10. Contract

1060 Kata
Dengan rasa penasaran yang mendominasi, sekaligus perasaan was-was, tangan Karinka meraih map yang teronggok di atas meja ruang tamu. Tangan gadis itu membuka benda tersebut secara perlahan. Takut-takut isi di dalam sana akan membuat jantungnya berlompat ria di dalam rongga d**a. Surat Perjanjian Nikah Pada hari ini, Selasa, 18 Juli 2023, telah dibuat perjanjian perkawinan oleh dan antara: Nama: Ravelio Panduwinata Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama. Nama: Karinka Gunadi Bertindak untuk dan atas nama Karinka selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua. Kedua belah pihak, berdasarkan itikad baik, sepakat untuk mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan resmi dan untuk itu bersepakat mengikatkan diri dan tunduk pada perjanjian ini yang disepakati dengan ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Tidak ada kontak fisik antara pihak pertama dan pihak kedua Pasal 2 Pihak pertama bebas berhubungan spesial dengan orang lain Pasal 3 Pihak kedua tidak diperkenankan memiliki hubungan spesial dengan orang lain Pasal 4 Pihak kedua tidak berhak ikut campur dalam urusan pihak pertama Pasal 5 Pihak kedua wajib mematuhi seluruh perintah pihak pertama Pasal 6 Pihak kedua harus melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga selama ikatan perkawinan ini berlangsung Pasal 7 Seluruh kebutuhan pihak kedua akan dipenuhi oleh pihak pertama Demikian perjanjian ini dibuat dengan materai dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani tanpa paksaan dari pihak manapun. "Sinting! Apa-apaan dia! Mau membuat pernikahan menjadi bahan lelucon?" omel Karinka dengan ekspresi ketidaksukaan yang kentara di wajahnya. * Mendesah tertahan, Ravel merenggangkan otot-otot di tubuhnya yang mulai terasa keram. Duduk berjam-jam di balik meja kerja sungguh mengurus tenaga dan pikirannya. Tidak mudah menjadi direktur, meskipun ia sudah menjalani profesi itu sekian tahun. Namun, setiap hari ada saja hal yang membuatnya sakit kepala. Entah kinerja bawahannya yang tidak becus sampai mantan karyawan yang ingin meminta hak lebih setelah kompensasi pensiun yang diberikan perusahaannya. "Bisa nggak kalau masuk ke ruangan orang itu ketuk pintu dulu?" tanya Ravel dengan ekspresi datar ketika mendapati sahabatnya--Kenny menyelonong masuk begitu saja ke ruangannya. "Kayak nggak ada sopan santunnya jadi manusian," lanjut pria itu mencibir. Namun, Kenny tidak tersinggung sedikit pun dengan cibiran pedas yang meluncur dari mulut Ravel. Ia sudah hafal tabiat pria itu setelah sekian tahun berteman dekat. "Bacot! Orang sekretaris lo yang suruh langsung masuk aja. Lagian nggak usah sok formal, deh, lo pakai acara ketuk-ketuk pintu segala," balas Kenny kemudian mendudukkan diri di salah satu sofa kosong kemudian menumpukan salah satu kakinya, sementara kaki yang lain menjadi penyangga. "Ngapain lo ke sini?" tanya Ravel mengganti topik pembicaraan. "Tolong jangan buat kekacauan lagi. Gue nggak mau diteror sama bokap lo lagi gegara lo hilang-hilangan kayak signal di pedalaman sana," lanjut pria itu dengan nada memperingatkan. Kenny terkekeh geli. "Nggak hilang kok. Gue cuma kabur bentar doang. Habisnya si Tua Bangka itu keras kepala banget. Udah dibilang gue nggak mau ngelanjutin perusahaannya, malah pakai acara maksa segala," gerutu pria itu seolah sedang mengadu pada pacarnya. "Dasar, Bego! Harusnya lo bersyukur jadi pewaris tunggal harta bokap lo. Itu pemegang saham pada rebutan mau singkirin posisi lo." "Bodoh amat. Gue nggak peduli. Makan tuh perusahaan." "Lo mikir ga itu tunangan lo mau dikasih makan apa nanti kalau udah nikah?" "Emang gue ada bilang mau nikah sama dia?" "Jadi, maksud lo mau main-main aja sama dia? Jangan jadi manusia b******k lo. Mainin anak orang seenak jidat." Memangnya apa bedanya denganmu, Ravel? batin Ravel bertanya pada dirinya sendiri. Namun, hanya Tuhan-lah yang dapat menjawab pertanyaan itu. "Gue, sih, nggak ada bilang mau main-main, ya. Otak lo aja yang buat kesimpulan sendiri," ujar Kenny membalas. "Lagi pula pernikahan belum ada dalam rencana dekat gue. We'll see where it goes. Kalau nggak bisa sama-sama, ya, nggak perlu dipaksain, 'kan?" "Kepala batu," cibir Ravel. Pria itu sudah malas mendebat Kenny karena ia tahu perdebatan mereka tidak akan berhenti sampai salah satu mengalah. "Mulut j*****m," balas Kenny. Entah berapa menit tepatnya Kenny mengganggu pekerjaan Ravel, menarik sejenak pria itu dari kesibukannya. Beruntung kini Kenny sudah balik ke habitatnya dan kembali meninggalkan Ravel seorang diri di ruangannya. Notifikasi pesan dari ponsel Ravel yang berada di atas meja menyita perhatian pria itu berkas yang sedang dipelajarinya. Pria itu melirik sekilas layar ponsel yang menampilkan pesan dari seseorang yang dikenalnya. Priscilla Tenggara: Rav, let's have fun tonight Ravel mengabaikan pesan tersebut dan memilih untuk menenggelamkan atensi pada tumpukan berkas yang sudah menggunung di sudut meja kerjanya. Fokus Ravel pada pekerjaannya tidak berlangsung lama karena distraksi yang berasal dari deringan ponselnya. Ravel meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja kerja. Tanpa melihat siapa penelepon yang mengganggu aktivitasnya, pria itu langsung menerima panggilan tersebut lalu menempelkan ponselnya ke telinga. "Halo," sapa Ravel singkat tanpa memutuskan pandangan dari berkas yang ada di hadapannya. "Kenapa kamu nggak balas chat-ku?" tanya si penelepon tanpa membalas sapaan Ravel sebelumnya. Ravel menjawab singkat. "Sibuk." "Sibuk apa, sih, Rav? Memangnya ada yang lebih penting daripada aku?" "Pekerjaanku banyak, Priscilla. Kalau nggak ada hal penting yang mau kamu omongin, aku tutup dulu teleponnya." Wanita muda yang dipanggil Priscilla itu mendengus tidak suka. Ravel bisa mendengar dengan jelas suara dengusannya dari seberang sana. Namun, apa pedulinya. Pekerjaannya yang menggunung jauh lebih penting untuk diperhatikan daripada meladeni wanita itu. "Kita udah lama nggak main loh, Rav. Kamu udah nggak nafsu sama aku? Atau kamu udah punya FWB baru?" tebak Priscilla bertanya. "Mau aku punya FWB baru atau nggak, itu nggak ada urusannya sama kamu, Pris," jawab Ravel dengan nada datar. "Kita udah sepakat untuk nggak melanjutkan hubungan saling menguntungkan itu," tambah pria itu dengan nada mengingatkan. "Kamu yang memutuskan hubungan itu secara sepihak. Aku nggak ada mengiyakan waktu itu," balas Priscilla, tidak terima dengan kalimat-kalimat yang baru saja meluncur dari mulut Ravel. Tanpa berniat untuk membalas ucapan wanita muda itu, Ravel memutuskan panggilan tersebut secara sepihak. Berkas-berkasnya lebih menggiurkan untuk diperhatikan daripada meladeni Priscilla. Meskipun menolak ajakan Priscilla, tetapi tak bisa Ravel dipungkiri bahwa wanita muda itu sangat menggoda. Hanya saja saat ini Ravel sedang tidak memiliki gairah untuk menghabiskan malam yang panjang dengan wanita muda itu. Pertemuan mereka terjadi karena ketidaksengajaan. Ketika Ravel sedang kalut-kalutnya setelah hari pemakaman sang istri, pergilah pria itu ke klub malam yang jarang didatanginya. Di sanalah ia bertemu dengan Priscilla dan terjadilah hubungan satu malam setelah itu. Namun, hubungan saling menguntungkan mereka masih berlanjut sampai beberapa minggu hingga Ravel memutuskan untuk menarik diri karena risih ditempeli oleh wanita muda itu terus-menerus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN