“Benar ini bayi…, Bik Sum..”. Kata Bu Ratih perlahan.
“Ya Allah…, duh Gusti…..siapa yang tega menaruh di teras gini malam-malam ya bu”, kata Bik Sum sambil menggelengkan kepalanya.
Bu Ratih mengangkat bayi itu perlahan dan saat itu juga ada sesuatu yang jatuh dari balik selimut pink bayi itu.
“Apa ini bu? ….”. Kata Bik Sum sambal mengambil amplop dari lantai.
“Ohh… sepertinya surat Bu…, Bik Sum melihat amplop suratnya.
Bu Ratih segera menggendong bayi perempuan yang paling cantik dia lihat dalam seumur hidup. Bayi mungil, bermata Indah dan memiliki hidung yang mancung dan rambut yang tebal.
Bayi perempuan itu dibawa ke kamarnya bersama Bik Sum.
Ada dua amplop yang didalam keranjang bayi itu. Satu amplop bertuliskan untuk pengurus Panti Asuhan Harapan Bunda, dan satunya tertuliskan untuk anakku – Kirana.
Bu Ratih, membuka surat pertama.
Saya titipkan buah hati saya kepada Ibu, bukan karena saya tidak mencintainya
Tetapi saya tidak dapat berkesempatan untuk membesarkannya. Hanya Tuhan yang Maha Mengetahui mengapa saya tidak dapat merawat dan memberikan cinta seorang Ibu kepada bayi mungilku.
Saya beri nama dia, Kirana yang artinya cantik seperti wajahnya saat saya melihatnya pertama kali setelah melahirkan Kirana. Bayiku baru lahir 7 hari yang lalu.
Saya mohon, rawatlah Kirana dengan baik, karena dialah bukti cinta saya didunia ini. Saya titipkan surat untuk Kirana, berikanlah kepada Kirana jika dia sudah berusia 17 tahun.
Terima kasih sudah mau merawat bayi mungilku.
Ibu Ratih tertegun membaca surat dari Ibu bayi mungil yang sudah berhenti menangis sekarang.
Tidak ada nama di surat ini, tidak ada data apapun selain informasi mengenai nama dan usia bayi.
“Nama bayi mungil ini Kirana Bik… yang artinya cantik, Ibunya yang memberi nama bayi mungil ini”. Bu Ratih berkata ke Bik Sum.
“Kita akan rawat bayi ini sampai ada orang tua asuh yang mau mengadopsi bayi ini”, kata Bu Ratih.
Bu Ratih menyimpan kedua surat itu kedalam lemari, dan menggendong bayi yang mulai menangis.
“Kamu sekarang aman bersama Ibu disini nak, ucap Bu Ratih sambil mengusap pipi gembilnya bayi Kirana.
Bayi pun berhenti menangis, dan terlelap setelah digendong Bu Ratih.