Si Lelaki Berbahaya

1174 Kata
Ponsel di tanganku terjatuh. Tiba-tiba saja, mungkin karena panik, tanganku seolah terasa dingin seperti membeku. Cepat-cepat kuambil ponselku sebelum bergerak mundur. Aku mencoba mengumpulkan ketenangan dengan kembali duduk di atas ranjang dan membangun keyakinan dalam diriku bahwa tadi aku hanya salah dengar. Benar! Tidak ada hubungan apa pun antara aku dengan demon. Ya, pasti aku hanya salah dengar. Aku berkeringat dingin di saat udara panas perlahan terasa menjalar ke seluruh tubuhku. Aku meraih remot AC dan mengurangi suhu ruangan berharap hawa panas berkurang. Ketika keringat bermunculan di kening, aku hendak mengambil tisu dari dalam tas sebelum akhirnya kedatangan seseorang dari arah pintu menyurutkan gerakanku. Leherku menegang. Sepasang mata bermanik hitam itu, aku masih ingat. Baru beberapa saat yang lalu aku menerima tatapan intensnya. Dam, untuk apa dia ke sini? Bukankah seharusnya saat ini dia sedang di kelas? "Hei, kamu murid baru itu 'kan?" tanya Dam sambil berjalan mendekatiku. Aku tidak menjawab. Teringat pesan Fiona untuk tidak berurusan dengan Dam. Tetapi bagaimana aku harus menghadapinya? Sekarang, dia bahkan duduk tepat di sebelahku. "Kenalkan. Namaku …” dia mengulurkan salah satu tangannya ke arahku, “Dam Chevaler." Nada suaranya, senyuman yang kini menggantung di bibirnya, dan juga kehangatan tersembunyi dari sorot manik mata hitamnya. Di sana, aku melihat manik mata hitamnya seperti kegelapan malam yang menyimpan banyak gugusan bintang. Mata yang hangat, seperti keindahan saat aku menikmati langit malam. Dari semua itu, aku sama sekali tidak menemukan alasan untuk menghindarinya. Tapi pesan Fiona membuatku ragu untuk membalas jabatan tangan Dam. Alih-alih tersinggung pada sikapku yang tidak mengacuhkannya, dengan santai, Dam menarik tangannya kembali kemudian memasukkan di saku jas almamater yang ia kenakan. Ia tersenyum miring, dan dengan gaya rambut perak sepanjang bawah telinganya, senyuman miring Dam terlihat sangat menawan. Penampilannya benar-benar terlihat seperti pangeran dari musim dingin. "Sebelum berkenalan, mungkin sebaiknya aku perlu meminta maaf dulu atas kecerobohanku tadi." Dam menatapku. "Maaf, karena tidak sengaja menyerempetmu." Matanya penuh penyesalan, aku bisa membacanya. Lalu kenapa Fiona mengatakan Dam adalah sosok yang tidak akan meminta maaf? "Hmm." Sebuah kata yang lebih mirip gumaman akhirnya lolos dari mulutku. Aku terus memandang dinding, berusaha tidak memandang ke arah Dam secara langsung. Namun, aku dapat merasakan tatapan intensnya padaku. "Bukan sepenuhnya kesalahanmu, kok. Seharusnya, aku juga lebih memperhatikan sekitarku ketika berjalan." Bibir Dam menyunggingkan senyuman kecil, lalu kembali mengulurkan tangan kanannya. "Aku sudah mengatakan namaku. Jadi, siapa namamu?" "Hara,” jawabku. “Sharena Hara Sterne.” Lalu kubalas jabatan tangan Dam. Aku cukup terkejut. Dia yang terlihat seperti pengeran musim dingin rupanya memiliki tangan yang hangat sampai-sampai kehangatan dari tangannya itu seolah masih tertinggal di tanganku bahkan usai kami selesai berjabat tangan. "Salam kenal... Hara," katanya ramah. Ia memberiku tatapan yang dalam selama beberapa detik sebelum bangkit berdiri. Tubuhnya yang tinggi dan tampak kokoh lalu dengan mudah mengambil sebuah kotak dari susunan rak bagian paling atas. Dam kembali ke sisiku dengan kotak obat. Keningku berkerut. "Kenapa kotak obat? Kamu terluka?" "Bukan aku, tapi kamu." Dam duduk di sebelah kiriku. "Lenganmu lecet," ujarnya pelan. “Apa tadi Ibu Pendidik tidak mengobatinya?” Alisku terangkat. Baru sadar, ternyata lengan kiriku lecet. Lalu aku teringat, turun dari bus tadi aku memang melepas jas almamaterku karena khawatir terkena muntahan. Tidak disangka lenganku malah terserempet motor Dam. Beralih dari luka di lenganku, aku kembali berbicara kepada Dam. "Ibu Pendidik hanya tahu aku sakit pening. Dia tidak tahu kalau ada luka di lenganku,” jelasku. “Tetapi… uhmm… kenapa sekarang kamu yang mengobati lukaku? Apa kamu petugas kesehatan sekolah atau semacamnya?" Sekali lagi, Dam tersenyum miring. "Aku bukan petugas kesehatan sekolah. Hanya saja lukamu ini ada akibat kelalaianku. Jadi biarkan aku menebus kesalahanku dengan mengobatinya. Jangan khawatir, aku sudah berpengalaman mengatasi luka.” “Oh, ya?” “Kamu meragukanku?" "Ti–tidak. Maaf, bukan seperti itu. Baiklah, aku percaya padamu. Tapi sekarang bukannya jam pertama masih berlangsung? Seharusnya kamu berada di kelas, bukan?" Dam hanya merespon dengan senyumannya lagi. Aku tenggelam dalam keputusasaan untuk bertanya lebih jauh. Agaknya benar kata Fiona. Lelaki di depanku ini berbahaya karena sama sekali tidak peduli dengan aturan. Dam mengambil salep untuk luka dari dalam kotak, lalu mulai mengolesi lenganku. Melihat cara dia mengobati lukaku, dia terlihat lihai dan berpengalaman seperti pengakuannya. Napasku terhenti sejenak saat jemarinya menyentuh lenganku. Tubuhku memberi respon berkedut. "Apakah sakit sekali?" Dam bertanya. "Emmm, ti–tidak,” ujarku. Sebenarnya tubuhku berkedut bukan karena merasakan sakit. Hanya saja aku tidak terbiasa dengan sentuhan seorang lelaki. Berdecak, Dam lalu tersenyum simpul. "Kamu gadis yang kuat. Aku yakin kamu akan cepat beradaptasi di Neilborn, khususnya sekolah ini." “Kurasa kamu salah. Yang sebenarnya… aku memiliki kesulitan beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru. Aku selalu cemas bahwa aku tidak akan diterima atau orang-orang menganggapku aneh. Ya, aku sadar aku memang aneh.” “Insecure?” Dam menghela napas kecil lalu berkata kepadaku. “Setiap orang dilahirkan dengan kelebihannya sendiri-sendiri yang membuat dirinya unik. Jika orang lain memiliki kelebihan tertentu yang tidak ada pada dirimu, bukan berarti kamu buruk. Pasti ada kelebihanmu juga yang tidak dimiliki orang lain itu. Begitu juga kekurangan, setiap orang memiliki kekurangan dan itu wajar. Hanya karena kamu memiliki kekurangan, bukan berarti dirimu adalah orang yang aneh. Buang jauh-jauh apa itu insecure, lalu jangan ragu untuk menjadi dirimu sendiri. Kita tidak tahu akan sepanjang apa kita hidup. Jadi lebih baik nikmatilah hidup dengan menjadi dirimu sendiri, lakukan apa saja yang kamu suka.” Aku termenung. Tidak menyangka bahwa dia yang dikatakan Fiona berbahaya bisa memiliki pemikiran bijak seperti itu. Perasaan aneh timbul tanpa permisi di dalam diriku. Diam-diam aku merasa nyaman di dekat lelaki berbahaya ini. Walaupun kadangkala aku gugup, tetapi aku merasa ia selalu dapat mencairkan suasana yang membuatku tenang. Selesai melakukan perawatannya, Dam menyimpan obat kembali di kotaknya dan mengembalikan ke rak. "Dam ....” panggilku. Ia berbalik ke arahku. Aku menjeda, seperti kurang yakin dengan apa yang akan kukatakan. Tetapi setelah berpikir singkat, aku mengerjap, lalu akhirnya meloloskan kata itu. “Terima kasih dan maaf telah merepotkanmu." "Aku yang meminta maaf karena lukamu hari ini diakibatkan oleh kelalaianku.” “Tidak,” tegasku. “Luka ini juga tidak akan ada jika saja aku lebih berhati-hati.” Senyuman Dam mengembang sehangat matahari pagi. “Rupanya kamu si gadis yang berjiwa besar. Lain kali, berusahalah agar tidak terluka lagi, oke? Atau, aku akan melakukannya lagi untukmu." "Me–melakukan apa?" "Memberimu obat dan merawat lukamu." Aku tersipu malu, sementara batinku menjerit dan melambaikan tangan tidak kuat. Inikah arti pesan Fiona untuk tidak berurusan dengan Dam? Bahwa ke depan aku akan sulit menghindarinya? Aku tertegun. Keberadaan Dam semakin menyalurkan hawa panas yang menjalar naik ke pipiku. Tidak yakin harus mengatakan apa, aku menyibukkan diri dengan mengotak-atik ponsel secara acak. “Ayosalingsayangdancinta,” ucap Dam mengagetkanku. “Eh? Dam? Apa…” “Password wifi sekolah. Kulihat sepertinya kamu kebingungan memasukkan kata sandi wifi sekolah. Itu kata sandinya. Ayosalingsayangdancinta … tanpa spasi.” Atomsfer di sekitar leher dan wajahku sekarang benar-benar panas. Apakah sekarang pipiku merona? Aku tidak tahu lagi dan aku salah tingkah. Oh, untuk kali ini saja, aku benar-benar merindukan wajahku yang kehilangan warna. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN