Meeting

1559 Kata
^___^ Pagi itu, Arsih berangkat ke kantor lebih awal dari biasanya, maklum saja karena hari ini dia harus tampil mewakili managernya yang sedang opname di rumah sakit. Karena ini adalah meeting perdananya bersama seluruh departement marketing yang tergabung dalam Sutani Group, Arsih sengaja memaksimalkan penampilannya, setidaknya dirinya tak ingin menjadi bahan cemo’ohan peserta meeting lainnya. Sehingga dia membuat dandanannya se fresh mungkin. Meeting tersebut di adakan sebulan sekali untuk verifikasi standart marketing perusahaan yang selalu berinovasi setiap bulan demi kemajuan perusahaan. Arsih berjalan memasuki ruang meeting, yang membuatnya mengerutkan dahi. Aje gile! Jam segini udah pada ngumpul? Kiraen aku tadi yang paling cepet, ternyata pada on time semua. Trus aku duduk di mana nich? Maklum perdana. Grogi! Lalu dia akhirnya duduk di belakang, dimana meja kosong yang belum terisi Laptop. Tak ingin melakukan kesalahan, dia menyalakan laptop dan mempelajari ulang semua bahan yang akan di presentasikan di panggung besar itu. Beberapa menit berlalu, suara mc yang menginformasimam bahwa jajaran dewan direksi akan memasuki ruangan, membuatnya menoleh dan melihat pria-pria berpakaian rapi dengan jas lengkap melintas dan duduk di barisan depan yang bertuliskan dewan direksi. Suasana hening, setelah sang mc menguasai mic dan membacakan peserta yang akan melakukan presentasi. Syukurnya Syndrom demam panggung tak hanya di alami oleh Arsih, terbukti beberapa peserta yang tengah memaparkan presentasinya tampak melakukan banyak kesalahan. Mungkin karena meeting kali ini di hadiri oleh dewan direksi secara langsung. Syukurlah, meskipun mereka senior, ternyta mereka manusia juga, ada salah. Ketegangan demi ketegangan berlangsung, hingga jam istirahat siang tiba. Tak ingin mengalami kesalahan seperti peserta lain, berbeda dari peserta lain yang mengantree tengah menikmati makan siang yang di sediakan, Arsih memilih istirahat siang hanya dengan menikmati sepotong cake yang tersedia, sembari kembali mengoreksi power point miliknya. Hal ini di lakukan Arsih untuk menghilangkan grogi dan rasa takutnya. Agar otaknya lebih mendengarkan teriakan para cacing di perut daripada bisikan hati yang sering membuatnya takut. Jam istirahat akhirnya telah usai dan saatnya melanjutkan sesi presentasi. “ Selamat datang, dan terimakasih di ucapkan kepada Bapak Johannes, yang akan mengikuti sesi meeting hari ini, di persilahkan duduk di tempat yang telah fi sediakan” Begitu mendengar nama Johannes di sebut, sontak seluruh audience berdiri menyambutnya dengan hormat, membuat Arsih, satu-satunya orang yang duduk dengan santuy. Gini amat nyambutnya. Si bapak tua ini emang siapa sih? Ohh dewan direkai juga, jadi makin banyak donk dewan direksi yang hadir, ahh Bissmillah ajalah! Direksi juga manusia, makan nasi, bedanya adalah, nasib mereka lebih beruntung, so tetap semangat Arsih! Arsih menyemangati diri sendiri, dan mendadak tegang ketika sang mc menyebut namanya. Dia berjalan menaiki panggung. Setelah menghela nafas panjang, dia mulai mengucapkan salam perkenalan, tapi tiba-tiba bibirnya terkatup rapat, manakala matanya menatap seseorang yang memasuki ruangan dengan santai, lalu duduk di kursi paling belakang, yang terlihat kosong, dengan sesekali menjawab sapaan orang di sekitar dengan anggukan tanpa senyum. Itu, ngapain dia sampai kesini? Gila. Jangan bilang dia nyariin aku buat minta dompet? Mati aku! Dompetnya di kost. Nekat tu orang, jangan sampai aku di pecat gara-gara dia ya. Awas tar! Gerutu Arsih dalam hati dengan wajah tegang menatap pria yang tengah tersenyum miring kearahnya sembari memainkan pena di tangannya. “ Bu, Arsih. Ada masalah bu? Silahkan lanjutkan bu…” Bisik sang mc di samping panggung dengan suara mengintimidasi, hingga membuat Arsih tersadar, lalu mengangguk perlahan. Gara-gara tu orang, aku bego seketika! Ayo Arsih, kamu pasti bisa, jangan takut sama tu mahluk! Dengan wajah mendongak penuh percaya diri, setelah mengucapkan permintaan maaf, Arsih melanjutkan mempresentasikan perkembangan cunsomer goods sejak kehadirannya, menjabarkan beberapa produk yang plus-minus. Karena semua tampak serius mendengar, Arsih semakin bersemangat, hingga dia dengan penuh percaya diri mengeluarkan ide dalam hal meningkatkan omset dengan cara yang sederhana yaitu iklan tanpa biaya. Tentu saja, kalimat terakhir Arsih menjadi bahan tertawaan hampir seluruh audience. Bahkan beberapa ada yang berkata “ Zaman sekarang semuanya membutuhkan uang, bagaimana mungkin ada iklan tanpa biaya, memangnya pajak milik nenekmu…” Pertanyaan itu membuat Arsih membelalakkan mata, merasa terpancing emosi dengan orang yang meremehkannya, reaksi Arsih tak luput dari tatapan pria yang duduk paling belakang. Suara riuh dalam ruangan meeting seketika terhenti ketika pria tua yang masuk setelah jam istirahat menyalakan mic di mejanya dan bertanya kepada Arsih. “ Iklan tanpa biaya yang seperti apa yang di maksud bu, Arsih dari cunsomet goods? “ Seperti terhipnotis, sejak Johannes Sutani bertanya, semua menjadi terdiam, membuat Arsih merasa bersyukur atas pertanyaan pria tua itu. “ Baik, Bapak. Terimakasih telah memberikan saya kesempatan untuk menyampaian ide sederhana saya. Jadi begini pak, di era teknologi sekarang ini, siapa yang tidak memiliki gadget? Bahkan buruh-pun akan berusaha dengan keras untuk membeli gadget meskipun harus kredit. Nah, karena sudah memiliki gadget, tentu saja semua orang memiliki yang namanya sosial media…” Kalimat Arsih terhenti ketika melihat seseorang mengangkat tangan. Yaelah, bocah, ngapain sih? Nyari gara-gara bangte deh! Awas aja tar, kelar idup lo aku buat! Arsih menghela nafas sejenak, lalu memberi kesempatan pria itu, karena tak mungkin berdebat di forum. “ Silahkan Bapak yang di belakang apa yang ingin di tanyakan...." Tanya Arsih dengan santai, hingga membuat peserta lainnya berbisik-bisik sembari menggelengkan kepalanya, heran melihat Arsih. " Hmm...Saya ingin mengetahui seberapa efektifkah menurut anda iklan sederhana, murah melalui sosial media yang anda maksudkan tadi?" Tanya pria itu seraya memainkan pena dengan bunyi. TTiikkkk...Toookkk...Tiikk...Toookk... " Maaf sebelumnya pak, silahkan perkenalkan diri terlebih dahulu, nama dan dari departement mana? " Tanya Arsih seraya menatap tajam pria yang bertanya kepadanya, berusaha mengintimidasi sang pria. Siapa sangka reaksi pertanyaan Arsih semakin membuat beberapa audience saling pandang. Tak menyangka betapa beraninya Arsih. Arsih masih dengan ambisinya menatap tajam pria yang bertanya kepadanya disaat dirinya tengah konsentrasi untuk mempresentasikan hasil pemikirannya. Maklum saja, Arsih bersikap santai kepada pria itu, karena dirinya merasa mengenal pria yang tengah bertanya. Ohh. Tidak! bukan mengenal, terpaksa kenal sosok pria yang telah tiga kali bertemu dengannya tidak dalam kondisi baik dan selalu bermasalah. " Ohh maaf saya lupa memperkenalkan diri, saya Sean dari Departement umum, saya ingin melihat bagaimana usulan anda itu jika di fokuskan ke promosi rumah sakit..." Jawab Sean tak kalah dingin dan masih memainkan pena yang ada di tangannya dengan menatap tajam, bak orang yang ingin menerkam Arsih yang tengah berdiri dengan angkuh di depan. Terlebih ketika mengingat kejadian memalukan di hotel. " Baik bapak Sean..., terimakasih atas pertanyaannya. Begini, ya pak Sean yang terhormat. Mengapa saya mengatakan bahwa menggunakan jasa sosial media untuk saat ini adalah sarana tepat untuk promosi? Di era digital saat ini, berapa banyak orang yang masih membaca surat kabar? Untuk mendapatkan profit yang baik bagi perusahaan, saatnya kita merubah pola pikir zaman dulu dengan perkembangan zaman saat ini. Contoh sederhana, seberapa banyak warga Indonesia yang tidak memiliki f*******:? Di pelosok negeri sekalipun, selagi terjangkau jaringan internet, hampir semua orang memiliki media sosial, nah bagaimana dengan media cetak? Apakah sama? Tentu tidak. Nah bagaimana kita menerapkan berpromosi di media sosial yang gratis? Disini saya menjelaskan skema sederhana. Di rumah sakit yang dibawah Sutani Group ada berapa banyak tenaga medis dan staff? Selagi mereka adalah karyawan rumah sakit, tidak ada salahnya mereka berkontribusi sedikit untuk meluangkan waktu bersosial media degan mempromosikan misalnya Medical Chek Up, nah dari misalnya 200 orang jumlah karyawan di rumah sakit, yakin tidak ada yang tertarik, dan bagaimana kalau promosi ini lebih di rutinkan misalnya seminggu 3 kali, pasti tingkat efektivitasnya akan tinggi, karena sekarang beberapa perusahaan lebih menyukai beriklan di media sosial demi menjangkau pasar. Apakah hal tersebut sudah membantu mengurangi cost perusahaan, dengan benefit perusahaan akan semakin terkenal..." Dan di luar dugaan, penjelasan Arsih mendapat tepuk tangan dari beberapa Dewan Direksi termasuk Johanes Sutani yang duduk di deretan kursi dewan direksi. Sean terlihat mengerutkan dahi dan melihat seluruh peserta yang antusias, hingga dirinya kemudian mengangguk-angguk sembari tersenyum miring. Tanya jawab terus berlangsung dengan antusias, tak terkecuali sang pendiri Sutani Group yang ikut antusias dengan pola pikir kritis yang di miliki karyawan barunya itu, hingga akhirnya Arsih harus menutup presentasinya yang di iringi tepuk tangan para audience karena waktunya telah melebihi jadwal. Arsih tersenyum lega karena telah berhasil membawakan presentasi tanpa mempermalukan devisi Cunsomer goods, lalu duduk di kursi dimana laptopnya berada. Dengan khusuk Arsih mencatat point-point yang menjadi acuan dan perbandingan dalam hal evaluasi promosi dalam mempertahankan omset. Arsih tampak tak menghiraukan Sean yang duduk di sampingnya dengan gaya coolnya dan memainkan pena, memainkan pena adalah hal yang menjadi kebiasaan Sean ketika dirinya tengah berkonsentrasi, dan semua peserta meeting telah memahami kebiasaan sang CEO Sutani Group itu. Setelah penutupan dan doa Arsih mengemas barang-barangnya terlebih dahulu dan menandai semua yang di catat olehnya. Terlihat banyak orang mengangguk hormat dan menyapa Sean yang masih tak beranjak dari sampingnya. Setelah mengemas laptop dan barang lainnya ke dalam tasnya, kemudian Arsih berdiri hendak meninggalkan meja dimana dia duduk. Tapi terdengar suara hingga dirinya menghentikan langkahnya. " Nona Lipstick! tidakkah kau merasa bersalah terhadapku? dengan gampangnya berpura-pura tak mengenaliku.??" Tanya Sean dingin masih memainkan pena dan menatap tajam Arsih yang kini membalas tatapannya dengan tak kalah garang. " Bapak Sean yang terhormat..! Urusan kita tidak di dalam kantor ini. Gedung ini tempat kerja saya, dimana saya mencari rejeki untuk makan dan menyambung hidup. Permasalahan kita di luar kantor. Jadi, kalau ingin membicarakan permasalahan kita silahkan tunggu di luar kantor, dan di luar jam kerja saja. Terimakasih.." Jawab Arsih ketus dan meninggalkan Sean yang terbelalak mendapati perlakuan Arsih terhadapnya yang terkesan semena-mena dan tak terlihat ketakutan sedikitpun di matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN