Kerutan di keningnya semakin dalam, Barra tak percaya dengan sikap temannya itu, “Vin, jangan konyol! Aku sungguh berpikir kamu sakit dan yang terbaik adalah istirahat. Untuk apa aku di sini, bersamamu? Aku tunggu di luar.” Barra menggelengkan kepalanya, ia melangkah keluar dan menutup pintu. Pikirannya melayang tak menentu, Vina aneh. Ya, akhir-akhir ini dia aneh. Sikapnya seperti seseorang yang mencoba menarik perhatiannya. Mulai dari ajakannya untuk bertemu, lalu membicarakan soal Rhe, dan terakhir kejadian ini. Lebih dari sepuluh tahun berteman, ia tidak pernah memikirkan apapun soal Vina. Setulus hati memang merasa kalau mereka teman dekat. Jadi, tidak pernah terlintas kemungkinan kalau Vina menyimpan perasaan khusus padanya. Tapi.. Entahlah.. Ia kembali teringat ucapan