Chapter 6 - Pembalasan

1816 Kata
Happy Reading ***** Bagi Noah, Rilla itu medusa dalam masa kini. Sifatnya itu benar-benar memuakkan di mata Noah. Noah tau Rilla benci padanya begitupun sebaliknya, tapi tidak bisakah wanita itu sedikit saja menunjukankan kebaikan hatinya. Noah ingat betul pertemuan pertama mereka beberapa tahun lalu, dan wanita itu bersikap baik kepada Noah jauh berbanding terbalik dengan sekarang. Ah, sudahlah membicarakan wanita medusa memang tidak akan pernah ada habisnya bagi Noah. "Iya ayah." By the way, saat ini Noah tengah berada di dalam mobilnya, tepatnya di parkiran rumah sakit swasta di kotanya. "Iya." Noah tak segera turun karena tiba-tiba ia mendapat panggilan masuk dari seseorang yang ternyata ayahnya sendiri _Rosyid_. Bisa di bilang sudah cukup lama Noah tak berhubungan dengan ayah kandungnya itu. Bukan hanya ia tak terlalu dekat dengan ayahnya tapi juga karena dirinya cukup sibuk sampai lupa menghubungi keluarganya. Sebenarnya kedua orang tua Noah telah bercerai sejak Noah kecil, dan hak asuh Noah di ambil oleh ibunya sepenuhnya, sehingga hal itulah yang membuat hubungan ayah dan anak itu menjadi tak dekat. Ngomong-ngomong ibu Noah sendiri juga telah meninggal dunia sejak Noah duduk di bangku SMP, Noah pun hidup sebatang kara sejak saat itu karena tidak mau ikut tinggal bersama sang ayah. Dan untuk sekarang, bisa dibilang Noah sudah sukses dengan gaji tetap, ayah Noah melakukan hal sama yakni tidak mau tinggal bersama anaknya dan memilih tinggal di sebuah panti jompo di daerah pinggiran kota, Noah juga sama sekali tak membiayai hidup ayahnya, sebab ayahnya mengatakan sudah memiliki tabungan asuransi masa tua. Kadang Noah bingung, ayahnya tidak setua itu untuk tinggal di sebuah panti jompo. Tapi setelah berfikir panjang, mungkin juga karena ayahnya ingin pensiun lebih awal sehingga beliau melakukan hal itu. "Hmm." Noah hanya mengiyakan wejangan-wejangan yang ayahnya sampaikan, dan setiap mereka bertelefon kata-kata yang ayahnya ucapkan selalu ber-inti sama. "Aku tutup telefon-nya." Sesudah ayahnya mengatakan hal terakhir, Noah memutuskan untuk berpamitan agar ia dapat memutus sambungan itu lebih dahulu. Bukannya Noah tak suka bertelefonan dengan ayahnya, Bisa dibilang Noah canggung dan tak nyaman, apalagi sekarang ia harus terburu-buru menghampiri seseorang, jadi mau tak mau ia memilih untuk mengakhirinya saja. "Okay, sampai jumpa." Sambungan itu pun benar-benar Noah putus dengan di akhiri helaan nafas pelan dari mulutnya. Sepertinya Noah harus berkunjung ke panti jompo untuk menjenguk ayahnya, sebab sudah hampir 6 bulan lamanya mereka tidak bertemu. Setelah di rasa benar-benar siap dan sudah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket, Noah memutuskan untuk turun dari mobil hitam _bermerek asal korea yang ia pakai_ cepat.Tak lupa Noah juga mengunci pintu mobilnya saat di tinggal menjauh. Mata Noah menatap sekeliling rumah sakit yang nampak tak seramai biasanya, mungkin karena waktu bisa dibilang cukup pagi. Noah sengaja berkunjung pagi-pagi agar tak menimbulkan keramaian, mengingat apa yang akan ia lakukan nanti sedikit menggunaan suara dan kekuatan. Sudah tiga hari sejak kejadian kematian Nana, Noah baru sempat berkunjung ke rumah sakit untuk menemui si b******k pelaku pembunuhan Nana. Ia sudah menahan-nahan diri beberapa hari ini, dan setelah ia mendapat kabar jika hari ini si b******k akan di bawa kepenjara, Noah pun memutuskan untuk bergerak cepat. Noah memasuki area rumah sakit dengan tenang, pandangannya lurus ke depan. Ia tak perlu bertanya di mana kamar yang si b******k itu tempati, karena ia sudah mencari tahu sebelumnya lewat beberapa orang di kantor _yang sempat menjaga dia sebelumnya_. Noah menaiki eskalator menuju lantai tiga di sana, karena memang rumah sakit itu adalah rumah sakit terbesar di kota sehingga arsitektur di dalamnya malah terlihat seperti mall. Setelah sampai di dekat kamar yang di tuju, secara spontan Noah bersembunyi di balik pilar ketika matanya melihat sosok polisi _yang cukup dekat dengan Roni_ yakni Derry tengah duduk di salah satu kursi depan kamar si b******k. Noah sebenarnya tau jika hal itu akan terjadi, sebab si b******k itu adalah tersangka pembunuhan, jadi tetap harus di jaga oleh pihak kepolisian 24 jam penuh. Noah tak boleh menampakkan dirinya di depan Derry kalau tak ingin di laporkan ke atasan bahwa ia melanggar aturan. Ia mencoba berfikir keras, mencari cara untuk mengusir orang itu dari sana. Baru saja hendak berdecak kesal karena tak menemukan solusi, tuhan seolah datang dan sengaja memberikan kemudahan kepada Noah, Derry nampak berdiri dan melangkah pergi setelah melakukan panggilan telefon dengan seseorang. Noah tentu saja tersenyum culas, dan saat Derry sepenuhnya tak nampak dari sana, Noah langsung melangkah menuju kamar si b******k. Cklekkk.. Noah membuka pintu itu cepat dan memasuki kamar. Ia dapat melihat jelas tubuh si b******k yang terbaring di belangkar rumah sakit, jangan lupakan satu tangannya yang di borgol ke besi belangkar, hal itu dilakukan untuk mengurangi resiko pria itu kabur. "Lepaskan aku, kalian akan membayar mahal atas apa yang kalian lakukan kepadaku__" Si b******k yang dengan nama asli Nino itu seketika terdiam saat kepalanya baru saja menoleh, padahal sebelumnya ia hendak memaki-maki polisi yang datang. "Bayar apa?" tanya Noah dengan senyum bak iblis di bibirnya. Mengerikan. Sedangkan pria itu _Nino_ nampak sangat gugup di tatap seperti itu oleh Noah. "Kau yang akan membayar mahal untuk semua perbuatanmu, b******k!" ucap Noah dengan suara lantang, dan setelah itu melangkah mendekat cepat ke tempat Ninio berada. "Mau apa kau__" BUGG.. Noah sama sekali tak mengizinkan mulut busuk Nino mengeluarkan sepatah kata lagi, dan memilih langsung melayangkan pukulan talak di pipi Nino. BUGG.. "Arghh" Tak cukup sekali, Noah ternyata menambah pukulannya lagi di tempat yang sama agar rasa sakit yang di rasakan si b******k ini makin menjadi. "Berhenti!" pekik Nino mencoba melindungi diri dengan menutupi wajahnya menggunakan satu tangannya yang bebas, saat ketiga kalinya tangan kanan Noah sudah melayang ke atas. "Ku mohon berhenti! Ini sangat sakit!" Nino tak berbohong sama sekali pipinya sungguh-sungguh terasa sakit, Nino sampai tak menyangka terbuat dari apa tangan Noah ini sampai bisa memukul sekeras itu. Padahal saat ini Nino baru saja sembuh dari masa kritisnya setelah overdosis dan hampir mati. Noah menarik tangan Nino yang mencoba menghalangi wajah itu kasar, "Hei b******k, harusnya kau juga berfikir rasa sakit yang di rasakan pacarmu saat kau menyuntikan barang kotor itu ke tubuhnya." maki Noah sambil menunjuk-nunjuk wajah tidak ketakutan Nino. Nino tak tau kenapa polisi ini begitu mengincarnya, bahkan sampai memukulnya demi orang yang tidak di kenal. Sebenarnya yang membuat Nino penasaran bagaimana dia tau dan menghampiri Apartment terbengkalai di saat tidak ada yang tau jika ada dirinya di sana. "Aku mohon ampuni aku." Noah tertawa prihatin dengan pria yang tidak bertanggung jawab dan hanya berani di belakang saja, tapi saat di tantang balik malah menciut seperti ini, "Harusnya kau momohon di depan jasat pacarmu, bukan kepadaku." Plakk... Untuk sekarang Noah tak meninjunya lagi, melainkan menggantinya dengan sebuah tamparan yang tak kalah kerasnya di pipi Nino, bahkan saat ini pipi itu sudah memerah padam berbentuk cap tangan. Tentu saja Nino meringis kesakitan karena hal itu bahkan air matanya sampai keluar dengan sendirinya saking sakitnya, sungguh sesakit itu. Mungkin karena tangannya di cekal satu dan yang lain di borgol yang mana hal itu benar-benar memudahkan Noah untuk menampar. "Maafkan aku, aku mohon, aku betul-betul tak sengaja melakukannya. Aku-aku tak sengaja." Nino berusaha meminta belas kasian Noah, agar sedikit memberinya ampunan. "Aku mohon." Kalau saja tangannya bebas, Nino sudah pasti akan menyatukan kedua tangan untuk meminta maaf sungguh-sungguh. Noah masih tak menyangka, pria b******k ini masih tak menyadari kesalahannya, "Cih, kenapa aku harus mempercayai mulut busukmu." "Aku betul-betul tak sengaja, aku tak bermaksud__" "DIAM!" Cukup! Noah sudah sangat muak! BUGG.. "Arghh.." Untuk ke tiga kalinya Noah memberi hadiah tinju kemarahan yang begitu keras, sampai mulut Nino mengeluarkan darah cukup banyak. Noah sama sekali tak perduli akan hal itu, yang ia mau pria tak tau diri ini merasakan balasan yang setimpal. "Uhukk.. Uhukk.." Nino si b******k ini sampai terbatuk mengeluarkan darah semakin banyak saja dari mulutnya. "Maaf," cicit Nino sangat pelan, ia sungguh meminta maaf, meski ia terlihat sengaja membunuh, nyatanya itu semua tak ada di dalam niatannya. Ia hanya marah kepada pacarnya yang hendak melaporkannya ke-polisi jika ia adalah pengedar dan pemakai narkoba, dan saat ia menggunakan narkoba dengan penuh kemarahan, ia seperti kerasukan setan dan langsung menyuntikan banyak cairan zat adiktif ke tubuh pacarnya _Nana_ yang notabene tidak pernah memakai sebelumnya. Nino sendiri terkejut dengan apa yang telah terjadi, ia tak menyangka telah membunuh pacarnya sendiri, jadi karena panik di kejar polisi yang sempat ia temui di depan kantor kepolisian, Nino langsung saja ikut menyuntikkan cairan adiktif dan berniat mati menyusul pacarnya. "Maaf, maaf__" "Permintaan maafmu tak berguna, b******k!" Noah tak mau mendengar permintaan maaf yang hanya formalitas di saat ketakutan seperti itu. BUGG.. Noah meninju keras pipi kanan itu, dan darah segar makin mengalir dari mulut Nino. Noah sama sekali tak merasa bersalah telah melakukan itu. "Bahkan di akhir hayatnya, pacarmu tetap menatapmu penuh cinta. Meski tau kelakuan busukmu dan kau yang menyebabkan dia mati, dia tetap menyukaimu. Argh." BUGG.. Bahkan Noah sendiri masih tak menyangka bagaimana ada orang yang tetap menaruh cinta setelah di sakiti sebegitu banyaknya, definisi gobk*k menurutnya. Noah ingat betul di bayangan yang ia lihat pada diri Nana, jika gadis itu tetap mengucapkan kata cinta sebelum benar-benar menutup mata selamanya. "Kenapa diam b******k? Baru menyadarinya? Percuma saja kau menyesal!" teriak Noah melihat pria b******k ini hanya diam saja dengan tatapan nanar kepada Noah. Jujur saja, Nino diam karena sadar apa yang di katakan pria di depannya ini benar, ia baru mengingatnya dan menyadari kesalahannya, ia sungguh menyesal, penyesalan yang sama sekali tidak ada gunanya untuk sekarang. "Akan ku pukul lagi kau sampai penyesalanmu itu menjadi-jadi!" Noah sudah bersiap mengangkat tangan kanannya sekali lagi dan ingin memukul wajah Nino bertubi-tubi, tapi niatan itu tak terwujud sebab kedatangan seseorang yang saat ini telah membuka pintu kasar. "STOP!" teriak orang itu yang ternyata adalah Derry dan satu lagi teman Derry _yang awalnya hendak bertugas untuk menggantikan Derry mengawasi Nino_. "NOAH, STOP!" Teriakan Derry sekali lagi seraya berlari kencang untuk mencegah Noah melakukan hal yang lebih parah dari itu, Derry tau betul bagaimana Noah, jika tak ada yang mencegah sudah di pastikan Noah tidak akan pernah berhenti untuk memukul. "Jangan pukul lagi!" Derry berusaha menarik tubuh Noah menjauhi Nino yang wajahnya sudah membiru dan penuh darah itu, di bantu Arman temannya. "Lepaskan, lepaskan aku, biarkan aku memukuli si b******k ini sampai mampus!" Tentu saja Noah tak terima di tarik paksa seperti itu, ia belum puas, ia ingin memukul si b******k itu lagi. "Cukup Noah! Kau detektif, kau tak bisa melakukan ini!" Noah tak memperdulikan ucapan Derry dan berusaha memberontak meminta di lepaskan, "Lepas." Tapi nyatanya kekuatan Noah tidak sebanding dengan kekuatan dua orang, dan tubuhnya berhasil menjauh hingga hampir keluar dari ruangan itu meninggalkan Nino yang hanya diam saja dengan tatapan sulit di artikan ke arah Noah. "Akan ku pastikan kau membusuk di penjara, b******k! Pasti! Kau harus membayar mahal perbuatanmu itu!" teriakan Noah untuk terakhir kalinya sebelum tubuhnya benar-benar menghilang hari balik pintu, ternyata berhasil membuat mata Nino mengeluarkan air mata cukup banyak. Dan air mata itu terus mengalir begitu saja tanpa dapat di cegah. ***** TBC . . . . . Kim Taeya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN