya juga seorang ayah yang memiliki anak seusia Ibu Rania. Tapi anak saya jauh sekali kemampuannya dalam kedewasaan, kecerdasan, kemampuan berpikir kritis dan tidak punya kemauan untuk bekerja juga berorganisasi seperti Beliau. Teman-teman anak saya juga kebanyakan belum mau menjalankan kehidupannya serius seperti Beliau. Saya rasa, jarang sekali anak muda yang bekerja sangat kritis seperti Ibu Rania dan banyak sekretaris yang hanya mementingkan penampilannya saja tanpa mereka memikirkan tentang upgrade diri mereka. Ibu Rania sangat profesional, saya hanya menyayangkan saja kalau kita melepas SDM berkualitas, Pak Reza." Sejenak Reza diam. Dia kembali lagi membuka berkas yang tadi ditunjukkan Bagus, sebelum matanya memindai Rania dan bicara: "Semoga Anda bisa profesional!" serunya sesaat sebelum Rania menunduk karena tak sanggup menatap mata pria yang kini membuat hatinya seperti ditusuk ratusan pisau. Rindu, ingin memeluknya. Tapi ada sakit mengingat masa lalunya. Terluka dengan penghinaannya meski tetap tak pernah bisa melupakan manis saat bersama dengannya membuat Rania sulit untuk menstabilkan degup jantung yang mulai meningkat karena lonjakan adrenalin di tubuhnya itu. Rania takut dia justru menangis dan ketahuan tak bisa terlihat profesional. Bagaimana nasib putrinya nanti? "Pak Bagus adalah orang kepercayaan dari kakekku dan dia sudah bekerja puluhan tahun di perusahaan Shining Star Group. Karena itu aku mempertahankanmu." Rania mendengar ucapan Reza ini sambil dia menunduk. "Tapi ingat, dalam sebulan, jika tak ada perubahan dari sikapmu dan hanya menyusahkanku dan perusahaan, maka aku minta tanpa melihatku lagi, setelah gajimu masuk, letakkan surat pengunduran dirimu di meja kerjamu!" Sebulan, waktu percobaan yang diberikan oleh Reza pada Rania. Sebulan, waktu yang dibutuhkan oleh Rania untuk menunjukkan bahwa dirinya sangat potensial dan bernilai untuk dipertahankan. Dan apakah dalam waktu sebulan Rania bisa menunjukkan kemampuannya kalau dia memang karyawan terbaik seperti yang dikatakan Pak Bagus? BRAAAK! "Apa begini cara kerjamu?" Hati Rania belum tenang karena gebrakan meja tadi ditambah lagi sekarang dia harus melihat berkas-berkas berserakan di lantai karena baru dilempar oleh seseorang yang mengomel. Kaget dirinya. Selama Rania bekerja di Light Up, dia tidak pernah membuat kesalahan sampai di bentak begini. Semua yang pernah menduduki kursi CEO di Light Up pasti tahu kalau kerjaannya sangatlah rapi dan tidak pernah menimbulkan kesulitan untuk mereka. "Seminggu aku melihat cara kerjamu sengat buruk! Membuat laporan rapat saja tak becus?" Tapi saat ini berbeda! CEO baru di perusahaan Itu tampak marah dan kecewa berat dengan hasil laporannya. Rania tak tahu salahnya di mana. Dia merasa sudah melakukan sebaik mungkin dan mencatat semuanya dengan sangat rapi. Tidak ada yang terlewat satupun tapi apa yang membuat bos barunya itu tidak puas dengan kerjanya? "Maaf Pak Reza, bisa tolong bapak beritahukan pada saya di mana yang kurang?" "Kau punya otak tidak?" Sentakan yang membuat Rania lagi-lagi diam dan tak berani memandang wajah pria yang kini duduk bersandar di ergonomic chair-nya, "Kau ceroboh, sering bengong saat bekerja, tak fokus, tambah lagi, mengurus jadwal berantakan, kemarin, laporanmu membuatku terlihat bodoh di rapat dengan kantor pusat Shining Star Group! Masih berani bertanya kurangnya di mana?" Pagi ini Reza terlihat emosional. Lebih dari hari-hari sebelumnya. Rania sampai gemetar melihat mata Reza yang seakan ingin mencabik tubuhnya. "Masalah seperti itu saja harus aku yang memberitahukan di mana letak kesalahannya? Cih!" Rania mengakui semua kesalahannya yang lain itu karena masih sulit baginya untuk berkonsentrasi dan profesional. Hampir enam tahun ini Rania memang selalu dihantui bayang-bayang Reza. Dia tak pernah bisa melupakan pria yang seharusnya dibencinya karena sakit yang sudah ditorehkannya itu. Tapi Rania tak bisa! Sekarang makin sulit karena setiap hari mereka bertemu. Rania mencoba profesional soal sikapnya, tapi ini susah kalau sedang bersama Reza. Ada saja kecerobohan Rania yang membuatnya kena omel. Cuma, untuk laporan dan kerjaan lainnya yang Rania kerjakan di mejanya selalu rapih. Rania yakin, laporan yang dibuatnya sama dengan laporan yang disusunnya untuk atasan sebelum Reza. Rania memang betul-betul tidak tahu di mana kurangnya yang membuat bosnya mencak-mencak. Rania melakukan hal yang sama dari tahun ke tahun dan tidak pernah membuat kesal bosnya. Haruskah dia menelepon semua bosnya yang dulu untuk menunjukkan kepada CEO barunya ini kalau semua yang dilakukannya sudah sesuai dengan desk job? "Ehm, ba-baik pak. Saya akan mengecek lagi semuanya dan saya akan memberikan laporan yang baru." "Baca ulang! Setengah jam lagi rapat evaluasi. Aku ingin laporan itu seperempat jam lagi sudah ada di mejaku, jangan membuatku pusing membacanya seperti kemarin di rapat internal SSG." Berkas yang dilaporkan oleh Rania itu tebalnya dua puluh lima halaman. Kalau dia ingin tahu di mana saja letak kesalahan yang dibuatnya maka Rania harus membaca ulang semuanya. Dan dia hanya diberikan waktu lima belas menit? Apakah orang di hadapannya itu sakit jiwa? Rania yang ketakutan, sempat gugup dan mengangguk saja. "David, kemari! Bantu aku menganalisa project ini!" Saat David asisten Reza ingin membantu Rania mengumpulkan kertas laporan yang berceceran, dia sudah diberikan perintah, sehingga Rania memungut satu persatu lembaran kertas itu tanpa ada yang membantunya. "Baik, Pak Reza," pria itu sudah mendekat dan menerima berkas dari Reza. "Bagaimana dengan laporan state of eficiency strategy dan eficiency backend untuk teknis digital yang kemarin David?" Rania belum keluar dari ruangan itu dan masih mengambil lembaran-lembaran yang berceceran, ketika CEO baru perusahaannya sudah sibuk membahas yang menjadi topik rapat kemarin. Rania seakan sudah dianggap tak ada dan tak dipedulikan. Rania tidak tahu harus menangis atau tertawa melihat ini. Orang yang dihadapannya memang benar-benar heartless. Rania jadi setuju dengan yang para karyawan Light Up pikirkan. CEO mereka sepertinya memang tidak memiliki hati dan hidup bagaikan robot yang dari jam ke jamnya cuma berdasarkan schedule dan membahas pekerjaan yang tak ada habisnya. Tapi Rania tak peduli dengan itu. Dia harus segera mengecek laporan. Di mana letak kesalahan yang dibuatnya? Setelah keluar dari ruangan CEO, Rania duduk di mejanya dan mulai memperhatikan tulisan di kertas demi kertas. Apa yang salah? Kepalanya berdenyut karena memang semuanya Sesuai dengan standar yang sudah dibuat oleh perusahaan mereka. Tak ada satupun yang kurang. Jadi apa yang harus diperbaiki? Sedangkan waktu terus saja bergulir tapi Rania belum tahu juga di mana letak kesalahannya. BRAAAK! "Apa kau pikir perusahaan ini tempat bermain untukmu?" sentak bosnya. "Kemana logikamu, hmm? Masalah seperti ini saja kau tidak tahu di mana kesalahanmu?" Seperempat jam sudah berlalu dan David sudah memanggil Rania untuk kembali ke ruangan Reza. "Kau tidak profesional!" Kalimat itu menghujam dalam relung hati Rania. Dia masih tak tahu di mana kesalahannya. Rania mengaku jujur kepada CEO baru nan arrogant itu kalau dirinya memang benar-benar buntu. Tapi kenapa lagi-lagi pria itu menyalahkannya karena ketidaktahuannya? Rania tak sama sekali bermain perasaan apalagi menjadikan perusahaan tempat bermain. Kenapa dia menduga begitu? "Maaf Pak, saya sudah berusaha profesional di sini." Rania tak tahan, dia mencoa membela diri. "Berusaha berarti kau belum profesional, dong?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN