Chapter 18

1235 Kata
Fathir melihat tindakan nina yang nekat. Satu tetes darah nina bisa membangkitkan sesuatu dalam tubuhnya. “Oke aku akan mengambilnya tapi jangan sakiti dirimu seperti itu” Fathir menyerah. Nina tersenyum lebar dan kembali menyingkap rambutnya ke samping “Sekarang lakukan” kata gadis itu yang sudah menyiapkan lehernya dia siap jika rasa sakit itu kembali, demi fathir. Perlahan fathir memajukan kepalanya menggigit leher nina, fathir hanya mengambil sedikit darah nina dan itu sudah berhasil membuat tenaganya kembali pulih. Darah nina sungguh berbeda dia berbeda dengan rasa yang sangat enak. Bertepatan saat itu wanita pemburu datang ia terkejut melihat salah satu tawanannya sedang berdiri memberikan darahnya secara Cuma-Cuma kepada vampire. Ini berbahaya, seseorang tidak boleh memberikan darahnya dengan ikhlas pada vampire atau kekuatan vampire itu akan bertambah dengan sendirinya. “Jauhkan gadis itu” teriaknya dan dua orang maju menyeret nina, fathir menarik rantai yang mengikat dia sampai terdengar bunyi decitan. Matanya berkilat amarah ia menarik rantainya begitu kuat begitu melihat gadisnya di perlakukan tak baik dengan mereka. “Jaga vampire ini dia sekarang lebih berbahaya dari sebelumnya” seru wanita itu waspada. Sanking kuatnya fathir menarik rantai yang mengikatnya, perlahan rantai itu merenggang  dan terlepas fathir tak peduli dengan rasa sakitnya ia hanya peduli dengan nina. Fathir mengamuk menghajar siapapun yang berani melawannya bahkan wanita tadi juga menjadi incarannya. Fathir kali ini lebih terlihat seperti monser di mata nina, lelaki itu menghajar musuhnya tanpa ampun. Kesabaran Fathir sudah tidak bisa di kendalikan sampai semua yang melawannya tadi kini terkapar tak berdaya. Nina meringkuk di sudut ruangan memejamkan mata ketakutan meski telinganya masih mendengar jeritan para orang-orang itu. Setelah berhasil menghabisi para manusia laknat itu fathir menghampiri nina dengan bibir di penuhi darah. Gadis itu beringsut mundur, dia ketakutan. “Kau monster kau bukan fathir yang ku kenal” teriak nina menolak lengan fathir yang akan menyentuhnya. Di mana keberaniannya beberapa waktu yang lalu, gadis itu terus beringsut ketika fathir mengulurkan tangan. “Aku sudah pernah mengatakan aku bukan orang baik dan kau dengan keras kepala membantah perkataanku dan sekarang terlambat jika kau akan pergi dariku kau sudah terikat dengaku. Nina” Nina memukul d**a bidang fathir saat lelaki itu memaksa untuk membopongnya. “Kau monster kau bukan fathir” racau nina meronta ronta. “Kau benar aku memang monster bagaimanapun juga aku adalah monster” perkataan fathir melemah ia tak menyangkal jika gadis nya berkata demikian. Perlahan gerakan tangan nina berhenti badannya melemas. Fathir kalang kabut menyadari nina sudah tak sadarkan diri. “Nina!” --- Seorang gadis berambut hitam legam duduk sendirian tatapan wajahnya kosong ke depan seperti seorang patung hidup. Angin berhembus menerbangkan rambutnya yang terurai indah, air matanya menetes. "Nina aku merindukanmu" gumamnya sambil menyeka air mata. Lebih satu bulan Abigail tak menemui sahabatnya 'nina' yang hilang tanpa kabar bagai di telan bumi. Mengabaikan bunyi bel yang telah berbunyi beberapa waktu lalu Abigail masih setia duduk di kursi taman belakang sekolah meski rintikan hujan mulai turun gadis itu sama sekali tak peduli. Rintikan hujan mulai deras Abigail mendongak melihat seseorang sedang membawakan payung agar dirinya tidak basah. "Kau menghabiskan waktumu untuk melamun dan sekarang kau ingin sakit" kata suara di belakang Abigail. Aby menoleh dahinya berkerut. "Kau siapa?" Tanya aby. "Namaku Guntur sahabat hujan dan petir" candanya. "Ah. Terima kasih sudah memayungiku tapi aku harus kembali ke kelas" aby beranjak namun Guntur menarik aby ke balik dinding saat melihat seorang guru lewat di area mereka. "Hanya menghindari hukuman" kata Guntur "Sekarang kembalilah oh ya jangan lupa beri alasan yang bagus untuk gurumu nanti" Guntur mengedipkan sebelah matanya dan memberikan payungnya pada Abigail. Abigail termanggu sesaat kemudian menggeleng pelan dan berjalan menuju kelas. Pikirannya di penuhi tentang nina ia sangat merindukan sahabatnya itu sekaligus mencemaskannya apalagi nina menghilang bersamaan dengan fathir yang tak pernah masuk ke sekolah di waktu yang sama. Bahkan saat pelajaran aby sama sekali tak memperhatikannya sampai mendapat teguran dari guru karna melamun dalam kelas di waktu pelajaran. "Kau pasti Abigail ah kau tak perlu terkejut bagaimana caraku tau namamu di depan sana aku bertanya dengan teman kelasmu" Guntur langsung menarik kursi di sebelah aby. Aby dengan cueknya berdiri meninggalkan Guntur. "Hey kenapa kau menghindariku" seru Guntur mengikuti Abigail yang menuju kantin. "Aku tidak mengenalmu" sahut aby. "Bukannya tadi aku sudah memberi tahu namaku? Oh biar ku ulangi. Namaku Guntur jadi sekarang kau mengenalku bukan" "Aku tidak peduli" balas aby namun tiba-tiba di berhenti membuat Guntur hampir saja menubruknya dari belakang. Di depan sana ada dean orang yang sangat ia hindari dan ia benci. "Kenapa?" Tanya Guntur. Abigail terdiam. Guntur melihat arah pandang aby. "Dia pacarmu?" aby masih diam "Oh kalau bukan pasti mantanmu ya?" cerocos Guntur yang berhasil kena cubitan dari aby sampai dean menyadari keberadaannya. Lelaki itu tersenyum, aby membalas dengan tatapan kecut, dean menaikkan sebelah alisnya berjalan menghampiri. Tanpa sengaja aby mencengkeram lengan seragam Guntur "Kau takut dengannya? Baiklah aku akan menjadi tamengmu kali ini" "Hai" sapa dean. Abigai beringsut ke belakang Guntur. "Ku harap kau tidak menganggunya" ucap Guntur menatap tajam kearah dean. Dean tersenyum sinis "Aku hanya akan lewat" kata dia melewati aby dan Guntur begitu saja. "Kenapa kau takut dengan lelaki itu" Tanya guntur begitu aby berdiri di sampingnya kembali dengan lega. "Yang pasti aku sangat tidak menyukainya jadi ku minta kau jangan membahasnya lagi" jawab Abigail "Oh ya sekali lagi terima kasih" selepas itu Abigail kembali melanjutkan masuk ke dalam kantin. Guntur menelengkan kepalanya ke kiri karna bingung tapi ia tetap mengikuti aby. Dia sangat penasaran dengan gadis cuek dan jutek yang satu ini. Dari jauh Dean berbalik melihat ke arah Guntur. Dahinya berkerut seakan dia mendapatkan sesuatu. ** Sedangkan di lain sisi nina masih belum sadarkan diri sejak dua hari yang lalu, fathir sendiri kebingungan ini salahnya kenapa sampai ia lepas kendali dan melakukan hal yang sama sampai membuat gadisnya tak sadarkan diri selama ini. "Bukannya dia manusia kenapa kau tak membawanya ke rumah sakit saja" saran jion yang berdiri di belakang fathir. "Apa yang akan ku katakan jika dokter bertanya luka yang ada di lehernya" geram fathir kebingungan. "Tinggal kau katakan saja jika luka itu gigitan kucing peliharaannya, mudah kan" "Kau mengataiku kucing peliharaan" fathir berbalik menatap jion marah. "Astaga anak keras kepala, kau tega melihat gadis itu terus tidur dan tak sadarkan diri seperti ini dari pada memakai alasan yang ku berikan? Jika kau tidak suka kau bisa mencari alasan lain" kata jion mulai ikut jengkel. "Jangan terlalu banyak berpikir atau gadismu akan mati disini" imbuhnya. "Tidak akan ku biarkan dia mati" sahut fathir sarkasme. "Dasar. Baiklah semua ada di tangamu merawat gadis itu atau membiarkan gadis itu mati di sini" "Bagaimana jika aku memberikan darahku dia tidak akan mati kan?" kali ini bola mata jion nyaris menggelinding ke luar mendengar ucapan fathir. "Hey kau kira itu tak berimbas pada dirinya dia harus menyesuaikan diri selama seratus hari kau kira itu waktu yang sebentar" "Aku akan menunggu jika itu adalah pilihan yang baik" Jion mengacak rambutnya frustasi "Aku tak pernah menyangka jika orang sedang jatuh hati akan berbuat nekat seperti ini" lelaki tua itu keluar dari kamar fathir. Fathir menatap nina yang masih saja terlelap dalam mimpi yang membuatnya tak ingin bangun, kelopak mata yang meneduhkan bibir yang tersenyum begitu manis dan tingkahnya semua fathir rindukan dalam dua hari ini. Baru beberapa hari dan dirinya sudah sangat ingin melihat gadis nya seperti kemarin tersenyum dan tertawa tanpa beban. Namun apa yang terjadi.. "Nina bangunlah" lirih fathir dengan nada rendah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN