Pagi ini Dea tak lagi datang terlambat. Setelah kejadian kemarin, Dea tak lagi berani naik bus. Khawatir akan bertemu dengan penumpang lain seperti Aga dan nanti akhir berakhir sama.
Berjalan melewati gerbang utama sekolah yang masih terbuka lebar, bersamaan dengan suara derum mesin motor yang membuat suasana sekolah heboh seketika. Sebuah motor sport merah melaju melewati gerbang dan memarkirkannya di tempat yang sudah di sediakan. Dea sedikit memicing melihat siapa si pengendara itu.
Helm full face terlepas, semua orang yang menyaksikan langsung terjerit-jerit melihat aura ketampanan itu yang semakin hari semakin terpancar.
"AGA I LOVE YOU, HONEY!"
"AA, FOLLBACK IG NENG ATUH!"
"PESONA COGAN MAH BEDA YA, GUYS!"
"AGA UDAH SARAPAN BELUM?"
Aga turun dari atas motor. Mengabaikan sorakan heboh para siswi yang sudah bukan hal aneh lagi bagi seorang Rayga Arzello atau dikenal dengan sebutan Aga tersebut.
Dea masih mematung di tempat. Tatapannya terkunci saat Aga membalas tatapannya. Senyum miring tercetak jelas pada wajah tampan itu. Aga melangkah mendekati Dea, membuat para murid berbisik heran.
"Morning, Dea." Aga menyapa.
Dea mengerjapkan matanya beberapakali. Memalingkan wajahnya ke arah lain. "Ya," jawabnya singkat.
Aga menurunkan pandangannya ke arah kalung yang dipakai oleh Dea. Aga semakin yakin kalau Dea adalah si Chubby. Tapi, ia tak boleh gegabah bisa saja Dea tak sengaja memilikinya. Karena bagaimanapun juga, kalung serta liontin yang Aga beri dulu pada si Chubby bukanlah kalung limited edition.
Menyadari tatapan Aga, Dea segera menyilangkan tangan di depan d**a. "Ngapain lo liatin d**a gue?!" sentaknya.
Aga tertawa pelan. Memalingkan wajah ke arah lain. "Nggak usah ge-er lo. d**a kayak papan triplek aja bangga."
"AGA! RESE LO YA!"
Dea melayangkan beberapa pukulan pada Aga. Membuat para murid yang melihat itu semakin keheranan. Bagaimana bisa seorang Aga diserang oleh gadis seperti Dea. Apalagi status Dea di sekolah masih tergolong murid baru.
"Aduh, stop, De. Ampun gue." Aga mencoba menangkap tangan Dea. Lalu menatapnya dengan serius, membuat Dea menjadi salah tingkah.
"Lepasin gue!" Dea mencoba menarik tangannya dari cekalan Aga. Namun, Aga justru semakin mengeratkannya.
Dari ambang pintu gerbang, Sarah menggeram marah melihat dua orang itu. Rasanya Sarah ingin mencakar habis Dea saat ini juga.
"Sabar, Sar. Ini belum saatnya," ucap Lea, mencoba menenangkan Sarah.
"Awas lo, gue bakal kasih pelajaran sama lo." Sarah mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Menghentakkan kaki dan berlalu pergi sembari menahan emosi yang menggebu-gebu.
"Aga, lepasin tangan gue. Nggak enak dilihatin orang-orang," geram Dea.
Aga pun melepas cekalannya.
"Nyebelin banget sih!" seru Dea, lalu melangkah pergi meninggalkan Aga.
Aga menghela napas panjang. Menyisir rambut ke belakang tanpa beralih menatap Dea yang semakin jauh. "Apa iya, Dea itu si Chubby? Tapi perasaan, si Chubby nggak bar-bar kayak Dea."
"Ga!" Satria merangkul pundak Aga. "Ke kelas yuk!"
Aga mengangguk. Melangkah bersama menuju kelas yang berada di lantai dua. Aga terus memikirkan tentang Dea.
"Gue harus deketin Dea, buat pastiin kalau Dea itu si Chubby atau bukan," batin Aga.
♡
Jam pelajaran pertama di kelas Aga adalah pelajaran olahraga. Semua murid seisi kelas sudah siap di lapangan dengan kaos olahraganya. Sementara menunggu Pak Burhan selaku guru olahraga tiba, para murid memulai gerakan pemanasan terlebih dahulu. Anak-anak cowok sudah membentuk dua tim untuk bermain basket, sedang para anak-anak cewek hanya duduk santai di bawah pohon rindang sembari berteriak, menyaksikan pertandingan bola basket.
"AGA! AGA! AGA!"
Hampir semua para siswi menyoraki nama Aga.
Lena menyenggol pelan lengan Dea. "Liat deh si Aga. Keren banget ya," ucapnya. Dea menoleh sekilas pada Lena, lalu menjatuhkan pandangannya pada Aga.
Di tengah lapangan sana, Aga berlari sembari men-dribble bola melewati beberapa musuh yang menghalanginya. Keringat mulai bercucuran membasahi wajah. Rambutnya sudah basah akan keringat. Tapi itu justru semakin menambah visual seorang Rayga Arzello.
"Sumpah! Cowok kalau rambutnya basah itu punya keuwwuan tersendiri." Lena menatap kagum ke arah Aga.
Dea terpaku pada sosok itu. Dea tak munafik, Aga memang tampan. Dan memandang Aga membuat hati Dea berdebar serta bikin bulu kuduk merinding. Perhatian Dea tak bisa teralihkan dari Aga. Siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona. Aga memang tak bisa diragukan kalau ia menjadi idola di sekolah.
Dengan satu loncatan, Aga berhasil memasukan bola ke dalam ring. Seketika sorak sorai terdengar memenuhi lapangan. Aga tersenyum bangga. Menyisir rambut basahnya ke belakang, lalu tatapannya jatuh pada Dea yang sedang tersenyum sembari bertepuk tangan pada Aga.
Senyuman Aga semakin lebar. Sedangkan Dea yang terciduk oleh Aga mendadak salah tingkah.
"Len, gue mau ke toilet dulu ya."
Dea buru-buru pamit pada Lena. Lantas berjalan dengan cepat meninggalkan lapangan, sesekali Dea menoleh ke arah Aga yang sedang berkacak pinggang menatapnya sembari menggelengkan kepala.
"Duh, Dea oon! Kalau gini caranya, si Aga bisa besar kepala nanti," rutuk Dea dalam hati.
Dea benar-benar melangkahkan kakinya ke toilet. Menghembuskan napas panjang sembari menatap diri pada pantulan cermin datar. Tangannya tiba-tiba terangkat dan menyentuh liontin kunci yang ia pakai.
"Aga emang perfect, tapi gue nggak boleh lupa sama dia. Gue akan tunggu lo. Semoga takdir segera mempertemukan kita."
Selain agar Dea bisa menjaga kalung itu, saat nanti mereka jumpa, orang dari masa lalu Dea akan langsung mengenalinya. Karena bagaimanapun juga, bertahun-tahun mereka tak bertemu dan pastinya banyak sekali perbedaannya.
"My Boy, gue selalu jaga barang pemberian dari lo dan berharap kita akan kembali bertemu. Tapi gue nggak tahu sama lo. Mungkin lo juga udah lupa kali ya sama gue," gumam Dea dengan nada sedih.
Dea menarik napas dalam-dalam. "Gue nggak peduli sama apa yang akan terjadi nanti. Yang penting gue pengen banget nunjukin sama lo kalau gue bener-bener jaga barang dari lo," ucapnya.
Saat Dea hendak keluar dari kamar mandi dan kembali ke lapangan, tiba-tiba tubuhnya di dorong dan dipaksa masuk ke dalam toilet.
"Woy, apa-apaan ini?!"
Dea di dorong masuk ke dalam toilet. Lalu di pelaku mengunci pintu dari dalam agar Dea tak bisa lolos darinya. Sedangkan di luar toilet dua temannya berjaga di samping pintu.
"Sarah," gumam Dea dengan dahi berlipat bingung.
"Bagus kalau lo udah tahu siapa gue," ucap Sarah tersenyum sinis. Kemudian tanpa aba-aba Sarah mendorong tubuh Dea hingga membentur dinding.
"Sshhh...." Dea meringis merasa sakit pada punggungnya.
Sarah melempar kilatan api kemarahan pada Dea. Dengan wajah dingin, Sarah semakin mendekat pada Dea.
"Punya hubungan apa lo sama Aga?!" sentaknya membuat Dea sedikit terkejut.
"Aga? Jadi Sarah memperlakukan gue seperti ini hanya karena Aga? Sungguh terlalu!" batin Dea.
"Jawab pertanyaan gue!" Sarah semakin meninggikan suaranya.
"Maksudnya apa, ya? Gue nggak ngerti."
Sarah mendengus sembari tersenyum miring. "Nggak usah berlagak b**o. Gue tahu lo yang ngegoda Aga, kan? Cih, murid baru aja udah songong banget."
Dea memicing tak suka pada Sarah. Gaya mantan kekasih Aga sudah seperti kakak senior yang melabrak adik kelasnya. Padahal Dea tahu dari Lena, kalau Sarah satu angkatnya dengannya. Tatapan Sarah mengintimidasi, tapi tak membuat Dea merasa takut.
"Siapa yang ngegoda siapa? Gue emang murid baru, tapi bukan berarti lo bisa buli gue kayak gini!" tegas Dea.
Seringai jahat muncul. Sarah menilai penampilan Dea dari atas kepala hingga ujung kaki. "Nggak usah sok keren lo. Lo pikir lo siapa, ha? Tampang lo emang oke, tapi yang jelas masih oke gue kemana-mana. Heran, kok bisa ya Aga tergoda sama kupu-kupu malam kayak lo," decihnya dengan tatapan mengejek.
Dea terbelalak kaget mendengarnya. s****n! Dea tidak bisa diam saja saat ada orang yang menghinanya. Oh ayolah, Dea di didik bukan untuk direndahkan oleh orang. Dea tidak takut pada siapapun yang berani merendahkannya. Sekalipun itu Sarah, cewek yang ditakuti semua siswi di sekolah.
Dea mendorong badan Sarah ke belakang. "Heh, denger ya! Lupa hak apa lo hina-hina gue? Ngaca dong! Sejauh mana kata-kata tadi itu nyindir diri lo sendiri!" balas Dea.
"Yang ngegoda Aga itu siapa? Lo! Kalau pun deket-deket sama Aga itu karena Aga yang mulai. Lagian lo siapanya Aga sih? Cuma mantan, kan? Jadi mantan aja sombongnya selangit." Kalimat itu menjadi s*****a pamungkas sebelum Dea membuka pintu dan keluarga dari toilet. Kedua teman Sarah yang berdiri di samping pintu mengerit heran menatap kepergian Dea.
"Aaaaa! s****n! Dia berani lawan gue!" Sarah berteriak murka.
Sedangkan Dea berjalan dengan emosi yang menggebu-gebu. Bodo amat dengan apa yang akan Sarah lakukan selanjutnya. Yang pasti, Dea tidak akan mungkin diam saja saat ada orang yang berani menghinanya.