Permintaan Ayah

1719 Kata
Seorang laki-laki yang tertidur pulas diatas kasur seadanya, terlihat dari wajahnya yang tenang terdapat keletihan yang luar biasa. Dengan hanya menggunakan baju dan celana santai yang biasa orang gunakan untuk kealam mimpi. Laki-laki tersebut bernama Muhammad Hasan. Dia adalah sosok pemain bola yang tidak pantang menyerah dan berputus asa dalam mengharumkan nama bangsa. Pertama kali dia masuk dalam Timnas U-19 yang banyak orang ingin masuk kedalamnya. Menjadi yang terpilih membuatnya tidak berbesar kepala dan malah membuatnya makin semangat dalam berlatih. Drtt..Drttttt...Drrtt Suara benda kotak membuat Hasan tersadar dari mimpinya. Terpampang tulisan "Ayah" disana. "Assalamualaikum yah" "Walaikumsalam nak, kapan pulang. Ayah sama Ibu mau ngomong sesuatu sama kamu" "Hemm. Gini yah Hasan masih ada latihan soalnya ada turnamen liga Indonesia sebentar lagi" "Ya udah kalau ada waktu pulang ya nak" "Emang dari handphone gak bisa ngomongnya yah" "Enggak nak, pokoknya kalau libur pulang ya" "Iya ayah Hasan pulang" " Udah dulu ya nak, jaga kesehatan dan jangan lupakan ibadah sama Allah. Assalamualaikum " "Iya Insya Allah Yah. Walaikumsalam" Hasan Pov Aku sedang berada di alam mimpi tiba-tiba hp ku bergetar menandakan ada yang menelpon ku, kulihat ternyata seorang laki-laki yang tak lain Ayahku yang menelpon. Tanpa menunggu lama aku mengangkatnya. "Assalamualaikum yah" kataku. "Walaikumsalam nak, kapan pulang. Ayah dan ibu mau ngomong sesuatu sama kamu" tanya ayah kepadaku. "Hemm. Gini yah Hasan masih ada latihan soalnya ada turnamen liga Indonesia sebentar lagi"kataku dengan nada pelan. Aku tau pasti disana Ayah sedang kecewa dengan jawaban yang aku lontarkan. "Ya udah kalau ada waktu pulang ya nak" bujuk Ayah dengan nada datar. "Emang dari handphone gak bisa ngomongnya yah" kataku kepada Ayah penasaran. "Enggak nak, pokoknya kalau libur pulang yah" kata Ayah lagi. Aku bingung apakah yang dibicarakan Ayah begitu penting sehingga lewat benda kotak ini pun tidak bisa. "Iya yah Hasan akan pulang" kataku meyakinkan Ayah. "Udah dulu ya nak, jaga kesehatan dan jangan lupakan ibadah sama Allah. Assalamualaikum" kata Ayah mengakhiri sambungan telepon. "Iya. Insya Allah yah .Walaikumsalam" kata ku menjawab salam Ayah. Aku meletakkan kembali smartphone itu diatas meja dan memusatkan pandangan pada langit-langit kamar. Aku bingung apakah masalah yang sangat besar terjadi. Sangat jarang Ayah menyuruhku pulang. Itu sangat membuat aku penasaran. Aku berdoa semoga sebelum pertandingan aku diberikan libur untuk menjumpai keluarga dikampungku. ***** . . . Suasana Kota Surabaya masih terlihat cerah walaupun sudah hampir memasuki waktu magrib. Kicauan burung berlalu-lalang ingin pulang kerumanya setelah mencari rezki untuk keluarganya. "Assalamu'alaikum Ayah, Ibu. Hasan pulang" kata Hasan dengan gembira. "Wa'alaikumsalam, Masya Allah. Kamu pulang nak. Kok gak ada ngasih kabar ke Ibu" jawab yang masih terkejut. "Iya bu, ini kejutan. Mas baru dikasih liburan sama pelatih" kata Hasan sambil ketawa. "Ya udah ayo masuk. Ayah ni anakmu pulang" kata Asri sambil berteriak memanggil Aryo. "Aduh ibu gak usah teriak-teriak juga. Nanti tetangga pada dengar" jawab Hasan. "Iya anak Ibu sayang. Itu karena bahagia kamu akhirnya pulang. Ibu kira kamu gak ingat rumah lagi" kata Asri dengan nada menyindir. "Ibu ini, gak mungkinlah. Mas bisa kayak gini gak lepas dari doa Ibu sama Ayah" jawab Hasan. "Ya Allah, akhirnya anak ini tau rumah juga" kata Aryo yang datang tiba-tiba. "Aduh yah, jangan bilang gitulah. Enggak Ayah enggak Ibu sama aja suka banget nyindir anaknya" jawab Hasan cemberut. "Iya nak, Ayah kan becanda. Kayak kamu gak tau Ayah aja" balas Aryo sambil senyum. "Sana masuk kamar, mandi terus istirahat. Pasti mas capek karna perjalanan tadi" kata Asri dengan nada menyuruh. "Iya Ibuku sayang, Yah mas kekamar dulu ya" kata Hasan sambil meninggalkan Asri dan Aryo diruang tengah menuju kekamar. . . . Saat di ruang makan, "Udah shalat kamu mas"tanya Asri. "Udah bu" jawab Hasan yang baru duduk untuk menyantap makan malam. "Baguslah. Sekarang kita mulai makan" kata Aryo sambil memimpin doa. . . . Selesai makan, keluarga Aryo mempunyai kebiasaan berkumpul diruang keluarga sambil menunggu ngantuk menyerang. "Udah berapa lama mas gak pulang ya bu" Tanya Hasan dengan kekehan. "3 kali puasa 3 kali lebaran mas" sindir Asri. "Huft. Maskan serius bu, sepi ya bu gak ada anak-anak ibu dirumah" tanya Hasan dengan raut wajah yang sedih. "Iya jelaslah Mas, kadang Ayah liat ibu nangis terus dikamarnya" jelas Aryo. Hasan yang mendengarkan penuturan ayahnya menitihkan air mata. Membayangkan ibunya menangis membuatnya menahan perih dihati. Walau selama ini tidak sedikitpun ibunya menampakkan kesedihan langsung kepadanya. "Ibu Hasan jahat ya" Tanya polos Hasan. "Aduh kok pada suasana sedih gini" ucap Asri yang tidak kuasa melihat raut wajah anaknya yang sedih. Hasan langsung memeluk Ibunya. Menangis dipundak sang ibu yang lebih nyaman dari apapun. Menumpahkan seluruh kerinduan dan rasa bersalahnya kepada sang ibu "Pemain bola kok cengeng" ledek yang Aryo tertawa. Hasan tidak menanggapi ucapan sang ayah. Hanya sibuk dengan pelukan nyaman sang ibu. "Ayah iri ya gak dipeluk anaknya" tanya Asri meledek "Enggaklah, anak ayah kan masih dipasantren" jawab Aryo memikirkan sang anak perempuan yang sedang menempuh pendidikan dipasantren. "Iya iya. Anak ayah bukan anak ibu" ketus Asri yang kesal. Memang anak perempuan Aryo dan Asri lebih dekat dengan sang ayah yaitu Aryo. Setiap pulang liburan kerumah tidak akan lepas dari sang ayah sampai tidurpun ingin dengan Aryo. Kecemburuan yang biasa dirasakan sang ibu dikarenakan anak perempuannya lebih dekat dengan sang ayah dibanding dengannya. Tapi anak laki-lakinya yaitu Hasan lebih dekat dengan Asri. "Mas Ayah boleh nanya" tanya Aryo. "Boleh ya, kok nanya pakek izin dulu. Aryo aneh" jawab Hasan penasaran. "Kamu mau nikah gak, usia kamu kan udah cukup untuk nikah" tanya Aryo. "Ya mau lah yah, tapi mas belum ada calon. Kan pacaran enggak boleh. Mas pun sibuk dengan Bola " kata Hasan. "Gini mas, temannya Ayah punya anak. Terus anaknya belum nikah. Kemaren Ayah gak sengaja bertemu. Dan Ayah berniat ingin menjadikan anaknya sebagai istri kamu" kata Aryo sambil menjelaskan. "Tidak ada alasan untuk mas menolak keinginan Ayahkan, kalau menurut Ayah dia yang terbaik insya Allah mas mau" jawab Hasan mengiyakan keinginan Ayanya. "Makasih mas sudah mengerti dengan keinginan Ayah. Tapi Ayah juga gak tau bagaimana anak teman Ayah itu. Yang Ayah tau mereka keluarga yang baik. Tapi akan lebih baik kalau mas shalat istikharoh minta petunjuk kepada Allah, belum pasti keinginan Ayah yang terbaik. " balas Aryo. "Baik yah, mas akan shalat semoga Allah memberikan mas yang terbaik" kata Hasan yang tersenyum. "Memang ibu pernah ketemu dengan anak teman Ayah itu" tanya Hasan dengan penasaran. "Dulu waktu kecil pernah sih nak, waktu kamu masih dipasantren. Ibu lihat dia baik, tapi sekarang ibu gak tahu juga" jawab Asri mengingat ingatan dulu. "Apakah dia mau sama mas yah, dia baik sedangkan mas seperti ini" tanya Hasan. "Kita kan hanya mencoba nak, kalau dia menolak ya kita harus terima dengan besar hati. Mungkin dia bukan jodohmu" jawab Aryo mengikhlaskan kalau itu terjadi. "Mas kan baik pasti mendapat jodoh yang baik" sambung Asri meyakinkan Hasan. "Ya yang namanya seorang Ibu pasti bilang anaknya baik. Ayah rasa mas gak baik buktinya pulang sekali seabad" sindir Aryo pada anaknya. "Ibu, ayah jahat gini. Maafin Mas ya. Besok sering pulang" rengek Hasan mengadu pada Asri. "Udah yah, jangan anaknya dijahilin mulu ntar nangis gak tanggung jawab lo. Kalau anaknya kesal suka minta tidur sama ibu. Mau tidur sendiri ntar" ucap Asri yang kesal dengan tingkah suaminya. "Iya bu, nanti tidur sama Mas ya" Rayu Hasan kepada ibunya. "Jangan. Ayah gak mau tidur sendiri. Maafin ayah ya bu. Mas udah gede tidur sendiri sana gak malu apa" ucap Heboh Aryo. "Kan Ayah juga udah gede, tidur sendiri juga sana" bantah Hasan memanas-manaskan sang Ayah. "Nikah sana mas kalau mau tidur ada yang nemanin" ledek Aryo dengan tawa yang hampir pecah. "Heran ibu, anak sama ayah gak ada bedanya" ucap Asri yang geleng-geleng kepala melihat tingkah anak dan suaminya. Selama berkumpul diruang keluarga, Hasan dan orang tuanya sibuk bercanda dan menghabiskan waktu bersama. Sikap Hasan sangat berbeda dilapangan dengan di rumah. Dilapangan akan terlihat sosok yang cuek, serius dan fokus bahkan untuk sekedar becanda akan tidak mungkin. Tapi dirumah Hasan akan seperti seorang anak yang manja kepada kedua orang tuanya. Sikap yang dari dulu tidak akan pernah berubah hanya untuk orang-orang yang dia sayangi saja. *** Sesuai dengan apa yang diinginkan Salman dan sahabatnya Aryo, mereka ingin sekali menjalin hubungan kekeluargaan dengan cara menikahkan anaknya. Salman sudah begitu yakin bahwa apa yang dipilihnya baik ketika Allah meyakinkan hatinya terhadap anak sahabatnya itu. Mereka sudah masuk ketahap ta'aru dan saling bertukar CV tetapi Aisyah tidak ingin membaca CV tersebut karena takut apa yang ada di dalamnya dapat membuat hatinya melemah. Dalam islam sebelum pernikahan ada proses ta'aruf-khitbah dan akad. Ta'aruf biasanya saling mengenal dengan menukar Cv dan jika keduanya ingin lanjut maka ada proses pertemuan untuk melihat satu sama lain dengan di dampingi seoramg ustadz atau orang yang lebih dihormati. Namun Aisyah tidak melakukan pertemuan karena laki-laki yang ingin mengkhitbahnya adalah pilihan ayahnya sendiri. seorang Ayah mana mungkin memberikan yang tidak terbaik untuk anaknya. "Dek Umi boleh masuk gak" tanya Siti sambil mengetuk pintu. "Boleh mi, masuk aja" jawab Aisyah yang bangun dari tidurnya. "Una belum tidur, Umi mau ngobrol sama Una" kata Siti sambil duduk diatas kasur. "Belum mi, mau ngobrol apa mi. Una juga kangen ngobrol sama Umi. Kan Umi sibuk sama Abi terus " jawab Aisyah sambil ketawa. "Aduh anak Umi satu ini pandai banget buat umi malu" kata Siti yang juga ketawa. "Kan emang gitu mi, umi sama Abi mesra banget padahal udah tua" kata Aisyah dengan nada merayu. "Udah udah jangan godain Umi terus. Oh ya ini Umi serius. Una udah siap nikah" tanya Siti penasaran. "Insya Allah siap mi, umur Una pun udah sepantasnya menikah. Bukankan menikah diusia muda itu baik" jawab Aisyah meyakinkan Siti. "Alhamdulillah, Umi, Abi, Mas sama abang selalu mendokan agar Una medapatkan jodoh yang terbaik" kata Siti lega. " iya Mi, memang siapa yang ingin mengkhitbah Una mi" tanya Aisyah penasaran. "Dia itu anak teman nya Abi, Umi belum pernah bertemu dengan anaknya. Tapi Umi rasa kamu pernah bertemu dengan orang tuanya" jawab Siti. "Memangnya siapa Mi"tanya Aisyah. "Itu pakde Aryo sama bude Asri Masa kamu gak kenal" jawab Siti. "Oh anaknya pakde Aryo ya mi, tapi kok Una gak pernah bertemu sama anaknya padahal kita sering ketemu dengan pakde dulu mi" tanya Aisyah penasaran. "Iya selama kita bertemu dengan teman Abi itu anaknya gak bisa ikut karena dia dipasantren. Terus juga setelah lulus dia kuliah diluar kota" jawab Siti. "Oh gitu ya mi" kata Aisyah mengerti. "Secepatnya mereka akan datang untuk mengkitbah Una, Umi sama Abi tidak memaksa Una untuk menerimanya kalau seandainya hati Una berat untuk menerima maka jangan diterima" kata Siti menjelaskan. "Iya mi, Una akan shalat istikharoh memohon petunjuk kepada Allah kalau memang dia yang terbaik yang dikirimkan Allah Una akan terima" balas Aisyah meyakinkan Siti. "Iya karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk dari Allah. Sekarang Una tidur udah malam juga. Umi keluar dulu yah" kata Siti sambil mengecup pucuk kepala aisya. "Iya mi, Umi tidur yang nyenyak ya" balas Aisyah. Malam semakin gelap dan jam semakin lama semakin bertambah. Keadaan sunyi senyap menandakan semua sudah tidur. Aisyah memejamkan matanya untuk pergi kealam mimpinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN