"Katakan dengan jujur. Apa yang membuatmu jatuh cinta pada putriku. Karena jujur saja, aku sendiri ragu kau benar-benar mencintainya. Sikapnya, perilaku jauh dari kata indah yang membuat seorang pria jatuh cinta. Tapi kau... Ah... Aku pusing memikirkannya." Ucap Martin.
"Jangan dipikirkan kalau begitu." Ucap Rayza santai.
"Aku hanya khawatir kau terpaksa menerima dia... Biar bagaimanapun... Kau terlalu baik pada keluarga ini... Tolong jujur padaku. Apa yang membuatmu jatuh cinta ada putriku... Agar aku tenang melepasnya demi kebahagiaannya dan kebahagiaan mu." Ucap Martin penasaran.
****
Rayza tersenyum menatap calon mertuanya yang terlalu mengkhawatirkan dirinya. Sungguh Rayza tak pernah merasa terpaksa. Karena dia sendiri tak pernah tahu apa yang membuat hatinya begitu nyaman di dekat wanita bar-bar seperti Qiran.
"Em... Entahlah... Aku sendiri tak tahu apa alasannya. Yang jelas... Aku tak pernah terpaksa. Aku tulus padanya." Ucap Rayza santai. Rayza memang tak pernah punya alasan. Dia hanya bertindak sesuai naluri pria yang ada. Karena nyatanya dia merasa sepi saat tak bersama Qiran. Bahkan Rayza merasakan rindu yang teramat sangat saat Qiran jauh darinya. Hanya itu saja. Tapi sayangnya jawaban itu sama sekali tidak membuat hati Martin lega. Dia ingin jawaban yang lebih. Martin pun mendesah kecewa.
"Papi... Bagiku... Cinta tak butuh alasan. Tak butuh tujuan. Karena cinta dirasakan bukan di arahkan. Kita tak pernah bisa memilih kepada siapa hati akan tertaut. Karena kenyataannya cinta datang begitu saja. Dan di usia yang sudah terlanjur tua seperti ku. Aku rasa tidak perlu ada yang Papi khawatirkan. Aku tak mungkin main-main. Aku serius dengan Qiran. Dan aku akan menunggu sampai dia siap. Karena aku yakin Qiran juga memiliki perasaan yang sama dengan ku. Hanya saja dia masih ragu dengan perasaannya. Jadi... Tugasku saat ini hanya meyakinkan dirinya dan perasaan nya padaku." Ucap Rayza panjang lebar. Sungguh dia sendiri tak menyangka bisa bicara sepanjang ini. Bahkan dengan lugas tanpa keraguan di dalamnya. Tanpa harus berpikir panjang. Semuanya mengalir begitu saja. Seperti seorang penyair yang menuliskan bunga tinta dalam sebuah kertas. Dan kali ini Martin tersenyum. Sungguh ini jawaban yang jauh di luar ekspektasinya. Melebihi harapannya.
"Terima kasih." Ucap Martin singkat.
"Seharusnya saya yang berterima kasih. Karena Papi sudah membesarkan tulang rusukku yang patah dengan segenap hati hingga kami kembali dipertemukan." Ucap Rayza begitu puitis di telinga Martin.
"Ayo berangkat!!! Katanya mau nganterin aku kuliah. Ngobrol Mulu." Ucap Qiran membuat Rayza dan Martin serentak menoleh ke arahnya.
Rayza pun menatap Qiran dari ujung rambut hingga kaki. Keningnya berkerut. Dia terpaku cukup lama.
"Ga usah terpesona gitu kali." Ucap Qiran penuh percaya diri. Tapi Rayza malah mendengus sambil berjalan ke arahnya.
"Sorry... Aku ga terpesona sama kamu. Justru aku malah seperti melihat seorang berandalan berwajah malaikat. Sangat tidak cocok." Ucap Rayza ketus.
Sungguh Rayza tak habis pikir bagaimana mungkin wanita itu memilih pakaian tak layak pakai seperti ini untuk pergi kuliah.
Dengan rambut yang di kuncir kuda, menampilkan leher jenjang yang menawan dan pastinya menggoda kaum Adam. Ditambah dengan kaos ketat berwarna merah menyala di balik jaket denim miliknya. Dan tak lupa celana jeans yang mungkin sengaja dirobek bagian dengkul dan sebagian pahanya. Sungguh Rayza tak suka penampilan Qiran saat ini. Pria itu pun bergerak tergesa menuju gadis bar-bar yang selalu sukses menyulut amarahnya.
"Kamu yakin mau kuliah pakai pakaian begini?" Tanya Rayza.
"Memangnya kenapa? Yang penting pakai baju dari pada ga pakai baju." Ucap Qiran asal.
"Owh kamu mau pilih ga pakai baju? Oke!!!" Ucap Rayza tersenyum dan menarik sisi jaket denim milik Qiran. Menarik kuat hingga mau tak mau Qiran mengikuti langkah Rayza kembali ke kamar. Martin menatap khawatir pada kedua orang itu. Tapi dia yakin Rayza tak mungkin macam-macam. Jadi biarkan saja dia mempercayakan seluruhnya pada Rayza. Rayza jauh lebih mampu mengendalikan putrinya.
Sedangkan Qiran memekik takut saat sadar langkah kakinya menuju kamar pribadinya. Qiran benar-benar tak mau ditelanjangi pria ini. Kini pikiran kotornya merajai neuron otak. Sungguh Qiran tak mau.
"Kamu apa-apaan sih? Jangan gila ya!!! Dasar cowok m***m gila stress!!!" Ucap Qiran ketus sambil meronta agar cengkeraman tangan Rayza pada jaket denim nya mengendur. Tapi Rayza tak peduli pria itu justru mendorong tubuh Qiran hingga jatuh terjerembab ke sofa. Kemudian bergerak ke arah lemari.
BUUUGGGHHH....
"Aaawww..." Ucap Qiran meringis nyeri saat jatuh terduduk di atas sofa.
"Heh... Ngapain Lo buka-buka lemari gue???" Ucap Qiran kesal. Namun dia tidak bangkit karena masih menikmati rasa nyeri yang mengusap bokongnya.
Rayza tetap diam. Pria itu sibuk menarik pakaian yang dirasa lebih pantas untuk kuliah. Sungguh Rayza tak rela Qiran memamerkan lekuk tubuhnya untuk khalayak umum. Tapi sayang semua pakaian gadis itu memang jauh dari kata sopan. Dan akhirnya netra hitamnya terpaku pada sebuah dress batik bernuansa coklat. Pria itu menariknya dan menatap potongan garis yang diciptakan dress tersebut.
Kerah Sabrina yang landai, lengan panjang slim dan panjang dress yang dia rasa cukup menutupi bagian paha Qiran yang jenjang menawan. Rayza pun menoleh ke arah Qiran yang menatapnya nyalang.
"Pakai ini!!!" Titah Rayza penuh perintah.
"Ga mau!" Ucap Qiran melipat tangannya di depan d**a dengan wajah yang dibuang ke arah lain.
"Pakai!!!" Ucap Rayza masih dengan nada memerintah.
"Ga mau!" Ucap Qiran menekan suaranya.
"Mau ga mau, harus pakai!!! Cepat ganti!!!" Ucap Rayza membenci penolakan.
"Kamu pikir aku mau kondangan??? Kalo aku bilang ga mau ya ga mau!!! Titik!" Ucap Qiran.
"Oke... Biar aku yang menggantikan!!!" Ucap Rayza berjalan mendekat ke arah Qiran dengan senyuman liciknya. Hal itu sukses membuat Qiran meneguk saliva nya dengan susah payah. Dan begitu Rayza menggerakkan tangannya sebagai ancang-ancang untuk membuka jaket denim Qiran... Qiran pun memekik.
"Tidak!!! Aku ganti sendiri!!! Cepat keluar!!!" Ucap Qiran menunjuk pintu.
"Bagus! Anak pintar!" Ucap Rayza tersenyum dan langsung keluar dari kamar Qiran.
Dan rupanya Martin sudah sedari tadi menunggu mereka keluar dari kamar. Raut khawatir khas orang tua menghiasi wajahnya.
"Tenang saja, Rayza tak mungkin menyentuh Qiran sebelum kami menikah Pi..." Ucap Rayza terkekeh karena membayangkan pikiran buruk yang sedang melanda calon ayah mertuanya.
"Papi percaya. Kau bukan pria seperti itu." Ucap Martin menghela nafas beratnya. Dan tak lama kemudian gerakan pintu kamar anak gadisnya mulai menciptakan jarak. Rupanya Qiran sudah menyelesaikan drama penggantian pakaiannya.
Dengan wajah di tekuk gadis itu keluar kamar. Mengabaikan dua orang dewasa berbeda generasi yang menatapnya. Gadis itu memilih segera melenggang pergi ke mobil. Sedangkan Martin menatap Rayza dengan wajah bangga.
"Papi ga nyangka kamu bisa membuat Qiran mau mengubah penampilannya." Ucap Martin. Rayza pun tersenyum bangga kemudian mengecup punggung tangan calon ayah mertuanya.
"Rayza antar Qiran kuliah dulu ya Pi..." Ucap Rayza.
"Hati-hati Nak..." Ucap Martin membuat Rayza mengangguk.
"Qiran!!!" Ucap Rayza cukup keras membuat Qiran menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
"Apa lagi sih? Aku udah kesiangan ini!!!" Ucap Qiran kesal.
"Salim dulu sama Papi!" Ucap Rayza. Qiran pun mendengus kesal.
"Ga biasa! Papi aja ga pernah maksa kok!!!" Ucap Qiran kembali melangkahkan kakinya.
"Oke kalau ga mau... Hari ini juga aku panggil penghulu." Ucap Rayza mengancam Qiran. Qiran pun segera membalikkan tubuhnya dan bergegas menghampiri papinya. Kemudian meraih tangan sang papi untuk dikecup punggung tangannya.
"Udah tuh!" Ucap Qiran menatap Rayza. Sedangkan Martin menahan tawa melihat ekspresi putrinya yang menahan kesal.
"Ga begitu! Harus sopan. Kalau kamu tidak melakukannya dengan baik, kita ga akan berangkat sampai kamu melakukannya dengan baik. Dan juga harus mengucapkan salam." Ucap Rayza melipat tangannya di depan d**a. Ekspresi wajahnya sungguh jelas memperlihatkan bahwa dia tak ingin dibantah. Qiran pun menampilkan senyum terpaksa.
"Papi... Qiran berangkat ya... Assalamualaikum..." ucap Qiran berusaha selembut mungkin. Martin pun menahan tawanya. Sedangkan Rayza tersenyum bahagia menatap kelembutan Qiran. Dan bagi Qiran ini adalah bencana. Sejak kehadiran Rayza sungguh Qiran merasa seperti bocah TK yang selalu di suruh-suruh.
"Anak pintar... Begitu dong. Yuk berangkat." Ucap Rayza berjalan mendahului Qiran. Qiran pun mengepakkan kakinya dengan keras saat melangkah. Dirinya kehilangan kebebasan. Semuanya diatur oleh pria bernama Rayza yang menyebalkan dan sayangnya terlalu tampan.
"Silahkan masuk tuan putri." Ucap Rayza lembut saat membukakan pintu mobilnya ada Qiran. Hati Qiran kini berdesir. Semua kekesalan nya yang menggunung sejak pagi musnahlah sudah. Terbang seperti debu yang terhembus angin. Ini adalah perlakuan yang sangat manis bagi seorang pria terhadap wanita. Hatinya sungguh berbunga, bermekaran seperti musim semi yang penuh warna. Dan Qiran tak menyangka mendapatkan nya untuk pertama kali dari malaikat tampan yang terlanjur menyebalkan.