SYLMT 08

1245 Kata
"Ah, mati lo!" Satria berseru heboh saat sedang bermain game di ponselnya. Saat ini, Aga sudah berada di rumah Satria. Tempatnya kini mereka sedang menikmati malam di tepi kolam renang. Sementara Satria bermain game, Aga memilih diam menatap langit yang ditaburi banyak bintang. Terlintas dalam pikiran Aga pada si Chubby, lalu bayangan wajah Dea ikut melintas setelahnya. Mengingat tentang Dea, Aga jadi tak enak hati. Ah, bukan pada Dea tepatnya, tapi pada Mira. Aga tak sempat pamit pada Mira tadi. "Sat," panggil Aga. "Apaan?" Satria menyahut, tanpa mengalihkan fokus dari layar ponsel. "Lo punya nomor Lena nggak?" "Hm," jawab Satria. "Gue minta dong," pinta Aga. "Naksir lo sama si Lena?" Satria menoleh sekilas pada Aga. "Nggak. Sok tahu lo. Cepet kirim nomornya," ucap Aga terdengar memaksa. "Ogah, ah. Gue lagi fokus buat ngalahin musuh nih, ganggu aja lo." Aga berdecak kesal. "Di grup kelas kan ada. Liat aja dari sana," ucap Satria kembali. Aga menepuk jidatnya. "Oh iya. b**o, kenapa nggak kepikiran ya?" gumamnya. Lantas mengeluarkan ponsel dan mencari kontak Lena di sana. Sebenarnya Aga ingin langsung menghubungi Dea, tapu Aga ingat kalau di grup kelas tidak ada tambahan anggota. Dan sudah pasti kontak Dea pun belum masuk di grup kelas. "Nah, akhirnya ketemu juga." Aga bergumam. Segera men-chatting Lena untuk meminta kontak nomor Dea. Tak lama kemudian, Lena membalas chat dari Aga dan mengirim nomor Dea padanya. Aga tersenyum lebar kemudian segera menyimpan kontak nomor Dea di ponselnya. Me: Hai, Dea. Gimana kondisi Tante Mira? Sorry, tadi gue nggak bisa anterin sampai rumah. #AgaHandsome Aga tersenyum lebar saat chat darinya sukses terkirim. Sementara menunggu balasan dari Dea, Aga memutar-mutar ponselnya tanpa memudarkan senyum. Udara malam terasa semakin dingin, Aga yang sudah mengganti seragamnya dengan pakaian Satria, mengeratkan jaketnya. Cling! Buru-buru Aga membuka chat baru masuk pada w******p-nya. Ternyata balasan dari Dea. "Yes, akhirnya di balas juga." Aga bergumam. Lalu ia membuka isi chat tersebut. Dea: Iya. Gpp. Thanks. Aga ternganga bodoh membaca balasan chat dari Dea. "Sumpah, ini pertama kali gue diperlakuin kayak ini sama cewek." Aga berdecak, menggeleng-gelengkan kepala tak percaya sembari menatap layar ponsel. "Anjir! Curang woy!" Satria mengumpat, membuat Aga sedikit tersentak kaget. "Berisik!" seru Aga. Tak berniat untuk kembali membalas chat dari Dea. Aga memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, lantas bangun dari posisinya. "Mau kemana lo?" Satria bertanya. Mengalihkan pandangannya sekilas dari layar ponsel pada Aga. "Balik. Seragam gue di sini aja dulu," jawab Aga. "Nggak nginep aja?" Satria bertanya. "Ogah! Tidur lo ngorok, berisik!" ejek Aga. "a***y!" umpat Satria menatap tajam pada Aga. Sedangkan Aga tertawa, lantas berlari pergi sebelum Satria mengeluarkan jurus seribu bayangannya yang disewa dari Naruto. ♡ Di tempat yang berbeda, Dea berjalan ke ajar jendela kamar. Ponselnya masih ia genggam. "Aga dapat nomor gue dari mana?" gumamnya. "Jangan-jangan selama ini dia cari tahu tentang gue," lanjutnya menebak. Dea cengengesan bodoh sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Pede banget sih gue. Mana mungkin Aga cari tahu tentang gue, bukan Aga banget. Ya kali, dia buang waktunya buat hal yang nggak penting." Tok! Tok! Tok! Dea menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup. "De, Ibu boleh masuk?" Mira bertanya dari balik pintu. "Boleh, Bu. Masuk aja, nggak Dea kunci kok." Pintu kamar pun terbuka dan menampilkan Mira dari sana. "Ini, Ibu bawa s**u buat Dea. Jangan lupa diminum ya, Sayang." Dea tersenyum, mengambil alih gelas yang Mira sodorkan padanya. "Iya, Bu. Makasih." Mira mengusap-usap bahu Dea. "Udah malam. Jangan begadang, cepat tidur. Besok juga kan Dea harus sekolah," ucapnya mengingatkan. "Iya, Bu. Sebentar lagi Dea tidur. Ibu sendiri kenapa belum tidur? Pakai buatin s**u buat Dea segala lagi. Emang udah nggak lemes?" tanya Dea dengan dahi berlipat bingung menatap Mira. Mira tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Ibu udah sehat kok, Sayang. Iya udah Ibu keluar ya, jangan lupa diminum susunya." "Iya, Bu. Pasti Dea minum sampai tersisa gelasnya aja," jawab Dea menyengir lebar. Mira terkekeh, lantas berjalan keluar dari kamar Dea. Setelah itu, Dea duduk ditepi ranjang dan meminum s**u tersebut sebelum terpejam dalam malam. ♡ Aga menatap diri pada pantulan cermin di kamarnya. Kemudian menyemprotkan minyak wangi ke beberapa titik bagian tubuh. Terlebih di bagian ketiak, Aga utamakan dibagian situ. Aga tersenyum geli saat mengingat perkataan Mona kala itu, "Percuma ganteng kalau bau." Kemudian Aga mulai memasang ikat kepala berwarna dasar merah dengan motif batik putih miliknya. Tersenyum lebar sembari merapikan tatanan rambutnya. Aga tersenyum bangga, tak heran kalau ia menjadi most wanted utama di tempatnya sekolah. Selain tampannya yang ganteng, bodynya juga oke. Apalagi dengan skill akademik maupun non akademiknya yang melebihi murid lain. Setelah siap, Aga meraih tas yang tergeletak di atas kasur. Menggendongnya dengan satu bahu, lantas berjalan santai keluar dari dalam kamar. Sembari menuruni anak tangga, Aga bersiul menghampiri keluarganya yang sudah siap di meja makan. "Wih, tumben jam segini udah bangun. Kesambet apaan lo, Bang?" Rania - Adik Aga berucap. Aga tak mempedulikan ucapan Rania. Ia segera duduk disalah satu kursi kosong di sana. Sementara itu, Mona tersenyum pada Aga yang tak biasa ikut sarapan bersama keluarga. Sedangkan Azka diam tak merespon dan asik membaca koran. "Pasti mau jemput pacar, ya?" goda Rania. Aga mendelik tajam pada Rania. "Ups! Lupa. Kan sekarang udah menyandang status jomblo, ya." Rania melanjutkan ucapannya, pura-pura terkejut dan itu membuat Aga memutar bola mata jengah. "Berisik lo," ketus Aga. Rania tertawa. Dengan jahil mencolek dagu kakaknya. "Cie, cie, jomblo nieee...." "Rania," ucap Azka dengan nada memperingati. Rania menyengir lebar. "Maaf, Pa." "Kamu ini masih kecil, Sayang. Belum pantas membicarakan masalah percintaan orang dewasa," ucap Mona menyahut. "Dengerin tuh," ucap Aga pada Rania. "Sekolah yang bener. Ngomongin tuh masalah pelajaran, bukan percintaan. Bocah!" Rania mengerucutkan bibir. "Sudah-sudah, jangan ribut. Sekarang ayo sarapan," ucap Mona. Semua orang yang berada di meja makan pun mulai mengambil sarapan mereka. Sementara sarapan tengah berlangsung, tak ada suara obrolan. "Selamat pagi semua!" Seseorang berteriak, menyapa keluarga tersebut. Sontak, semua mata teralihkan pada sosok gadis berseragam SMA yang berdiri dengan tersenyum lebar menatap satu persatu anggota keluarga. Dia adalah Sarah. "Pagi, Sarah. Ayo duduk, ikut sarapan bareng." Azka bersuara. "Makasih, Om. Kebetulan banget Sarah belum sempat sarapan di rumah," ucap Sarah. Lantas duduk disamping kursi Aga. Aga mendengus pelan. Tak suka kalau Sarah datang dan sok akrab dengan keluarganya. "Hai, Rania. Apa kabar?" tanya Sarah, tersenyum pada bocah SD dua belas tahu itu. Rania tersenyum tipis menanggapi. "Sehat, Kak." Mona mengambilkan sarapan untuk Sarah, lalu menyodorkannya pada gadis itu. "Ini, Sar. Di makan ya." "Makasih, Tante." Sarah tersenyum merekah, kemudian mengambil alih piring tersebut. Sarah mengambil sesendok nasi goreng di piringnya. Lalu mengarahkannya pada Aga. "Aku suapin ya, Ga. Ayo, aaaa...." Aga mendengus kesal. "Apaan sih, Sar? Gue bisa makan sendiri kali." "Aga," ucap Azka dengan nada memperingati. Aga berdecih mendengarnya. Sementara Sarah semakin melebarkan senyum. "Ayo, Ga." Aga menyimpan kasar sendoknya, hingga terdengar suara antara sendok dan piring beradu. Kemudian laki-laki tujuh belas tahun itu berdiri. "Aga berangkat sekarang," ucapnya datar. "Aga, duduk!" sentak Azka. Aga mendelik pada Azka. Tanpa peduli, Aga hendak melangkah pergi. Namun Azka kembali bersuara. "Berangkat sama Sarah, Aga." Aga menghentikan langkah. Menoleh ke arah Sarah dengan tatapan tajam. "Sarah bisa datang ke sini sendiri. Dia juga bisa datang ke sekolah sendiri," ucapnya dengan tegas. Lantas kembali melangkah. "AGA!" seru Azka. Namun, Aga tak peduli dan tetap berjalan keluar dari rumah. "Pa, udah, Pa." Mona mencoba untuk menenangkan. "Nggak apa-apa kok, Om. Sarah bisa naik taksi nanti," ucap Sarah, menyahut. Azka menghembuskan napas panjang. Memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN