Sudah tap love kah kamu?
Happy Reading
*****
"Eh, kau, kenapa kemari?"
Noah sama sekali tak mengindahkan pertanyaan itu, perduli apanya melirik sedikit saja tidak. Ia malah langsung berjalan lurus dan duduk di mejanya. Tempat yang sudah 4 tahun ini ia duduki.
"Si kunyuk itu benar-benar,"
Lirikan tajam Noah pada pria paruh baya bermulut cerewet itu, membuat yang di tatap langsung terdiam sebentar, sebelum kembali mencibir dan menggerutu. "Sialan, bocah itu __"
Ck, Selalu begini. Roni, si tua bangka yang berusia 40 tahun-an itu memang amat sensi kepada Noah. Noah tak melakukan apa-apa saja orang itu sudah menyebalkan, apalagi saat Noah berbuat salah begini, tidak di ragukan mulut cerewet bak ibu-ibu komplek itu akan terus berkicau tanpa henti.
Noah tak tau apa masalah Roni padanya, hanya saja dia benar-benar menunjukkan ketidak suka-an terhadapnya. Tapi mau bagaimana lagi, Noah tetap harus menghormati tua bangka itu, mengingat orang itu adalah seniornya di sini.
"Kau tak di hukum?" Tanya Aben setelah Noah sudah duduk nyaman di tempatnya dan tidak ber-siteru dengan si senior _Roni.
"Iya. Paman Miller sedang sangat baik hari ini." Noah tersenyum puas mengingat bagaimana baiknya Miller kepadanya, padahal ia sudah memukul pelaku sampai pingsan loh.
"Wah, tidak heran. Kau kan memang anak kesayangannya. Sudah di pastikan Detektif Roni sedang mengumpatimu tentang ini sekarang." Jari telunjuk Aben terangkat untuk menunjuk ke arah tempat duduk detektif Roni.
"Abaikan saja si tua itu." Mungkin untuk setahun dua tahun pertama, ia masih sangat tersulut oleh Roni, tapi untuk sekarang Noah benar-benar sudah tak acuh, dan cenderung mengabaikan semua tentang Roni tua bangka.
"Oh iya Noah. Kasus terbaru pagi ini tentang pencurian besar di sebuah toko emas benar-benar membuatku pusing ... Eh ...," Aben terbengong karena yang ia ajak bicara ternyata sedari tadi mengabaikannya dan sekarang tengah berdiri hendak pergi dari tempatnya. Noah memang seenaknya sendiri. "Kau mau ke mana?" Teriakan Aben sudah tak terdengar di telinga Noah, karena sang empu sudah berlari jauh.
Noah sendiri berjalan cepat keluar gedung departemen, matanya tertuju pada perempuan muda yang melintas dan mengganggu penglihatannya di dalam tadi. Ia bahkan langsung tak fokus dengan pembicaraan Aben karena itu.
Perempuan itu sepertinya sempat mengajukan sebuah laporan, terlihat juga dari raut dan gelagat tubuhnya yang panik.
Noah terus mengikuti hingga mencapai jalan raya. Sebenarnya yang mengganggu penglihatan Noah adalah bayangan hitam di sekitar tubuh perempuan itu. Ia ingin memastikan sebab kematian dari dia.
"Awas."
Tapi tiba-tiba, perempuan itu langsung menyebar jalan tanpa melihat kearah kiri kanan, yang padahal jalan tengah sangat ramai kendaraan.
Tit ... Tit ... Tit ...
Bunyi klakson truk angkutan terdengar begitu keras.
Noah yang terkejut segera berlari kencang, dan menarik tangan perempuan itu hingga mereka berdua jatuh ke belakang karena tarikan Noah yang terlalu kuat.
Noah terdiam kaku, seraya kedua tangannya yang masih memeluk erat pinggang si perempuan.
Skat ... Skat ...
Kejadian demi kejadian berputar acak di penglihatan Noah. lebih tepatnya kejadian kematian perempuan ini.
'Overdosis!' Perempuan ini akan mati di sebabkan overdosis obat terlarang. Tapi anehnya bukan dia sendiri yang menggunakan melainkan ada seorang pria yang telah menyuntiknya.
"Ah, maafkan aku." Perempuan cantik berambut panjang itu berusaha berdiri dari atas tubuh Noah, setelah beberapa saat lalu terpaku dengan keterkejutan. Dia benar-benar tak sadar sudah menyeberang tanpa melihat situasi. Jujur saja ia tadi sedang melamun. Untung saja pria ini menolongnya kalau tidak, ia sudah mati terlindas truk.
"b******k kau. Lepaskan pacarku!"
Mendengar makian keras yang terdengar, membuat Noah serta gadis itu mengalihkan pandangannya.
"Wanita sialan. Berdiri dari sana!" Teriak seorang pria yang mendekat, pria itu kemungkinan sepantaran dengan sang perempuan, awal 20-an. Dan sepertinya mereka memang ada suatu hubungan. Pria itu bahkan langsung menyeret _kasar_ lengan perempuan agar berdiri dari atas tubuh Noah.
Noah sendiri masih terpaku melihat pria itu. Baru saja tadi ia melihat dari bayangan hitam, sekarang ia malah melihat langsung dengan mata kepala. Ya, pria ini lah pelaku penyuntikan obat kepada sang wanita nantinya.
"Maaf tuan. Ini pacarku!" Pria itu nampak memerah marah, karena pacarnya tengah berpelukan di trotoar pinggir jalan.
Noah segera bangkit berdiri, ia membersihkan bajunya yang sedikit kotor setelah tiduran di trotoar. "Oh aku tidak bermaksud apa-apa. Aku tadi hanya menyelamatkan dia."
Pria itu memicingkan matanya seolah tak percaya pada penjelasan Noah, yang pasti rahangnya masih mengeras. "Sudahlah."
Setelah itu pria itu malah menyeret sang perempuan dengan sangat kasar, tidak perduli ini di hadapan orang banyak.
"Tunggu ...," Noah berteriak, dan pria itu benar berhenti melangkah lalu berbalik kembali menghadapnya. "Kau akan kehilangan perempuan itu kalau kau tetap menyuntikkannya."
Pria itu malah mengernyit tak suka. Dari tatapannya seolah berkata 'omong kosong', dia tak percaya akan ucapan Noah. Lalu kembali melanjutkan langkahnya pergi.
Huft. Noah harus abai kali ini, lagi pula ia masih banyak pekerjaan lain.
Tapi baru saja ia maju selangkah hendak pergi, ia malah mengeram kuat. Sial, ia benar-benar tak bisa abai pada seseorang yang kematiannya tidak adil seperti itu.
Noah hendak menatap sepasang kekasih tadi yang ternyata sudah tak terlihat. Ia pun buru-buru berlari ke arah gedung depertemennya.
Setelah sampai di dalam, ia menatap sekitar mencari Putri, petugas kepolisian yang berada di bagian administrasi.
"Apa perempuan tadi mengajukan gugatan atau melaporkan sesuatu?" Tanya Noah tanpa basa-basi tepat saat tiba di depan Putri.
Wanita itu bingung, karena Noah terlihat sangat tak sabar dalam bertanya. "Wanita mana?”
“Wanita cantik, berambut panjang, dan memakai dress pink.”
“Oh, lalu?”
“Aku butuh dokumen yang di ajukan tadi.”
“Untuk apa?”
Noah mendesah gemas karena Putri terus bertanya. "Ada hal penting. Aku harus mengeceknya."
Noah tetap harus mendesak Putri, agar dia memberikannya.
"Tidak bisa. Ini pasti tentang penglihatan bayangan kematian kan. Tidak-tidak, kau tidak bisa membuat hal buruk lebih banyak." Putri memang cukup akrab dengan Noah. Mungkin karena mereka juga seumuran. Tapi sebenarnya sebagian detektif dan polisi di departemen kepolisian kota ini memang sudah tau tentang kelebihan Noah _Si detektif tampan yang dapat melihat kematian_.
"Ayolah Put. Aku hanya ingin memastikan sesuatu. Aku berjanji tak akan melakukan hal buruk." Mohon Noah, sampai menyatukan kedua tangannya agar Putri luluh dan memberikan dokumen itu. Mengingat jika dalam penglihatannya perempuan tadi akan mati malam ini, juga dari baju mereka yang masih sama.
"Okay, awas saja kau membuat masalah." Jari telunjuk Putri di acungkan penuh, sebagai bentuk ancaman yang tak main-main.
Noah langsung mengangguk pasti, dan mereka pun berjalan kearah meja Putri, di mana dokumen-dokumen tersusun rapi di sana. Sebenarnya bisa saja Noah lancang mengambil barang yang ia butuhkan. Tapi nyatanya ia pasti akan terkena sanksi.
Kedua tangan Noah terkepal dengan harap-harap cemas, matanya terus melirik ke arah jam di dinding bagian kanan. Ia juga ingat jika kemungkinan besar kematian perempuan itu tepat ketika matahari terbenam. Dan sekarang sudah jam 1 siang. Noah hanya punya waktu sedikit.
"Ini." Putri menyodorkan sebuah map kertas berwarna hijau itu dan dengan cepat Noah mengambilnya.
Noah mengamati foto yang tertempel di sana, ah benar dia perempuan tadi, dan namanya adalah Nana. Tapi tiba-tiba ia malah salah fokus ke arah masalah si perempuan. Padahal awalnya ia hanya ingin mencari nomor telefon agar ia bisa menghubungi perempuan tadi.
__
- Pelapor pihak A
- Pelaku pihak B
'Pihak A dan pihak B berstatus sepasang kekasih. Pihak A merasa ada yang salah dengan pihak B yakni pacarnya. Di mana pihak A menemukan bukti jika pihak B seorang pengedar narkoba dan zat-zat aditif lainnya. Dan lagi pihak B seorang yang berani main fisik. Pihak A mengaku berkali-kali telah di aniaya oleh pihak B, tetapi karena ancaman, pihak A tidak berani melawan atau menghindar.'
__
Noah terdiam setelah membaca itu. Ia pikir pria tadi hanya pemakai tapi ternyata juga pengedar. Apalagi pria itu berani main fisik.
Sial, Noah harus cepat bertindak. Ia pun langsung membuka ponselnya dan memotret lembar laporan itu tepat di bagian informasi penting seperti nomor, alamat, dan lainnya.
"Terimakasih, Putri." Noah menyerahkan dokumen itu kembali pada Putri, lalu berlari pergi tanpa menunggu respon wanita itu.
Noah menghampiri mobilnya yang terparkir di halaman gedung departemen kepolisian. Ia langsung membuka pintu mobil dan duduk di kursi pengemudi.
Ingatan Noah tiba-tiba kembali pada kejadian kematian Perempuan tadi _Nana_, ia harus memutuskan langkah tujuan agar tak membuang-buang waktu. Awalnya ia seperti melihat sebuah rumah, atau mungkin Apartement ya? Sepertinya benar Apartement karena Nana nampak di seret di sebuah lorong lalu berlanjut untuk menaiki tangga panjang? Tangga darurat?
Noah memejamkan matanya erat, mencoba mengingat-ingat apa yang ia lihat dari kejadian kematian tadi.
Ah, benar, apakah kematian itu terjadi di rooftop Apartement? Sepertinya memang benar di sana.
"Sial," Noah segera menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya dengan kecepatan penuh.
Tanpa Noah sadari, perempuan berambut panjang dengan kacamata hitam di mata, dan sepatu high heels setinggi 5 senti itu nampak menyeringai dari dalam mobilnya.
*****
Tbc
.
.
.
.
Kim Taeya