Happy Reading
*****
Wiuww.. Wiuuww.. Wiuw...
Laju kendaraan yang di tumpangi Noah makin melesat cepat, apalagi saat ini Noah membunyikan sirine polisinya, membuat para pengguna jalan lain sontak menyingkir tanpa perlu Noah repot-repot memaki atau mengusir, mereka jelas sadar diri jika tengah terjadi keadaan darurat.
"s**t!" Meski mobilnya bisa dibilang sudah melaju kencang, tapi Noah sama sekali tak puas dan terus mengumpat sedari tadi. Bayangan kematian yang gadis itu alami benar-benar memenuhi otaknya saat ini, ia takut tak dapat menyelamatkan gadis itu. Ia takut ...,
Seperti sebelum-sebelumnya!
Kedua tangan Noah mencengkram roda kemudi kian erat, Ia makin menambah kecepatan laju mobilnya hingga jarum penanda kecepatan hampir menyentuh ujung. Kecepatan mobil benar-benar sedikit membantu Noah mengatasi kekhawatirannya.
Apalagi bisa dibilang, dengan kecepatan seperti itu, mungkin hanya butuh waktu lima menit lagi Noah dapat segera tiba di tempat tujuan, yakni Apartemen gadis tadi _Nana.
Dan tepat seperti perkiraan Noah, tak butuh lebih dari lima menit ia sampai di Apartment kelas menengah di daerah pusat kota.
Cittttt....
Noah menginjak rem mobilnya kuat-kuat, hingga mobil itu berhenti tepat di pelataran Apartment. Lalu tanpa menunggu waktu lagi Ia segera turun dan berjalan memasuki lobi Apartment tanpa memperdulikan orang-orang sekitar yang menatap penuh keheranan, mungkin mereka bingung mengapa ada seorang polisi yang datang berkunjung.
Noah menghampiri meja resepsionis, walaupun ia sangat terburu-buru, tetapi ia tetap harus meminta izin kepada pihak yang berwenang di Apartemen ini.
Seorang resepsionis di lobi langsung menyambut kedatangan Noah penuh kebingungan. Biarpun sebenarnya semua orang sudah mengerti jika Noah adalah polisi, tapi dia tetap menunjukan tanda pengenalnya yang sempat ia simpan di saku celana.
"Saya seorang detektif, ada kepentingan mendesak yang mengharuskan saya mengecek sesuatu di sini." ucap Noah seraya mengangkat tanda pengenal setinggi d**a. Melihat resepsionis itu mengangguk kaku Noah pun kembali memasukkan benda persegi panjang itu ke dalam saku celana.
Resepsionis yang kira-kira berusia pertengahan 20-an itu nampak gugup bukan main, sepertinya dia takut jika ada kejadian yang parah sehingga akan berdampak pada penghuni apartment lain.
"Ah, baiklah, tapi saya akan melapor__"
"Tak perlu, saya hanya akan mengecek sebentar." desak Noah sudah gelisah tidak sabar untuk menunggu lagi. Rasanya dia ingin langsung pergi begitu saja dari sana.
Padahal niat resepsionis ingin memberi tahu petinggi Apartement agar ia tak salah langkah seperti mengizinkan begitu saja pihak kepolisian menelusuri Apartement tanpa tujuan yang jelas.
"Eh, tuan ..."
Dan ternyata sedetik berikutnya Noah benar-benar melakukan apa yang ada di otaknya tadi, tanpa di persilahkan pun pria itu segera melangkah menuju salah satu lift di sana, "Maaf, saya harus cepat," teriaknya sedikit keras pada wanita resepsionis itu.
Langkah cepat Noah tidak sia-sia karena nyatanya ia dapat menahan pintu lift yang hampir tertutup menjadi terbuka kembali. Ia kontan memasuki lift itu, yang mana sudah terdapat beberapa orang yang mengisi di dalamnya.
Noah tidak perduli dengan tatapan orang-orang yang nampak penasaran, ia hanya fokus pada angka di dalam lift yang mulai bertambah seiring dengan lift juga semakin naik.
Noah sangat gelisah menunggu lift yang mulai naik satu per-satu lantai. Ia mengepalkan kedua tangan tak sabar.
Ting,
Mereka sampai di lantai 3, dan lift pun terbuka di mana dua orang di dalamnya _seorang pasangan tua_ memutuskan keluar.
Noah hanya bisa mengumpat di dalam hati, perjalannya akan memakan waktu sangat panjang jika seperti ini terus, di tambah tangan seorang pria tua malah menekan tombol ke arah lantai 5.
Arghh, Sial!
Noah tak tahan!
Jadi sebelum pintu lift berhasil tertutup sempurna, Noah kembali menahannya dan berjalan keluar dari sana begitu saja, meninggalkan orang-orang di dalam lift menatap penuh keheranan.
Noah mendesah kasar sesudahnya ia benar-benar keluar dan berlari menuju area tangga darurat, ia sungguh memutuskan akan menaiki tangga saja untuk mempersingkat waktu.
Cklekkk...
Ia kontan membuka pintu penghubung tangga darurat itu kasar, lalu melonggokkan kepala menatap ke arah atas.
Noah meneguk ludahnya susah payah melihat ujung atas sana. Sial, ada dua belas lantai yang akan Noah naiki, sudah di pastikan kakinya akan gempor setelah sampai di sana. Tapi Noah harus melakukannya untuk memastikan di rooftop apartment ini ada gadis tadi atau tidak.
jadi ia pun terus berlari menaiki tangga darurat hingga lantai 15 dengan cepat, tanpa beristirahat ataupun memperdulikan kakinya yang sudah begitu lemas.
Dan,
Brakkk..
Tanpa pikir panjang Noah menendang keras-keras pintu besi penghubung rooftop, sampai berbunyi sekeras itu.
Berhasil, pintu langsung terbuka hanya dengan satu tendangan maut Noah.
Setelahnya ia sontak melangkah kaku ke area rooftop, yang ternyata nampak sangat sepi itu, benar-benar kosong tak ada sedikitpun penghuni manusia di sana.
"SIal!" Tentu saja Noah kesal, rasa lelahnya untuk bisa sampai di tempat ini sia-sia saja. Jadi karena tak mau menyesali kebodohannya, Noah memutuskan untuk melanjutkan pencariannya ke tempat lain, yakni unit apartemen gadis itu.
Noah berbalik dan kembali menuruni tangga dengan cepat, ia hendak menuju lantai 10 di mana unit apartment gadis itu berada. Noah sungguh berharap gadis itu ternyata berada di sana, karena setidaknya ia dapat melarang gadis itu untuk mengikuti pacarnya sebelum kejadian buruk terjadi.
Dengan segala keringat yang mengucur dan mulut yang kering menjadi bukti kalau sebenarnya Noah sangat lelah sekarang. Hanya saja rasa capeknya akan sangat sepadan jika ia dapat menyelamatkan gadis itu tepat waktu.
Noah memperlambat larinya selepas berada di lantai 10, lantai unit apartment gadis itu. Ia berlarian ke sana kemari mencari nomor unit 457 _itu yang ia lihat dari data yang di setorkan gadis itu ke pihak kepolisian tadi_.
Dan, dapat!
Setelah butuh beberapa saat untuk Noah menemukan unit apartment gadis itu, ia akhirnya menemukannya.
Tak berlama-lama ia langsung menekan tombol yang berada di samping pintu, yakni tombol bel pintu.
Ting.. Tong.. Ting.. Tong..
Noah menunggu beberapa saat, dan tak ada sahutan di sana.
Ia hendak kembali menekan bel itu, hanya saja ia mengurungkan niat ketika mendengar suara langkah kaki terburu-buru dari dalam sana. Noah berharap itu Nana.
Cklekkkk...
Nyatanya harapan Noah pupus begitu saja.
Pintu benar-benar terbuka lebar menampakkan sesosok gadis yang mungkin sepantaran dengan Nana.
Gadis itu berdiri diam dengan dahi mengkerut, lalu menatap Noah dari atas hingga bawah. "Si-siapa ya?" tanya gadis itu dengan gugup.
Seperti sebelum-sebelumnya, Noah kembali mengeluarkan tanda pengenalnya itu dari saku celana cepat, agar gadis di depannya ini dapat percaya 100% kepadanya, "Saya detektif." ujarnya seraya menggoyangkan pelan tanda pengenal yang sudah ia angkat.
Gadis itu sepertinya terkejut melihatnya, terlihat dari matanya yang membulat seketika. "A-ada apa ya?" tanya gadis dengan rambut sebahu itu makin gugup bukan main, pasalnya untuk apa seorang detektif mengunjungi unit Apartement mereka, meski tak merasa mempunyai salah tapi tetap saja ia takut.
Noah ber-dehem pelan sebelum berbicara, "Apakah nona Nana berada di rumah?"
Gadis itu makin terkejut, "Anda mengenal teman saya?" tanyanya dengan mata melebar.
Noah mengangguk singkat sebagai jawaban, "Ya, bisakah anda memanggil nona Nana, ada hal penting yang harus saya berbicarakan padanya."
"Maaf tapi sebenarnya Nana tak berada di rumah. Dia sudah pergi sejak tadi pagi." Gadis itu tak berbohong, teman se-rumahnya itu memang pergi sejak pagi buta dan tanpa mengabarinya lebih dulu, padahal tidak biasanya dia seperti ini.
Noah tak dapat membendung keterkejutannya, awalnya ia lega karena berfikir Nana sudah berada di rumah, tapi kalau begini ceritanya ia malah kembali panik.
"Kemana?" tanya Noah dengan nada mendesak yang tak dapat tertutupi.
Gadis itu menggeleng pelan, "Saya juga tak tau. Saya hanya sempat menghubunginya beberapa saat lalu tapi tak ada respon darinya." Gadis itu dan Nana memang sudah berteman dan tinggal di tempat yang sama hampir tiga tahun lamanya, jadi gadis itu merasa sangat aneh dengan Nana yang tak merespon, padahal biasanya Nana selalu gercep dalam menerima panggilan.
Kalau yang Noah lihat di bayangan kematian Nana bukan Rooftop apartment ini lalu Rooftop mana? "Apakah Nona tau Apartment yang sering di kunjungi nona Nana."
"Em, Apartment?" Gadis itu nampak bingung, sebab untuk apa Nana _temannya_ itu pergi ke apartment lain?
"Apakah pacar Nona Nana tinggal di apartment?" tanya Noah lagi makin mendesak, sebab ia kira ia sudah membuang cukup banyak waktu di sini. Ia takut terlambat.
Gelengan dari Gadis situ membuat Noah tak kuasa mendesah kasar, lalu sekarang bagaimana? Noah tak bisa jika hanya diam saja dan menunggu berita kematian dari berita televisi.
"Ah itu," celutuk gadis rambut sebahu yang masih berdiri di depan pintu itu tiba-tiba, setelah tadi sempat terdiam mencoba berfikir keras.
Noah menegakkan tubuhnya semangat mendengarnya, "Ada Apartment yang sering dia kunjungi?"
Gadis itu mengangguk ragu, yang mana membuat Noah sedikit menurunkan ekspetasinya.
"Sebenarnya Nana hanya beberapa kali ke sana, dia bercerita jika menjemput pacarnya di sana."
Tepat, pasti di sana!
"Itu di mana?" tanya Noah tak sabar.
"Apartment terbengkalai yang sudah di tinggalkan para penghuni 5 tahun lalu, anda pasti tau tempat yang saya maksud. Saya sendiri juga bingung kenapa pacar Nana sering berada di sana." Jujur saja gadis itu baru ingat jika temannya sempat menyebut temat itu, padahal apartment itu nampak horor tapi Nana temannya tetap ngotot pergi ke sana demi menemui sang pacar.
Noah mengangguk mengerti dengan penjelasan gadis di depannya itu. Ia sangat tau tempatnya, karena bisa di bilang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
"Sebentar," Noah mengeluarkan sebuah kertas kecil dari dalam dompet, itu sebuah kartu nama, lalu ia memberikannya kepada teman Nana. "Ini nomor saya tolong terus hubungi teman anda, jika ada kabar segera mungkin kabari saya."
Melihat gadis itu mengangguk pelan, Noah pun memutuskan untuk segera pergi dari sana, "Baiklah. Saya permisi."
"Tunggu,"
Namun baru saja Noah selangkah menjauh, gadis di belakangnya itu mencegahnya, ia pun mau tak mau seketika berhenti.
"Ya?"
"Apakah terjadi sesuatu dengan teman saya?" Gadis itu tampak bingung dan panik, perasaannya sangat kacau membayangkan kemungkinan hal buruk terjadi dengan temannya.
Noah terdiam, Noah takut, tapi ia tak mungkin menunjukan ketakutannya kepada gadis ini. "Tidak. Tidak akan terjadi apa-apa dengannya. Mohon nona terus hubungi nona Nana, dan segera laporkan kepada saya."
Dengan perasaan berat gadis itu kembali mengangguk mengiyakan, "Iya."
"Kalau begitu saya permisi."
Sesudah pamit untuk kedua kalinya itu Noah benar-benar pergi dari sana, meninggalkan gadis _teman Nana_ yang penuh kegundahan.
Noah harus segera cepat, ia tak mau terlambat untuk kesekian kalinya dalam hidupnya.
Noah tidak tau pasti jam berapa wanita itu _Nana_ mengalami kejadian, tapi kalau di bayangan yang ia lihat, mata hari tengah terik-teriknya di tambah terdengar suara kereta api.
Tunggu?
Kereta api?
Ya, Noah ingat betul ada suara kereta api!
Sial! Harusnya Noah mengingatnya sejak awal, suara kereta api terdengar karena di dekat apartment terbengkalai itu memang ada sebuah stasiun. Berarti sudah jelas jika kejadian terjadi di Apartment terbengkalai?
Dengan masih berlari menuruni tangga darurat, Noah mencoba membuka ponselnya mengecek jadwal keberangkatan kereta api paling dekat.
Dan saat melihatnya ia sontak terhenti dengan mata membulat penuh. Jadwal keberangkatan kereta api paling dekat yakni lima belas menit lagi, atau pukul 12.00.
Bagaimana Noah dapat mencapai tempat itu hanya dalam kurun waktu lima belas menit.
"Arghhh.. Sial!"
Noah memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket yang ia pakai lalu berlari kencang menuruni setiap anak tangga.
Tidak mau tau, Noah harus bisa menyelamatkan gadis itu apapun caranya!
*****
TBC
.
.
.
.
.
Kim Taeya