Semua orang keluar menyaksikan keributan yang terjadi di dapur. Umi Ainun masih memarahi Nadia yang tidak becus mencuci piring hingga piring kesayangannya pecah.
"Apa sih yang diajarkan oleh orang tuamu? masa cuci piring aja kamu gak bisa?! "
Mendengar Umi Ainun membawa-bawa nama orang tuanya membuat Nadia sangat marah, " Jangan bawa nama orang tuaku ya umi!! jangan sampai aku kehilangan rasa hormatku nantinya! orang tuaku tidak pernah memperlakukan aku seperti pembantu! lagian bukan tugasku juga untuk mencuci piring!! "
Semua orang sangat syok karena selama ini tidak ada yang berani melawan Umi dirumah ini. Umi Ainun sampai kehilangan kata-katanya dalam beberapa saat.
"Ka.. kamu kurang ajar sekali ya!! beraninya kamu melawan Umi!! " seru Umi Ainun marah.
"Umi Nadia sudah cukup! " Ustadz Hafiz datang menengahi mereka berdua.
"Hafiz kamu ajarkan istrimu yang kurang ajar ini!! beraninya dia melawan Umi!! "
"Kan Umi duluan yang bawa-bawa nama orang tuaku! "
Umi Ainun dan Nadia masih saja bertengkar sampai Kiai Abdul ikut turut tangan dan berdehem, " Ainun masuklah ke kamarmu. Dan Hafiz tegur istrimu. "
Kalau Kiai Abdul sudah bicara tidak ada satupun orang yang bisa membantahnya dirumah ini. Semua orang membubarkan diri kecuali Ustadz Hafiz dan Nadia.
Tanpa banyak bicara Hafiz segera mengambil sapu dan sekop untuk membersihkan piring yang pecah di bawah lantai. Sementara itu Nadia malah pergi begitu saja meninggalkan Ustadz Hafiz disana. Ustadz Hafiz hanya bisa bersabar melihat tingkah laku Nadia dan melanjutkan cuci piringnya. Setelah itu dia menyusul Nadia di kamarnya.
Terlihat gadis itu sedang bermain game di ponselnya tanpa memperdulikan kehadirannya. Ustadz Hafiz duduk di sampingnya dan memperhatikannya.
"Nadia bisa aku bicara sebentar saja? " tanyanya dengan lembut.
"Nanti aja!! aku lagi sibuk nih!! pak Ustadz gak liat apa aku lagi push rank ini!! " Nadia menjawabnya dengan ketus sambil memencet-mencet ponselnya. Ustadz Hafiz merebut ponselnya dan menyembunyikannya.
"Pak Ustadz!! kok diambil sih!! aku kan lagi main game!! kembalikan ponselku sekarang juga! " Nadia berusaha mengambil ponselnya namun Ustadz Hafiz malah mencium bibirnya dan menahan tubuhnya. Nadia menutup mulutnya rapat-rapat dan berusaha untuk melepaskan dirinya. Tapi Ustadz Hafiz mengigit pelan bibir bawahnya dan memperdalam ciumannya.
"Mmmphhh mmmphhh. "
Kepala Nadia mendadak kosong. Tidak munafik harus dia akui kalau ciuman Ustadz Hafiz lumayan enak. Setelah beberapa menit akhirnya Ustadz Hafiz melepaskan ciumannya dan mengusap bibirnya yang memerah.
"Kamu mau aku cium lagi atau kamu mau dengerin apa perkataanku? " tanya Ustadz Hafiz dengan nafas terengah-engah.
"Dasar Ustadz m***m! kenapa main cium sembarangan sih?! " wajah Nadia memerah seperti tomat, hampir saja dia menikmatinya tadi. Apalagi sekujur tubuhnya terasa aneh sekali.
Ustadz Hafiz tersenyum smirk, "Tidak apa-apa kalau m***m pada istri sendiri. Jadi kamu lebih suka aku cium? baiklah kemarilah istriku... "
"Jangan! oke baiklah aku akan dengarkan apa perkataan pak Ustadz! " Nadia terpaksa mau mendengarkannya daripada dia dicium lagi.
"Apa bisa kalau kamu bicara sama orang tua itu ngomongnya jangan ketus? apa tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik?"
"Tapi yang duluan itu Umi! semua orang di rumah ini gak ada yang suka sama aku. Umi menyinggung nama orang tuaku, apa aku harus diam saja pak Ustadz? lebih baik aku pulang kerumahku kalau begini terus! "
"Tetap saja kamu tidak boleh bicara ketus seperti itu. Ingat Umi sudah tua Nadia bukan teman seumuran kamu. Yasudah begini saja bagaimana kalau kita pindah saja? "
"Pindah? yasudah aku mau. "
"Tapi besok minta maaf sama Umi ya, kamu jangan bicara kasar lagi sama orang tua. Walau mereka salah bukan berarti kita membalasnya dengan kasar juga. Api tidak akan padam jika dibalas dengan api. Aku juga tidak seratus persen membela Umi karena kalian sama-sama salah. " ucap Pak Ustadz dengan bijak.
"Ngapain minta maaf?! gak mau! kan umi juga yang salah. Kalau mau adil itu seharusnya saling minta maaf bukannya aku saja yang minta maaf! " protes Nadia tidak terima.
"Insyaallah kalau kita meminta maaf duluan Allah pasti akan memberikan kita kemuliaan dan meninggikan derajat kita... "
Nadia menutup telinganya karena tidak ingin mendengar ceramahnya lebih panjang lagi, " Oke baiklah besok aku minta maaf. Tapi aku ingin pindah dari sini! "
"Alhamdulillah akhirnya istriku mau juga mendengarkan kata-kataku. Yasudah ayo kita solat Isya berjamaah. Ambillah dulu wudhumu. "
"Ck.. baiklah tapi kemarikan ponselku! "
Ustadz Hafiz menyerahkan ponselnya kembali ke tangannya. Dia melihat pesan dari salah seorang temannya yang beda sekolah dengannya.
"Inggrid ngadain party ulang tahunnya besok malam di club? aku juga mau ikutan. Suntuk banget diceramahi pak Ustadz setiap hari. " gumamnya. Diam-diam membalas pesan Inggrid tanpa sepengetahuan Ustadz Hafiz. Baru setelah itu dia mengambil wudhunya.
Keesokan harinya Ustadz Hafiz mengutarakan niatnya untuk pindah kepada orang tuanya.
"Apa?! pindah?! kamu tega mau ninggalin Umi demi gadis ini?! " Umi tidak setuju Ustadz Hafiz pindah karena rumah ini masih sangat luas untuk ditinggali oleh mereka. Tapi Ustadz Hafiz tidak bisa membuat Uminya dan istrinya terus bertengkar.
"Ini sudah menjadi keputusan Hafiz dan Nadia Umi. Nanti Hafiz masih sering-sering main kesini. Hafiz pindah nggak jauh dari sini. Hafiz dan Nadia pindah di rumah bekasnya bu Khadijah, " ucap Ustadz Hafiz.
"Tapi... " belum selesai Umi bicara Kiai Abdul langsung memotongnya.
"Jangan halangi mereka untuk hidup mandiri. Biarkan Hafiz dan Nadia tinggal berdua. Mungkin mereka bisa lebih leluasa. "
Umi Ainun tidak berani membantah lagi , dia terpaksa membiarkan Hafiz dan Nadia pindah dari rumah ini.
"Abi Hafiz kok pindah sih! Abi gak sayang Aira lagi ya!! hiks hiks hiks hiks, " tangis Aira sambil memeluk Ustadz Hafiz.
Ustadz Hafiz menggendongnya dan berusaha menenangkannya, " Abi gak jauh kok pindahnya. Aira bisa main ke rumahnya Abi. Sesekali Aira juga bisa menginap. Jangan nangis ya sayang. "
Setelah Aira berhenti menangis dan mulai tenang, Najwa kembali mengambilnya. " Aira sini sama Umi. "
Dalam hatinya Najwa merasa kecewa karena Hafiz akan pindah dari rumah ini. Semua ini gara-gara gadis manja itu. Najwa sangat membencinya karena Nadia sudah merusak rencana pernikahannya dengan Ustadz Hafiz.
Nadia menyadari kalau Najwa sedang cemburu padanya, jadi dia sengaja memeluk lengan Ustadz Hafiz di depannya.
"Sayang yuk kita pindah, aku sudah tidak sabar ingin menempati rumah baru kita dan bermesraan disana."
Najwa bertambah kepanasan melihat kemesraan mereka, tapi dia tidak bisa berbuat apapun saat ini. Sedangkan Ustadz Hafiz merasa bingung dengan perubahan sikap Nadia yang tiba-tiba.
"Umi, Abi kami pergi dulu ya kerumah baru kami Assalamualaikum, " ucap Ustadz Hafiz sambil mencium tangan kedua orang tuanya diikuti oleh Nadia.
"Iya walaikum salam jangan lupa main kesini, " jawab mereka bersamaan.
Nadia melirik Najwa dengan sinis sebelum dia pergi dari rumah ini. Setelah itu dia kembali merangkul tangan Ustadz Hafiz dengan posesif. Saat mereka berada di luar barulah Nadia melepaskan tangannya.
"Loh kok dilepas? " tanya Ustadz Hafiz.
"Tanganku pegel, udah ayo cepatan kita pindah rumahnya dimana? " tanya Nadia.
"Itu rumahnya, " tunjuk Ustadz Hafiz.
Mulut Nadia langsung menganga lebar saat melihat rumah yang dimaksud oleh Ustadz Hafiz berada tepat di depan rumah ini. Apa bedanya kalau rumahnya sedekat ini? dia pikir rumahnya berjarak 100 meter ternyata cuma 5 langkah saja.
"Ayo kita masuk, aku sudah memasukkan barang-barang kita pagi-pagi sekali disana. Kamu tinggal terima beres saja. " ajaknya.
Nadia hanya bisa menghela nafas panjang, yasudah lah daripada tinggal serumah paling tidak dia bisa bebas rebahan disana.
Malam harinya Nadia mengendap-endap keluar dari rumah setelah Ustadz Hafiz tertidur pulas. Dia ingin pergi ke ulang tahunnya Inggrid di club malam. Saat ini dia mengenakan pakaian seksi berupa baju croptop yang memperlihatkan pusarnya dan rok mininya yang pendek dipadukan dengan jaket kulitnya agar tidak kedinginan.
Di depan rumah, temannya sudah menunggunya. Nadia langsung masuk ke dalam mobilnya dan menyuruh temannya untuk cepat-cepat pergi sebelum ketahuan orang lain. Tapi tanpa dia sadari sedari tadi ada orang yang melihatnya di balik jendela kamarnya.