Rindu Papi

1230 Kata
Qiran merenungi nasibnya. Sungguh dia tak menyangka Papi yang selama ini selalu marah ketika dia pergi tanpa kabar, Papi yang selalu berusaha mencarinya hingga ditemukan, kali ini sudah tak peduli lagi padanya. Mungkinkah Papi sudah tak mau tahu urusannya. Mungkinkah Papi sudah jenuh dengan tingkahnya. Hal itu sukses membuat hati Qiran terasa ngilu. Qiran rindu pada pria yang selama ini selalu berusaha mengerti dirinya walau dengan cara emosi. Tapi Qiran sangat sadar, itu adalah cara sang Papi peduli padanya. Cara sang papi menyayanginya. Tak terasa derai air mata mulai menetes. Qiran rindu pada pria yang selama ini menyayanginya. Hanya papi yang selalu ada di sisinya. Seburuk apapun sikapnya pada pria itu. Keburukan sikap yang dia tunjukkan hanya sebuah protes psikologi karena sang papi tak pernah mau mempertemukan dirinya dengan wanita yang sudah melahirkannya. Bahkan menunjukkan fisik wanita itu melalui foto pun tidak. Pria itu selalu marah setiap kali Qiran bertanya perihal ibu kandungnya. Flashback Seorang anak kecil dengan rambut panjang sepinggang yang dikuncir kuda terlihat termenung. Gadis kecil berusia 4 tahun itu menatap iri kepada keluarga yang lengkap dan tampak harmonis. Netra coklatnya menatap dalam pada seorang wanita, pria dan dua anak kecil yang bermain di taman. Tampak bahagia dan dipenuhi canda tawa. Sungguh berbeda dengan dirinya yang selalu kesepian. "Ayo Non cantik... Mam lagi," ucap Bibi Inah berusaha menyuapinya. Namun Qiran malah menepis sendok itu. Qiran enggan disuapi oleh siapapun. Qiran ingin merasakan suapan dari wanita yang melahirkannya. Tapi sayang wanita itu sepertinya hilang ditelan bumi. Bahkan sejak kecil Qiran tak pernah di beri kesempatan untuk merekam memory tentang wanita itu. "Qiran ga mau makan!" Teriak Qiran berlari. Sedangkan Bi Inah ikut berlari mengejar langkah mungil Qiran kecil. "Jangan lari-lari Non... Nanti jatuh," ucap Bi Inah. Baru saja Bi Inah memperingati Qiran. Gadis kecil itu tak menyadari ada sebuah kerikil yang menghalangi langkah kakinya. Bahkan kerikil itu sukses membuatnya terjerembab. BRUUUKKK... "Aduh... Hiks... Sakit... Mami... Tolong aku... Hiks... Mami..." Qiran menangis, dan tanpa sadar memanggil Maminya. Sosok ibu yang bahkan tak pernah ada di sisinya. Tapi hati kecil gadis tak berdosa itu terus berharap akan pertemuan indah dengan ibu kandungnya. Qiran memang selalu memanggil nama mami di setiap dia terluka. Sungguh dia ingin saat mengucapkan kata sakral itu, sang mami akan datang dan menolongnya. Tapi sayang semua itu hanya harapan dan harapan tak seindah kenyataan. "Aduh Non... Tuh kan jatuh... Sakit ya?" Tanya Bi Inah berjongkok mensejajarkan diri dengan tubuh mungil Qiran kecil. Bi Inah pun membersihkan luka Qiran dan memberinya plester. "Ayo pulang aja Non," ucap Bi Inah membantu Qiran berdiri. Tapi gadis kecil itu malah menahan tubuhnya agar tetap duduk di atas rumput yang hijau. "Ga mau... Hiks... Qiran mau ketemu Mami... Qiran kangen Mami... Hiks... Hiks..." Tangis Qiran semakin menggema. Gadis kecil itu benar-benar menginginkan kebahagiaan keluarga utuh. "Mami lagi pergi. Nanti kalo kita pulang, Mami udah di rumah. Yuk kita pulang Non. Jangan nangis lagi ya," ucap Bi Inah berusaha menenangkan Qiran. "Ga mau Bi Inah bohong. Mami ga pernah pulang. Bi Inah bohong sama Qiran. Qiran ga mau pulang... Qiran mau ketemu Mami... Hiks..." Tangis gadis kecil itu mampu menyayat hati Bi Inah. Pasalnya dia tahu betul apa yang terjadi pada rumah tangga majikannya. Tapi Qiran kecil masih terlalu dini untuk memahami kisah orang dewasa yang rumit. Bi Inah pun memeluk tubuh mungil Qiran dan membawanya ke dalam gendongan. Walau tubuh Qiran sudah cukup besar dan berbobot, hal itu tak membuat Bi Inah enggan menggendong Qiran. Kasih sayang membuat hatinya selalu lemah di hadapan gadis mungil yang malang ini. "Hiks... Hiks... Bibi, Mami Qiran ga sayang ya sama Qiran... Hiks... Mami ga pernah pulang... Hiks... Hiks..." Gadis kecil itu menelusup kan wajahnya di antara ceruk leher pengasuhnya. Qiran kecil sangat ingin bertemu ibu kandung buang bahkan tak pernah berniat menemuinya. Karena kehadiran Qiran adalah sebuah kesalahan baginya. "Mami sayang kok sama Non Qiran. Semua sayang sama Non. Bibi juga sayang sama Non. Makanya Non Qiran jangan nangis lagi ya?" Bi Inah mengusap punggung kecil Qiran yang gemetar karena tangisan. Bi Inah pun beberapa kali mengusap air matanya. Wanita itu terus berusaha menenangkan gadis kecil yang menangis karena merindukan ibunya. "Hiks... Kalo Mami sayang sama Qiran, harusnya Mami ga tinggalin Qiran... Hiks... Mami jahat sama Qiran... Hiks... Hiks..." Tangis Qiran semakin pecah. Sepanjang jalan Bi Inah selalu berusaha menenangkan Qiran. Tapi gadis kecil itu terlalu bersedih hingga air matanya terus saja menetes. Walaupun dia sudah tak mengungkapkan kesedihan hatinya, tapi Bi Inah tahu hati Qiran sangat hancur. Di saat semua anak-anak seusianya mendapatkan limpahan kasih sayang dari ibu kandungnya, Qiran tak pernah bisa merasakan kasih sayang itu. Bahkan bertemu pun tak pernah. Sesampainya di rumah... Martin melihat putrinya yang menangis dalam gendongan pengasuhnya. Hatinya teriris pilu melihat tangisan putri semata wayangnya. Sungguh dia pun tak ingin memiliki rumah tangga yang begitu runyam hingga gadis kecilnya menjadi korban keegoisan orang tua. "Ada apa dengan Qiran, Bi?" Tanya Martin pada Bi Inah. "Non Qiran seperti biasa Tuan. Merindukan ibunya," ucap Bi Inah sukses membuat hati Martin mendidih. Sungguh dia membenci wanita yang telah melahirkan putrinya. Wanita tidak tahu diri yang malah meninggalkan bayi tak berdosa demi pria lain. "Ayo sini Qiran. Ikut Papi!!!" Martin menarik tubuh mungil putrinya dari gendongan Bi Inah. Dia pun menggendong putrinya menuju kamar cantik bernuansa pink dan biru laut. Dengan kasar Martin mendudukkan putrinya di atas ranjang milik Qiran. Dia berjongkok di hadapan gadis kecilnya. Menatap netra coklat Qiran yang memerah karena terus menangis. "Papi... Hiks... Qiran... Kangen Mami... Hiks... Mami kapan pulang Pi???" Tangis Qiran kembali pecah di hadapannya sang Papi. "Berapa kali Papi bilang. Lupakan Mami! Mami ga akan pernah pulang. Kamu anak Papi. Cuma anak Papi," ucap Martin kasar. Sungguh dia tak Sudi membiarkan Qiran merindukan wanita tidak tahu diri itu. "Hiks... Hiks... Papi... Hiks... Terus kalo Qiran cuma anak Papi, Qiran keluar dari perut siapa???" Tanya Qiran bersedih. Pertanyaan bocah itu begitu polos. "Sudah berapa kali Papi bilang. Kamu cuma anak Papi. Lupakan Mami mu yang bahkan ga peduli sama kamu," ucap Martin tak mau berusaha mengerti perasaan putrinya. "Hiks... Hiks... Papi jahat... Qiran cuma mau lihat Mami... Qiran mau ketemu Mami... Hiks..." Tangis gadis kecil itu semakin pilu. "Terserah kamu mendengar Papi atau ga. Yang jelas kamu cuma anak Papi. Sudah titik," ucap Martin kemudian meninggalkan Qiran yang menangis sendirian. Gadis kecil itu dipaksa memahami urusan orang dewasa yang bahkan tak pernah bisa dia mengerti. Qiran kecil hanya memiliki pemikiran sederhana, dalam sebuah keluarga akan memiliki sosok ibu yang menyayangi dan ayah yang melindungi. Hanya itu. Tapi tak bisakah para orang dewasa memahami pikiran sederhananya? Flashback end Mengingat masa kecilnya membuat hati Qiran kembali lemah. Dia menangis di saat tangannya dipenuhi sabun pencuci piring. Gerakan tangan lembutnya mengusap piring dengan sebuah spons. Tapi netra coklatnya menatap kosong entah kemana. Rasanya hidupnya begitu sepi tanpa kasih sayang dari siapapun. Qiran hanya butuh kasih sayang dan pengertian. Hanya itu. Tapi siapa sosok yang mau memberikannya? Qiran rindu sosok ayah yang selalu berusaha melindunginya. Sosok ayah yang walaupun selalu emosi padanya. Qiran sangat rindu. Tapi ego membuatnya enggan kembali ke rumah. Qiran takut dijodohkan. Qiran takut menjalani rumah tangga yang terasa rumit. Qiran tak ingin hatinya hancur lebur. Cukup rumah tangga orang tuanya yang membuat dirinya tak berarti. Qiran tak ingin jauh lebih sakit karena rumah tangga orang dewasa yang sampai saat ini tak bisa dia mengerti. "Hiks... Hiks... Papi... Qiran kangen..." Ucap Qiran terisak. Rindu ini sungguh menyayat hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN