04

1150 Kata
“Pak Babams!” seru sebuah suara dari belakang, Bambang menoleh dan mendapati seorang siswa mendekatinya dengan berlari kecil. “Kenapa, Ja?” tanya Bambang saat siswa bernama Raja itu sudah berada didekatnya. “Ih, Raja kan mau ngumpul tugas. Pak Babams udah keluar duluan,” “Kan sudah ganti jam,” “Yaudah ini tugasnya,” Raja memberikan lembaran kertas tulis tangan yang berisi jawaban tugasnya. Setelah memberikan lembar jawabannya, Raja kembali pergi dengan gayanya yang centil. Bambang yang melihat tingkah siswanya itu hanya bisa mengelus d**a. Raja, adalah siswa kelas dua belas, siswa yang aktif dan selalu banyak omong di dalam kelas, terlihat ceria dan pintar. Tapi, ada yang berbeda dari Raja, dia lebih memilih berkumpul bersama para siswi, bahkan Bambang jarang melihat Raja berkumpul dengan teman segendernya. Saat diejek teman cowoknya, seperti tanpa terbebani Raja membalas ejekan mereka dengan caranya yang selalu mengundang tawa. Raja seperti tak sakit hati dengan perlakuan itu. Sebagai wali kelas, Bambang tak pernah menegur apa yang dilakukan Raja, selama itu tak menganggu proses pembelajaran, jika dia menegur hal itu bisa berdampak pada Body Shaming. Bambang membuang pikirannya jauh-jauh, saat kakinya sudah memasuki ruang kantor, dia menuju meja kerjanya, menaruh beberapa buku materi, laptop, dan alat tulis kedalam tasnya, setelah itu dia duduk untuk memeriksa tugas para anak didiknya. Baru saja dia memeriksa lembar pertama, saat dua orang mahasiswa datang menemuinya. “Kenapa?” tanya Bambang, saat Zara dan Aryo berdiri di depannya. “Kami mau konsul RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran), Pak,” ucap Aryo sambil memberikan sebuah RPP beberapa lembar rangkap tiga. “Sudah konsul sama dosen kalian?” tanya Bambang lagi. Zara dan Aryo mengangguk, setelah itu keduanya menarik sebuah kursi yang tak jauh dari meja Bambang berada. Bambang membolak-balik kedua RPP itu dengan matanya yang jeli, lalu dengan mudahnya jarinya melingkari dan mencoret beberapa hal yang baginya ada salah dan kurang. “Ini Aryo, perhatikan bagian KD-nya, sepertinya dosenmu luput memeriksa, dan pada bagian materi pokok waktunya salah, seharusnya ditulis dua jam menyesuaikan jam pelajaran SMA,” jelas Bambang, Aryo hanya mengangguk-angguk. “Untuk materinya, Pak?” tanya Aryo. “Sudah kamu sesuaikan dengan materi yang saya kasih kemarin, kan?” “Sudah, Pak,” Bambang menjelaskan banyak hal tentang RPP yang akan mereka gunakan, banyak detail pada tiap lembaran yang tak luput dari tangan lentik Bambang, coretan tinta terus menjelah setiap paragrafnya. Sementara Bambang yang memeriksa RPP mereka, Zara tak sedikitpun paham dengan apa yang di ucapkan Bambang, suara Bambang menggema dalam hatinya bukan pikirannya. Sesekali Zara tersenyum melihat cara bicara Bambang yang pelan tapi menusuk. Wajah Bambang begitu indah di pandang bagi Zara, begitu lempengnya Bambang saja sudah membuat Zara jatuh hati, bagaimana jika sampai Bambang tersenyum, mungkin tensi darahnya akan naik pada angka seratus lima puluh per sembilan puluh, karena darah sudah terkontaminasi dengan manis alami. “Zara,” panggil Aryo sambil menggoyangkan lengan kiri Zara. “I-Iya, kenapa?” tanya Zara saat dia bangun dari lamunannya. “Kamu mau perhatikan saya, atau kamu mau terus melamun,” ucap Bambang dengan wajah datarnya yang tanpa ekspresi, karena selama dia berbicara tadi Zara sibuk melamun tak jelas. “Maaf, Pak,” kata Zara meminta maaf sambil sesekali menunduk. “Ini punya kamu, cepat perbaiki. Materi Ekonomi kelas sebelasmu banyak yang tak sesuai, kamu cari di internet atau gimana. Bagian K13 Pada Kompetensi Intimu salah, dan penilaian usahakan pakai revisi terbaru,” ucap Bambang begitu meyakinkan Zara. Sementara Zara memperhatikan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut Bambang. Bagi Zara apa yang keluar dari pita suara Bambang seperti sebuah mantera sihir yang ampuh dengan campuran obat bius. Bubuk o***m yang membuat candu. “Kamu paham, kan?” sambung Bambang. Zara kembali mengangguk. “Yaudah perbaiki secapatnya. Sekarang kalian makan dulu, sepertinya lagi gak konsen,” “Terima kasih, Pak,” ucap Zara dan Aryo hampir berbarengan. Setelah itu keduanya berpamitan pada Bambang dan berlalu pergi. Bambang kembali menyibukkan dirinya dengan tugas anak-anak. “Cie-kayaknya mahasiswi itu suka sama, Pak Bams,” goda Syahrul, salah seorang guru olahraga. “Hah,” ucap Bambang tak paham dengan perkataan Syahrul. Lalu membalikkan tubuhnya menghadap Syahrul. “Maksudnya, Pak?” “Maksud Pak Syahrul, Mahasiswi bernama Zara tadi suka sama Bapak,” imbuh Malik mendekati meja Syahrul. “Masa Bapak gak tahu kalau dari tadi Zara lihatin, Bapak,” Bambang menggeleng, “Saya sibuk memeriksa RPP mereka,” “Jangan terlalu sibuk sama kerjaan, Pak. Kata orang jawa mempeng itu boleh, tapi terlalu mempeng itu gak baik. Sesekali lihat dunia dengan cara bersantai,” kata Syahrul, diapun sibuk dengan Malik. “Endak mempeng, Pak. Cuma memang tugasnya,” kilah Bambang. “Saya lihat Zara cantik, masa Pak Bams gak pernah fokus,” Ucap Malik, “Kalau belum nikah, perempuan kayak Zara itu tipe saya,” “Inget istri, Pak.” “Saya inget, Pak Syahrul,” gelak Malik, Bambang mendengus mendengar pembicaraan keduanya yang kadang tak jelas. “Ngomong-ngomong soal ingat, saya ada bekal buah jeruk, katanya jeruk ada kandungan vitamin C dan flavonoid yang bagus buat ingatan,” ujar Bambang sambil mengeluarkan beberapa buah jeruk manis dari tasnya. “Kalau kurang Bapak-Bapak bisa beli di toko Buah Satria,” “Lah, Pak Bams malah promosi,” kata Ayumi, lalu mengambil buah yang Bambang letakkan diatas meja. “Saya minta satu,” “Bu Ayumi, kalau soal gratisan cepat banget,” timpal Lia, salah seorang guru matematika. “Makan buah biar otak dingin, habis ngurusin anak bandel banget. Jeruk bisa mengembalikan mood gak Pak Bams?” tanya Ayumi sambil mengunyah jeruk itu. “Endak tau Bu, setau saya yang bisa alpukat,” jawab Bambang. “Hati-hati Bu kalau isinya tertelan,” tegur Syahrul ikut mengambil sisa satu jeruk. “Kenapa, Pak?” tanya Lia ikut penasaran. “Takut tumbuh di atas kepala,” jawab Malik. Mendengar ucapan dari Malik itu beberapa guru yang ada disana tertawa, termasuk Bambang, “Lah mana lagi jeruknya?” “Habis Pak Malik. Kalau mau nih,” ucap Syahrul sambil menunjukkan sepotong buah jeruk yang di gapit gigi atas dan bawahnya, setengahnya sudah masuk mulut. “Ogah, Pak. Kalau saya ambil nanti malah jadinya jeruk makan lemon,” Pembicaraan tak jelas saat istirahat itu membuat para guru tertawa, selingan saat semua pembelajaran begitu menyita waktu dan pikiran. Sementara itu Zara dan Aryo sudah kembali ketempat mereka, yakni meja absen tempat di sana keduanya dan mahasiswa lain berada. “Kamu suka sama Pak Bambang, ya?” telisik Aryo, saat dia duduk di samping Zara. “Suka? Sama Pak Bambang? Siapa?” kilah Zara seakan tak mengerti pembicaraan Aryo. “Kamu lah, tadi jelas banget kalau kamu lihatin Pak Bambang begitunya,” “Emang kenapa sih, Yo. Kamu cemburu?” Aryo terdiam, tak merespon ucapan Zara. Sudah sejak lama Aryo menyukai Zara bahkan dia sudah mengatakan perasaanya pada Zara tapi Zara tak mau dan terang-terangan menolak. Aryo merasa tak begitu jelek, miskin juga tidak tapi kenapa Zara bisa menolaknya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN